chapter 7 : Ingatan

15 4 0
                                    

Maaf kalau typo bertebaran dimana-mana ya...

Happy Reading

Gue memandang fokus sekitar gue. Semuanya terlihat sangat familiar. Sekarang gue berada ditaman yang kemarin. Entah kenapa gue yakin jika gue dulu sering kesini. Gue pengen tau kehidupan gue sebelum hilang ingatan. Apa kehidupan gue juga buruk seperti sekarang. Gue memandang langit yang seharusnya berwarna biru cerah, namun kini diselimuti awan tebal berwarna abu-abu.

"Ren, makan dulu yuk..! Gue laper nih...!!" Ajak tansa menarik tangan gue kearah tukang sate ditaman itu. Waktu baru menunjukan pukul 07.30 pagi. Ya, memang masih terlalu pagi. Pengunjung disini juga masih sedikit.

"Pak, pesan sate dua piring ya, yang satu jumbo...!" Ucap tansa saat kami telah duduk dikursi dan meja yang disediakan untuk pembeli sate. Ni anak, mau dimanapun, gak bisa gak teriak apa. Sakit banget telinga gue.

"Lo gausah teriak-teriak dong tansa...!! Sakit telinga gue. Itu bapak gak jauh-jauh juga letaknya" ucap gue emosi dan gemas melihat tansa.

"Lah, itu lo teriak juga. Padahal gue disamping lo..." ucap tansa dan senyum tanpa dosa ke gue. Gue hanya memutar bola mata malas, ni anak nyebelin bangeet...!

Gue melirik ke tansa, eh ni anak diem juga ya. Ya iyalah, orang mulutnya lagi sibuk, sibuk ngunyah.

Setelah kami selesai makan, kami memutuskan untuk kembali berkeliling taman. Demi apapun, gue merasa taman ini gak asing bagi gue. Gue melirik ke semua penjuru, terlihat sebuah kumpulan bunga yang tumbuh ditaman ini. Indah banget bunganya.

"Sa, kesana yuk" ucak gue dan narik tangan tansa ke deretan bunga yang menarik perhatian gue tadi.

"Iya..iya! Sabar dong neng jalannya" ucapnya dengan sebal. Gue cuma abaikan dia aja.

Gue memetik dua tangkai bunga warna putih. Bunga ini, gak asing. Gue terus memperhatikan dua bunga yang gue petik tadi, tak lama rintik gerimis mulai membasahi kelopak bunganya yang putih. Entah kenapa, air mata gue, mengalir begitu saja. Gue gak tau apa yang terjadi, tidak ada ingatan yang masuk ke otak gue, namun hati gue seperti meronta, merindukan sesuatu, tapi tak tau apa.

"Ren lu nangis? Lu kenapa?" Tansa mencoba memanggil gue, dan menggoyangkan bahu gue. Tapi entah kenapa, tubuh gue membeku.

"Farren...! Hujan, ayo pulang" tamsa segera menarik tangan gue menuju mobil yang kami bawa tadi.

Tansa memasukkan gue kedalam mobil disamping kemudi, dan tentu saja tansa yang mengemudi. Sambil menyetir pun, tansa masih memanggil nama gue. Namun gue tetap gak bisa menjawab. Entah kenapa, entah kenapa, entah kenapa hati gue merasa sangat sakit.

Saat sudah berada dalam rumah gue, akhirnya gue bisa mengendalikan emosi yang aneh gue ini.

"Ren, lo baik-baik aja kan ren?" Tanya tansa saat kami sudah mendaratkan bokong dikursi ruang tengah rumah gue.

"Ya, gue gapapa kok sa" ucap gue setelah berhasil mengendalikan diri.

"Yaudah kalau gitu, udah hampir siang juga, gue mau balik" ucap tansa dan berkemas.

"Hah? Gue anter ya sa" ucap gue dan mengambil kunci mobil gue.

"Gak ren, ntar lo kenapa-napa nyetir sendiri" ucapnya dengan tersenyum dan raut kawathir.

"Gak, pokoknya gue harus nganter lo" ucap gue keras kepala dan langsung melangkah ke bagasi mobil rumah gue. Tansa hanya menggeleng melihat sifat gue.

******

Author pov
Semua murid nampak bubar dari lapangan dan masuk ke kelas nya masing-masing. Tak terkecuali farren. Namun kepalanya terasa pusing pagi ini. Ia tidak tau kenapa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Pecinta HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang