Setelah mendapatkan telepon dari Rinai, sore harinya sepulang dari kantor Om Ferdi langsung bergegas menuju kos Rinai. Dia masih bingung kenapa Rinai tiba-tiba berubah pikiran ingin pindah ke Jogja padahal sebelumnya Rinai bersikeras untuk tetap tinggal di Jakarta.
Saat Om Ferdi datang ternyata Rinai sudah menunggunya didepan kos lengkap dengan beberapa koper di sisi kiri dan kanannya. Dia sudah siap untuk pindah.
"Rinai kamu beneran mau pindah?"
"Iya Om. Aku mau pindah ke Jogja aja. Om bisa kan anterin aku?"
"Yakin? Kamu ga akan berubah pikiran lagi kan?"
"Yakin, yakin seratus persen"
"Yaudah kalau begitu"
Rinai memasukan beberapa kopernya ke dalam mobil kemudian duduk di bangku depan.
"Kok tiba-tiba mau pindah ke Jogja?" Tanya Om Ferdi dalam perjalanan.
Rinai diam sejenak, dia ga mau menceritakan alasan sebenarnya karena dia bertengkar hebat dengan Erika dan Arin.
"Mau cari suasana baru aja" jawab Rinai singkat. "Om tolong bantu aku urus kepindahan sekolah aku ya"
"Iya Rinai pasti Om bantu"
"Maaf ya Om harus nganterin aku jauh-jauh ke Jogja"
"Ga pa-pa, Kamu udah Om anggap kaya anak sendiri jadi ga usah sungkan lagian Om banyak hutang budi sama Papa kamu sekarang waktunya Om balas kebaikan Papa kamu"
Memang Papa dan Om Ferdi sudah berteman dekat sejak mereka sama-sama sekolah SMA di Jogja. Papa dulu hanyalah anak desa yang merantau dan mengadu nasib di Jakarta. Berawal dari usaha kecil-kecilan Papa membuka usaha mebel dan property, bisnis yang Papa jalankan semakin berkembang hingga akhirnya sukses dan berkembang pesat dan dari situlah Papa mengajak Om Ferdi untuk bekerja di perusahaan Papa. Om Ferdi ditunjuk langsung sebagai manajer perusahaan sekaligus orang kepercayaan Papa.
Sepanjang jalan Rinai hanya menatap ke luar jendela, dia melirik jam tangannya, pukul sebelas malam. Sudah lebih lima jam mereka diperjalanan dan Rinai mulai bosan. Om Ferdi melirik Rinai yang kelihatan jenuh disampingnya.
"Kamu tidur aja nanti kalo udah sampai Om bangunin"
"Iya Om"
Rinai membetulkan posisi duduknya sambil merapatkan sweater yang dikenakannya karena udara terasa makin dingin. Matanya memang sudah terasa berat sejak tadi, tidak sampai lima menit Rinai pun tertidur.
🌸🌸🌸
"Rinai bangun udah sampai" Om Ferdi menepuk pelan bahu Rinai.
Rinai membuka matanya perlahan sambil merenggangkan badannya yang terasa kaku karena tidur dengan posisi yang sama selama berjam-jam. Matanya menatap ke luar kaca, suasananya masih gelap.
"Jam berapa ini Om?"
"Jam lima pagi"
Begitu turun dari mobil hawa dingin langsung menyergap tubuhnya, dia menggigil sedikit. Kini di hadapannya berdiri sebuah rumah joglo khas Jawa, sebagian rumah itu masih terbuat dari kayu dan genteng lama. halamannya lumayan luas dan banyak pepohonan rindang didepannya. Rinai melihat rumah-rumah disisi kanan dan kirinya juga masih sangat tradisional.
Rinai mengikuti Om Ferdi yang membawakan koper Rinai ke dalam rumah. Begitu pintu dibuka Rinai serasa bernostalgia, dia masing ingat terakhir kali kesini saat dia TK dulu, sejak saat itu dia tidak pernah lagi kesini sedangkan Papa masih rutin pulang kampung setiap tahun mengunjungi nenek dan kakek Rinai tapi Rinai tidak pernah mau ikut dengan alasan ga betah. Semenjak nenek meninggal beberapa tahun lalu rumah ini kosong dan tak ada yang menempati.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINAI
Teen FictionRinai, gadis gila yang tega memfitnah Guntur sampai pria itu dikeluarkan dari sekolah. Namun nasib kembali mempertemukan mereka di sebuah desa kecil di pinggiran kota Jogja. Hidup Rinai berubah 360° dari gadis yang memiliki segalanya menjadi gadis s...