▪▪ FIVE ▪▪

1.6K 59 0
                                    

Pria pendiam dan cuek tak pandai mencairkan suasana, mereka terlalu kaku untuk itu. Karenanya yang mereka harapkan adalah sosok wanita yang selalu ceria dan tertawa. Pada dasarnya meski mereka adalah sosok yang kaku, mereka senang melihat orang lain tertawa lepas dan memiliki jiwa humoris tinggi. Itu akan membuat sang pria lebih mengingatmu.

Tatapan mata yang lurus, ia menatap tepat pada seorang wanita yang sedang duduk disebuah kursi dibawah pohon. Entah hanya insting atau sebuah perasaan yang kuat. Langkah kakinya yang kemudian membawanya menuju, menghampiri sang wanita.

Seperti sebelumnya..

"Dia?" Dia, yang sangat mengenal akan suara halus nan lembut itu terdengar memanggilnya. Dia lantas mengangkat kepalanya dan menatap mata yang juga tepat menatapnya.

"Aku mencarimu kemana-mana, ternyata kamu disini." Ucapnya dengan lantas duduk disamping Dia. Wanita itu tersenyum manis tetapi sedikit menjauhkan dirinya dari pemuda tersebut.

"Nanti malam, apa kau sibuk?" Tanya Afeef.

Dia mengulum bibirnya sembari matanya yang menatap kebawah.

"Aku tidak sibuk," jawab Dia.

Afeef bingung harus memulai darimana, pemuda itu bingung dengan perubahan yang ada pada diri wanita tersebut. Terasa palsu dan bahkan mata itu hanya satu detik menatapnya, itupun dengan tatapan yang menyiratkan rasa sakit.

"Aku ingin mengajakmu makan malam, apa kamu mau?" Afeef diam menunggu jawaban dari Dia. Sejenak wanita itu menghela nafasnya dan berkata.

"Afeef maaf, bukan aku..tidak mau makan malam bersamamu. Tetapi aku tidak bisa. Maafkan aku." Ucap Dia yang kemudian langsung berlalu pergi meninggalkan pemuda itu dengan rasa kecewanya.

Afeef berjalan menuju kelasnya, perasaan sakit dan pedih itu masih ia rasakan, matanya berkabut dan itupun justru tak menghalau setetes aliran bening yang jatuh di pipinya.

"Aku kira, aku masih belum terlambat untuk mengungkapkan perasaanku kepadamu, Dia.."

"Ternyata aku salah. Selama ini hanya aku yang menyimpan rasa ini, kamu tidak." Afeef tertawa kecil sambil mengusap pipinya. Pemuda itu kemudian tertawa karena tidak percaya bahwa ia telah meneteskan airmata, yang selama ini ditahan untuk ia keluarkan.

Afeef menatap keatas dan setelah itu iapun melangkah memasuki kelasnya. Pemuda itu tidak menyadari bahwa sadari tadi ada dua pasang mata yang sedang menatapnya. Tatapan yang menyiratkan rasa penyesalan namun ada kemarahan disana.

Dia berjalan menuruni tangga yang langsung terhubung ke dapur, wanita itu tersenyum seraya melingkarkan tangannya ditubuh Unna-nya yang sedang membuat teh.

"Ia?" Panggil Unna yang sedikit terkejut karena lingkaran tangan yang memeluknya.

"Mbok, aku mencintainya. Tapi aku takut.." gumam Dia yang lalu terisak dipunggung Unna.

Unna yang bingung lantas membalikkan badannya dan menatap keponakan nya itu yang masih menangis sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu kenapa, sayang. Apa ini ada hubungannya dengan Afeef?" Dia menganggukkan kepalanya pelan dan kembali terisak.

"Afeef sebenarnya mengajakku makan malam bersamanya malam ini. Tapi aku menolaknya, aku membenci diriku yang sudah membuatnya kecewa." Ucap Dia yang kembali dengan erat memeluk Unna.

"Mengapa kamu menolaknya, kalau kamu mau?"

Dia mengangkat wajahnya, menatap Unna yang serius menatapnya dan menunggu jawabannya.

"Maafkan aku mbok, karena kebodohanku. Identitas agenku sudah diketahui oleh orang dan aku..aku takut kalau sampai pihak sekolah mengetahuinya juga maka aku pasti akan mendapatkan masalah. Dan yang paling aku takutkan adalah tujuanku yaitu mematai dan mencari informasi tentang Afeef, itu akan sia-sia. Afeef pasti akan sangat membenciku kalau mengetahuinya."

Unna menganggukkan kepalanya mengerti.

"Lagian siapa yang menyuruhmu untuk menyamar datang ke sekolah itu. Dari awal mbok sudah melarangmu karena pada akhirnya seseorang mengetahui siapa dirimu."

