Chapter 1: Aku Berangkat

619 48 2
                                    

Disinilah keteguhan hati seorang anak dan ibu sedang diuji. Fary, anak itu gelisah karena dia harus meninggalkan ibunya sendirian demi menimba ilmu. Hati Fary berkata harus membantu ibunya bekerja mencari uang. Namun ibunya tetap memaksa anaknya harus meneruskan pendidikannya ke jenjang SMA.

Tentunya Fary tidak ingin menjadi anak yang durhaka seperti Malin Kundang, artinya dia akan patuh dan tunduk apapun kehendak ibunya. Dia selalu menempel pada ibunya, tetapi dia tak ingin menjadi anak yang terlalu manja dan kelak harus menjadi anak yang sukses dan membanggakan ibunya.

"Ibu yakin sama keputusan Ibu?" Anak itu bersandar pada bahu ibunya di sofa.

Ibunya hanya tersenyum, kemudian merangkul anak semata wayangnya itu.

"Mau sampai kapan kamu nanyain pertanyaan yang sama nak?"

"Habisnya Ibu kayak seneng banget ya kalo Fary ninggalin rumah"

Ibu mengelus sayang rambut anaknya yang sebentar lagi tak lagi menemaninya itu.

"Keputusan Ibu sudah bulat nak. Ibu menyuruh kamu pindah bukan berarti Ibu nggak sayang sama kamu, Ibu hanya ingin melihat anak Ibu ini sukses dan berguna untuk orang lain"

"Tapi kan Fary masih bisa bantu ibu kerja. Fary hanya ingin berguna untuk Ibu. Apa itu nggak cukup?" Fary semakin mempererat pelukannya pada ibunya.

Ibunya bekerja sebagai pedagang ikan di pasar sehari-hari. Beliau menjual ikan hasil tangkapan dari Pak RT. Sebelum Ayah Fary meninggal, Pak RT dan Ayah Fary merupakan sahabat dan rekan kerja yang sangat dekat. Itulah mengapa Pak RT menawarkan pekerjaan pada Ibu Fary dan selalu baik pada keluarganya. Pak RT sudah menganggap Fary sebagai anaknya sendiri meskipun tak terikat hubungan darah.

Fary sejak kecil sudah sering membantu ibunya berjualan di pasar. Salah satu alasan mengapa pelanggan suka membeli ikan ditempat Ibu Fary adalah mereka bisa menyapa anaknya yang manis dan lugu itu. Tak sedikit pelanggan yang mengira Fary adalah anak perempuan. Beberapa pelanggan bahkan ingin memberi uang jajan pada Fary karena terlalu mempesona di mata mereka. Tetapi Fary selalu diajarkan oleh ibunya agar tak sembarangan menerima uang yang seharusnya tak menjadi miliknya. Masih banyak orang yang lebih membutuhkan uang itu.

"Fary sudah cukup membantu Ibu kok. Tapi pendidikan Fary tetap nomor satu. Maafin Ibu ya nak, Fary harusnya hidup lebih bahagia daripada yang sekarang ini. Harusnya Fary nggak tumbuh bersama Ibu yang miskin ini"

Fary menggelengkan kepalanya kemudian menangkup pipi ibunya.

"Fary nggak pernah minta dilahirkan dari keluarga yang kaya. Fary hanya ingin Ibu selalu sehat dan tersenyum. Hanya dengan itu Fary sudah sangat bersyukur dan bahagia memiliki Ibu yang cantik ini"

Ibunya mencoba menahan tangis kali ini.

Suara klakson motor terdengar dari depan rumah mereka. Pak RT sudah siap mengantarkan Fary menuju tempat tinggal barunya. Beliau menawarkan sebuah kamar sederhana yang lokasinya tak terlalu jauh dari sekolah Fary yang baru. Pak RT memberikannya dengan sukarela pada Fary untuk tempat berteduh saat menempuh pendidikannya.

"Nak Fary sudah siap?"

Fary dan ibunya berjalan keluar dari rumah. Pak RT turun dari motornya dan membantu mengangkat barang bawaan Fary dan mengikatnya di motornya. Saat Pak RT sibuk meletakkan barang-barang, Fary memeluk ibunya untuk kesekian kalinya. Kemudian dia mencium tangan ibunya.

"Fary berangkat ya Bu.."

"Belajar yang pinter ya nak, doa Ibu selalu menyertaimu. Jangan lupa makan terus ya nak"

"Kalo Fary banyak makan, nanti Fary jadi gemuk dong" Fary memasang wajah cemberut hingga ibunya tertawa.

Ibunya mengecup kening Fary dan memberikannya sebuah bungkusan kain kecil berisikan sejumlah uang.

"Hati-hati dijalan ya nak, hemat uang ini buat kebutuhanmu disana" Ibu menangkup wajah anaknya itu sekali lagi.

"Ibu juga jaga kesehatan ya. Fary juga bakal selalu doain Ibu disana"

Ibu melihat kearah Pak RT. Pak RT menganggukkan kepalanya bersiap untuk mengantar Fary.

"Saya minta tolong anterin Fary ya Pak"

"Iya Bu, Ibu cukup doakan nak Fary biar jadi anak yang sukses"

Pak RT menyalakan mesin motornya dan membonceng Fary dibelakangnya. Fary melambai kepada ibunya lalu Pak RT melajukan motornya. Ada dua hati yang sedang merasa sakit kali ini. Anak yang pergi meninggalkan ibunya sendirian dirumah untuk menuntut ilmu, dan seorang Ibu yang harus bekerja keras demi masa depan anaknya yang cerah.

Bersambung

Gua yang nulis cerita aja pengen nangis kalo inget emak :"

Silent KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang