Istrinya Adalah Selebriti ( Part 1 )

Bab 234

Bab 234

Jin Liwei jatuh terlentang di lantai dengan Iris di atasnya. Dia memukul dadanya dengan tinjunya, menggaruk leher dan bahunya, dan merobek bajunya.

Matanya membelalak kaget pada kekerasan tiba-tiba, tapi dia tetap diam dan menahan semua serangannya. Tinjunya mungkin terlihat halus tetapi mereka benar-benar bisa membuat pukulan. Dia tidak mencoba melindungi dirinya sendiri, menggertakkan giginya sebagai gantinya untuk menghentikan dirinya dari mengeluh kesakitan.

Agak aneh karena dia kelihatannya membidik wajahnya tetapi karena suatu alasan, tangannya akan membelok dan memukuli tubuhnya. Pekikan dan kutukannya atas pembunuhan berdarah menggema di seluruh rotunda besar yang kosong, terdengar seperti roh jahat gila meneror tanah yang hidup.

Dia berpikir bahwa dia siap untuk menghadapi kemarahannya dan kemungkinan dia menyerang dirinya yang sudah terjadi sekarang, tetapi dia tidak pernah berharap untuk melihat ekspresi ganas seperti itu di wajahnya.

Sesuatu memberitahunya bahwa wanita di atasnya bukan bayi perempuannya. Dia sama sekali tidak merasakan keakraban dengan wanita yang mengamuk ini. Perasaan itu tidak bisa dijelaskan dan aneh.

Hanya ketika serangannya mulai melambat, atau lebih tepatnya, ketika dia berusaha keras untuk menahan diri, rasa keakraban kembali kepadanya. Ekspresinya juga berubah dari setan menjadi sobek. Air mata mulai mengalir di wajahnya.

"Tidak, tidak, tidak, tidak, Liwei, bukan Liwei ... aku tidak ingin menyakiti Liwei ... tidak ..." dia akan menangis sesaat sebelum sekali lagi berteriak, "Beraninya kau, kau bajingan ?! Aku akan menggaruk wajah c * ckingmu Matikan d * ck Anda dan masukkan ke tenggorokan Anda! F * ck Anda, lubang **! "

Bahasa kasarnya yang tiba-tiba membuatnya merasa ngeri, tetapi dia hanya mengaitkannya dengan kemarahannya.

Dia memandangnya dan dengan suara tulusnya, dia berkata, "Aku mencintaimu. Aku sangat menyesal."

Dia berhenti ketika mendengar kata-katanya. Ekspresinya terus bergeser antara tampak seperti dia ingin mengulitinya hidup-hidup dan ingin memeluk dan menciumnya.

Pada akhirnya, dia dengan kasar meraih dagunya dan menghancurkan mulutnya dengan ciuman yang brutal. Dia menggigit dan mengisap keras bibir dan lidahnya, membuatnya berdarah. Keduanya mencicipi darahnya.

Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meresponsnya bahkan ketika ciumannya yang kejam sangat menyakitkan. Rasanya seperti dia ingin menggigit bibir dan lidahnya dan memakannya. Tapi dia tidak peduli. Jika dia ingin memakannya hidup-hidup, dia akan siap menawarkan dirinya kepadanya.

Ciuman itu akhirnya menjadi kurang keras dan lebih sensual. Tangan Jin Liwei mulai berkeliaran di tubuhnya, tapi dia meraih keduanya dan memegangnya di atas kepalanya. Kemudian dia melanjutkan menciumnya dengan lapar.

Ketika keduanya terengah-engah, dia melepaskan mulutnya dan menatapnya. "F * ck kamu, Jin Liwei. Kamu adalah lubang **."

"Ya. Aku lubang **."

Lalu tatapan amarahnya berubah menjadi ekspresi sedih. Dia mengerjap dan air mata jatuh dari matanya, mengalir ke wajahnya. Sebagian air matanya bercampur darah di sekitar mulutnya. Air matanya membuatnya lebih sakit daripada serangannya.

"Sayang, aku minta maaf. Tolong jangan menangis."

"Liwei ... aku ... aku harus meninggalkanmu."

Pernapasan dan jantungnya berhenti selama beberapa detik. Lalu dia panik. Tangan yang dipegang di atas kepalanya lolos dari genggamannya. Duduk dengan dia masih di atasnya, dia mati-matian menempel padanya.

"Tidak! Sayang, tolong jangan. Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Apa saja! Katakan saja, aku akan melakukannya! Tolong jangan tinggalkan aku."