"Aku tidak punya pilihan untuk lebih dekat dengannya, mbok." Ucap Dia yang lalu duduk di kursi meja makan.

"Dan sekarang apa yang akan kamu lakukan?" Dia menggelengkan kepalanya lemah.

"Aku tidak tahu,"

"Apa maksudmu dengan kata tidak tahu." Ucap Unna mengernyitkan dahinya.

"Geza, pria itu adalah teman satu kelas Afeef yang sangat dekat dengan Afeef. Dan Geza yang telah mengetahui identitasku sebagai agen mata-mata.."

Unna masih diam menunggu kelanjutan cerita dari keponakan nya itu.

"Dan aku tidak tahu harus melakukan apa, karena Geza mengancamku supaya aku menuruti keinginannya. Pria itu ingin membunuh Afeef dengan mengumpankan aku. Awalnya ia menyuruhku untuk membunuh Afeef tapi aku tidak bisa, dan akhirnya dia mengancamku untuk memberitahu kepada Afeef tentang siapa aku sebenarnya."

"Apa Geza sudah memberitahu Afeef, tentang siapa kamu?" Dia menggelengkan kepalanya.

"Geza memberikan aku syarat, ia tidak akan memberitahukan tentang siapa aku kepada Afeef, tapi aku..aku harus menjadi kekasihnya selama yang ia mau."

Pletak!

"Ouch! Mbok ini sakit, kenapa memukul kepalaku." Kata Dia dengan menatap kearah Unna yang hanya menatapnya sambil mendekap dada.

"Kamu itu benar-benar bodoh, Ohh Tuhan.. aku bingung mengapa kamu sampai menjadi agen dengan semua kebodohanmu itu. Apa yang kamu pikirkan dengan menjadi kekasih pria br*ngsek itu. Itu artinya sama saja, kamu membuat Afeef kecewa dan ia akan membencimu dan Afeef pasti akan lebih membencimu kalau dia sampai mengetahui tentang siapa kamu sebenarnya, dan semua tujuanmu datang ke sekolahnya. Tanpa harus kamu atau Geza yang memberitahunya. Rahasia itu tidak bisa disimpan terus-menerus,  akan ada dimana waktunya semua terbuka sendiri. Tanpa kamu sadari."

Dia membelalakkan kedua bola matanya, kalau sampai Afeef membencinya bahkan sangat membencinya. Itu pasti akan menjadi neraka untuknya. Tanpa menghiraukan omelan lanjutan dari Unna, Dia langsung bergegas menuju kamarnya dan berganti pakaian untuk ia kenakan di makan malamnya bersama pria yang dicintainya itu.

Me :

Afeef, aku menunggumu. Jemput aku dirumah,

Seperti itulah deretan pesan yang Dia kirimkan. Agak kaku dan tidak bermodal.

Dia masih gelisah duduk diteras rumahnya,  menunggu Afeef yang tak kunjung membalas balik pesannya. Bahkan sudah 30 menit tidak ada tanda-tanda kejutan bahwa pemuda itu akan menjemputnya. Dia sedikit menyesal karena awalnya ia menolak ajakan pemuda itu, dan Dia mengira bahwa Afeef marah dan sangat kecewa padanya. Namun semua pikirannya lantas terbuang jauh saat sebuah mobil terlihat didepan rumahnya.

Seorang pria dengan kaos oblong putih dan juga jaket hitamnya, keluar dari dalam mobil dan lalu melangkah menuju kearah Dia yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Afeef?" Ucap Dia dan setitik airmata jatuh dipipinya.

Pemuda itu tersenyum simpul dan lantas mengusap pipinya, menghapus airmata yang menetes semakin deras di kedua pipi wanita tersebut.

"Aku menjemputmu, dan aku tidak menerima penolakan darimu lagi, A27."

Dia membelalakkan bola matanya dan saat ia akan membuka mulutnya, tiba-tiba sebuah benda kenyal menyentuh bibirnya, menyesap dan melumat bibirnya dengan penuh gairah.

"Lollipop.."











Gaje-gaje😅😅😅..
Maaf lama up ya guys, soalnya kata-kata imajinasi tentang cerita ini kemarin blum ada hahaa😆. Dan hari ini akhirnya author bisa update dengan semua kegajean ini. Yang mau komen silahkan tapi jangan nyinyir ya, soalnya 😈..
Hem hem, oke terimakasih buat kalian para pembaca setia DIA yang udah mau nungguin slow-slow cerita ini. Dan juga mau menerima Gaje dengan lapang dada😢..
Yang masih belum mengerti tentang alurnya bisa nanya ya, oke sudahnya. Kita akhiri sekian😊😊😊..
Menunggu Gaje kembali, semangat💪

DIA |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang