"Rinai..." Panggil Bu Aini saat mengabsen kami.
"Ga masuk Bu, sakit" jawab Mila.
"Sudah tiga hari ya dia ga masuk?" Tanya Bu Aini.
Pertanyaan Bu Aini barusan seakan baru menyadarkanku kalau ternyata dia sudah absen selama tiga hari lalu perlahan pandanganku beralih ke bangkunya yang kosong. Tanpa sadar aku menatapnya sampai beberapa detik.
Jam istirahat
"Gun, Rinai sakit apa?" Tanya Ipam saat kami berdua bermain basket di lapangan.
"Ga tau" ucapku sambil mendribble bola.
"Rumah kalian kan deket, ga kamu tengokin? Udah tiga hari loh dia ga masuk"
Aku pura-pura tak mendengar dan hanya fokus ingin memasukkan bola ke atas ring. Ipam kemudian meraih bola dari tanganku.
"Gun!" Tegurnya. "Aku sama Mila perhatiin kamu itu agak beda sama dia, kalian berdua emang punya masalah apa to?" Pertanyaan ini lagi.
Aku menghela nafas dan berfikir sejenak, apa aku ceritakan saja kepada Ipam.
"Gun?"
"Ga ada apa-apa" kataku sambil berlalu meninggalkan Ipam di lapangan.
Aku urungkan niat untuk bercerita kepada Ipam. Biarlah ini menjadi urusanku dan Rinai saja.
🌸🌸🌸
Malam hari saat aku sedang mengerjakan tugas sekolah di kamar, aku mendengar suara ibu memanggilku dari balik jendela.
"Guntur..."
Begitu aku buka jendela kamar, aku mendapati ibu berada di kamar gadis itu, wajahnya keliatan panik.
"Ada apa bu?" tanya ku bingung.
"Tolong cepetan kesini le"
Aku mengernyitkan kening bingung dan tak langsung menuruti perintah ibu, apalagi harus masuk ke kamar gadis itu.
"Guntur!" Tegur ibu lagi.
Aku akhirnya menghampiri Ibu disana dan ini pertama kali aku masuk ke rumahnya.
"Ada apa Bu?" tanyaku di depan pintu kamar Rinai.
"Tolong gendong Rinai ke rumah, dia lagi sakit ga ada yang ngerawat"
"Ha?" Aku terkejut.
Lalu mataku tertuju ke gadis itu, dia tergeletak lemah di atas kasurnya.
Aku diam terpaku beberapa saat sampai akhirnya ibu menarik tubuhku untuk mendekat ke arah Rinai.
"Ayo gendong Rinai sekarang ya, Ibu mau panggil dokter dulu" Pesan Ibu sebelum beliau pergi.
Aku mendekat ke arahnya namun dia tampak sungkan dan menarik diri. Aku tatap wajahnya yang tampak pucat pasi.
"Saya disuruh ibu" Aku tak ada pilihan dan Rinai langsung ku gendong
Saat menggendong tubuhnya memang terasa hangat dan keringat juga terus bercucuran dari keningnya. Dia terus menatapku saat kugendong, aku tak mau menatapnya karena jarak wajah kami yang sangat dekat, ini terasa canggung untuk kami berdua.
Sampai dirumah aku bingung harus ku letakan dia dimana, di rumah hanya ada dua kamar, kamar ku dan kamar Ibu. Kalau aku tempatkan di kamar Ibu, aku khawatir ibu akan tidur di luar. Akhirnya dia ku tempatkan di kamarku.
Lima belas menit kemudian Ibu datang bersama seorang dokter puskesmas di desa kami. Selesai memeriksa dokter itu mengatakan pada ibu bahwa jika demamnya tidak turun sampai besok maka dia harus dirawat. Setelah meresepkan beberapa jenis obat, dokter itu pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINAI
Teen FictionRinai, gadis gila yang tega memfitnah Guntur sampai pria itu dikeluarkan dari sekolah. Namun nasib kembali mempertemukan mereka di sebuah desa kecil di pinggiran kota Jogja. Hidup Rinai berubah 360° dari gadis yang memiliki segalanya menjadi gadis s...