Dia menutup matanya, menghindari wajahnya yang memohon. Dia terlihat sangat kesakitan. Ketika dia membuka matanya, ada tekad kuat di dalamnya. Kemudian dia mulai melepaskan diri darinya.

"Liwei, lepaskan aku," katanya dengan suara tegang. "Aku ... aku ingin tinggal bersamamu tapi ... aku tidak bisa bersamamu sekarang."

Dia memeluknya lebih erat. Matanya juga mulai mengalir. "Sayang, kumohon. Aku mohon padamu. Jangan tinggalkan aku."

Ketika dia menolak untuk membebaskannya, dia membentak dan mendorongnya pergi dengan sekuat tenaga. "Lepaskan, lubang **!"

Rasanya seperti dia baru saja menusuk sebuah tiang ke dalam hatinya dan memelintirnya. Lengannya mengendur di sekelilingnya, dan kemudian jatuh ke sisinya.

Melihat ekspresi terluka, dia ragu-ragu sejenak sebelum dia mengeras sekali lagi. Dia menghindari menatap wajahnya, sementara dia terus melepaskan diri darinya.

Dia tidak lagi mencoba menghentikannya. Dia hanya mengawasinya dengan mata patah hati, ketika dia turun darinya.

Sedangkan Iris, dia bertarung dalam pertempuran internal yang sengit. Kebencian mendidih di dalam dirinya, mengancam akan meledak sebentar lagi, tetapi dia dengan paksa memadamkannya. Kebutuhan untuk meningkatkan neraka dan mengamuk begitu kuat sehingga dia hampir tidak bisa mengendalikan diri.

Tapi dia tidak tahan untuk memukul Jin Liwei lagi. Ketika dia kehilangan kendali sebelumnya, itu juga menyakitinya ketika tinjunya memukulnya. Itu adalah rasa sakit yang melanda hatinya. Rasanya sakitnya juga sakitnya.

Yang ia inginkan hanyalah menghiburnya dan tetap bersamanya. Namun, dia tidak bisa mengabaikan darah yang luar biasa dari tubuhnya.

Jin Liwei menginginkan pengampunan, tapi bukan dia yang perlu memaafkannya. Jiwa Iris yang asli mungkin hilang, tetapi sisa-sisa tubuhnya masih sangat hidup di dalam tubuhnya. Sisanya terdiri dari emosi murni dan murni. Kali ini, itu adalah kebencian murni.

Dia perlu menenangkan keinginan sisa untuk membalas dendam terlebih dahulu sebelum dia bisa hidup damai dengan Jin Liwei.

Jika dia tinggal bersamanya pada saat ini, dia takut sisa itu hanya akan menelannya dan membuatnya membenci Jin Liwei. Dia tidak ingin itu terjadi. Jadi dia hanya bisa meninggalkannya ... untuk saat ini.

Dia berjongkok dan kemudian memeluk lehernya dengan erat. Berbicara langsung ke telinganya, dia mengatakan kepadanya, "Aku tidak bisa tinggal bersamamu untuk saat ini karena aku tidak ingin membencimu. Aku harus pergi dan menyelesaikan sesuatu sendiri dulu. Setelah aku selesai, aku ... Saya akan kembali." Dia melepaskan lehernya.

Mereka saling memandang.

"Kamu akan kembali? Janji?"

"Saya berjanji."

Dia tampak tidak ingin membiarkannya pergi, tetapi dia masih mengangguk. "Aku akan menunggumu. Tolong ... tolong jangan lupa untuk kembali padaku. Aku sangat mencintaimu."

Dia menatapnya untuk terakhir kalinya, menghafal setiap detail dirinya.

"Aku harus pergi," katanya, berdiri. Mengambil napas dalam-dalam beberapa, dia berbalik dan berjalan pergi.

Jin Liwei tetap di lantai, mengawasi punggung bayi perempuannya semakin jauh darinya, sampai dia benar-benar menghilang dari pandangannya. Dia ingin mengejarnya tetapi menghentikan dirinya sendiri. Dia memercayainya. Dia bilang dia akan kembali, jadi dia akan menunggunya.

Dia jatuh telentang, berbaring di lantai keras yang dingin. Dia menatap langit malam melalui kubah kaca. Seolah-olah bintang-bintang yang berkelap-kelip kehilangan kilau mereka. Bayi perempuannya membawa semua keindahan dan warna dunianya bersamanya. Dia perlu hidup di dunia yang gelap, tidak berwarna, dan tanpa kegembiraan mulai sekarang sampai dia kembali padanya.

"Apa yang akan aku lakukan? Kamu baru saja pergi tetapi aku sudah merindukanmu."

Menutupi matanya dengan lengannya, dia mulai menangis.