3 ~ Rencana Baik di Anggap Buruk

1.9K 117 2
                                    

-Awali dengan Bismillah, dan akhiri dengan Alhamdulillah-

☁☁

"Kenapa takut untuk menikah? Menikah bukan hukuman, apalagi kutukan. Menikah adalah cara satu-satunya untuk menghindari zina dan salah satu cara untuk mendapat surga-Nya. Cukup bagimu seorang wanita, salat lima waktu, berpuasa ramadhan, dan berbakti pada suami, maka kamu bebas memilih masuk surga dari pintu mana pun."

Sakinah Bersamamu~

💟💟

Shafiyah tak berhenti menangis saat usahanya untuk membatalkan niat abinya berakhir dengan sia-sia. Bahkan, keluh kesahnya tak di respons apa pun dari sang abi. Ke kukuhan untuk menikahi Shafiyah tidak dapat di ganggu gugat lagi.

"Hei, melamun tengah malam, nanti kesambet."

Seorang lelaki duduk di samping Shafiyah dan mengelus lembut rambut panjang berwarna hitam pekat milik Shafiyah.

Shafiyah hanya menoleh sebentar, kemudian kembali fokus menatap apa yang ada di depannya. Bulir air mata itu terus jatuh, membasahi wajahnya.

Bagi Shafiyah, pernikahan itu adalah suatu hal yang sangat mengerikan bagi hidupnya. Jika kebanyakan orang terbawa perasaan dan ingin segera menikah, maka Shafiyah tidak pernah mau membayangkannya.

Selama dia sekolah dan belajar biologi, banyak sekali hal-hal yang menurut Shafiyah aneh yang harus dia lakukan saat menikah nanti.

Selain itu, Shafiyah yang tak pernah terbiasa di dekati lelaki, maka dia akan di temani lelaki selama seharian. Hal itu menambah kesan ngeri bagi Shafiyah.

Jika dia di suruh abinya hal lain, dan apa pun itu selagi tak berurusan dengan nikah maka dia akan turuti. Tapi.... Untuk hal satu ini, sungguh, Shafiyah tidak bisa.

"Bang, Shafiyah tidak siap nikah muda, Bang. Apa nanti kata teman-teman Shafiyah saat tahu setelah lulus SMA Fiya malah menikah. Pasti di katain 'tutup buku buka tenda'.  Bang, Fiya malu." Shafiyah semakin terisak, dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Rayyan.

Rayyan yang selalu menjadi tempat curahan hati Shafiyah hanya bisa tersenyum melihat pola pikir adiknya yang memang masih seperti anak kecil. Rayyan tak menyalahkan siapa-siapa di sini atas sikap Shafiyah yang kekanak-kanakan, toh selain Shafiyah anak perempuan satu-satunya, dia juga anak bungsu.

Rayyan tak pernah mempermasalahkan itu, hanya saja, pola pikir Shafiyah masih terlalu minim. Dia terkadang tak memikirkan hal yang seharusnya sudah dia tata sejak sekarang, apa lagi jika bukan masa depan. Setiap orang, menginginkan memiliki masa depan yang cerah, hidup rukun dan bahagia, serta memiliki pasangan yang seiman dan satu tujuan.

"Bang, apa yang harus Fiya lakuin?" rengek Shafiyah menatap Rayyan dengan tatapan nanar.

Rasanya tak tega Rayyan melihat kesedihan yang kentara sekali dari Shafiyah. Tapi, tugas Rayyan di sini, ingin meluruskan apa yang menjadi permasalahan adiknya.

"Dek, Abang bangga bisa punya adek seperti Fiya. Bagi Abang, hanya Fiya satu-satunya permata berharga yang harus Abang jaga seumur hidup Abang. Fiya itu tanggung jawab Abang, jika abi tak bisa menunjukkan jalan yang benar pada Fiya, maka Abang selaku kakak laki-laki, wajib untuk menuntun Fiya. Dosanya besar, Dek jika seorang wanita itu salah melangkah. Yang terkena cipratan dosa bukan hanya dia sendiri, tapi merangkup pada ayahnya, dan saudara laki-lakinya. Fiya mau Abang sama abi terkena dosa juga kalau sampai di luar sana Fiya salah langkah dan itu tanpa sepengetahuan Abang dan abi?" tanya Rayyan. Dia menghapus jejak-jejak air mata yang menggenang di pipi Shafiyah.

Sakinah Bersamamu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang