Ayam jantan sudah mengeluarkan suaranya untuk membangunkan orang orang yang sedang bergulung dengan selimut salah satunya adalah kaka beradik yang sedang melepas rindu ini. Ya itu adalah Sheva dan mas nya 'Bima'. Semalam Sheva memaksa Bima untuk tidur bersamanya.
"Eeuuugh."
Ketika membuka mata ia baru sadar di sampingnya ada seseorang yang sedang tidur juga? Tapi siapa? Karna penasaran, detik itu juga ia membuka selimutnya. Daaan!
"AAAAAAAAAA, LO SIAPA?!"
Buuukh.
"Ssshhhh"
Bima menatap adiknya nyalang. "Apaan si lu.!" Memegang pinggangnya yang terasa nyeri.
Sheva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kirain lu siapa, kan gua kaget tiba tiba ada cowo tidur samping gua." Ucap Sheva, memberikan cengirannya.
"Sakit bego."
"Lagian siapa suruh lu tidur ama gua."
Kali ini Bima ingin sekali memakan adiknya hidup hidup. "LO YANG MAKSA GUA TIDUR SAMA LO MONYET!"
"Hehehehe, sans dong lu jing."
"Cot, tadi malem aja manggilnya nama nama sekarang gua-lo. Untung sayang gua." Gumamnya.
"Gua denger."
"Jamber sekarang?"
"Empat."
Bima pun melanjutkan tidurnya yang tertunda.
"BANGUN, SOLAT. JANGAN SAMPE GAK SOLAT. DOSA LU UDAH BANYAK, JANGAN NAMBAH NAMBAHIN." Teriak Sheva. Langsung ngacir, takut kena amukan sang kaka.
"GUA BUNUH LO!"
-------
Saat ini adik kaka itu, kembali beradu mulut. Pasalnya Sheva kekeuh tidak ingin diantar oleh Bima.
"Gua di anterin ama mang Diman aja! Budek ya." Sewot Sheva.
"Gak, gak, gak. Pokoknya lu harus gua anterin, dan gua gak nerima penolakan."
"Ribet lo ah."
"Udah sih, dari tadi bangun ngajak gelud mulu. Hayo naek." Ucap Bima, yang sudah memakai helmnya.
"Tahan ya, gua susah naiknya." Dan hanya di balas gumaman saja oleh bima.
Saat sudah sampai ke sekolah, Sheva turun dengan helmnya yang masih bersarang di kepalnya.
"Sini gua bukain."
Sheva sedikit mendekatkan langkahnya. Bima pun melepaskan helm yang ada di kepala Sheva.
Setelah di buka helmnya, Sheva sedikit mengarahkan spion kakanya ke arah dirinya.
"ck, udah sana. Jangan ngaca mulu, muka lu tetep jelek." ledek Bima.
"Bacot. Dah ya mas gua masuk dulu." Menyalimin tangan Bima.
"Ya, belajar yang bener." Mencium pipi kanan Sheva.
"Baaaay."
Saat Sheva berjalan di koridor, dengan muka datarnya. Ia mendengar bisik bisik tetangga yang sangat memuakan. Tetapi itu sudah biasa menurutnya.
"Apa banget sih. Sok banget"
"Jadi pelakor sokap lagi dia?"
"Sok kecakepan, najis."
"Alah paling morotin cowo yang tadi doang."
Tetapi ia tetap berjalan santai tanpa memperdulikan ucapan ucapan sampah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Wound
Ficção AdolescenteRasanya di rendahin temen itu? Sakit? pasti. Down? Jelas. Apalagi rasanya di asingkan oleh ayah sendiri? Sakitnya udah ga bisa di ucapin sama kata kata cuy. Tapi semua rasa sakit itu, ia simpan rapat rapat di dalam hatinya...