Sejak saat itu antara Fransisco, Danil, dan Erlina menjadi sangat akrab. Tidak ada yang berani mengganggu Frans karena ada Danil di sampingnya, termasuk Neo. Bahkan Danil sampai pernah nekat melempar kepala Neo menggunakan batu, hingga mengeluarkan darah. Itu karena Danil sempat melihat Neo mengganggu Fransisco.Kehidupan Frans juga menjadi berubah lebih baik semenjak ibunya bekerja di rumah Danil. Bahkan Frans sering ikut ke rumah Danil saat pulang sekolah, lalu sore nya kembali ke rumah kontrakan bersama Ibunya. Ibu Hana lebih memilih untuk tidak tinggal di rumah Ibu Ambar. Meski harus pergi pagi, dan sorenya kembali ke kontrakan. Bersama Frans.
Sambil menunggu Ibunya menyelesaikan pekerjaan, Frans lebih banyak menghabiskan waktu, untuk bermain bersama Danil.
Danil juga sering memberikan Frans mainan, karena Ia tahu jika Frans tidak mempunyai mainan di rumahnya.
Ibu Ambar dan Pak Handoyo juga terlihat sangat menyayangi Frans. Karena anak yatim itu anak yang penurut, baik, sopan, dan juga pintar. Termasuk kedua kakak perempuan Danil juga sudah menganggap Frans seperti adiknya sendiri.
"Frans..."
Suara Ibu Hana memanggil anaknya, saat Ia sudah di dekat pintu ruang tamu keluarga Pak Handoyo.
"Danil, Aku harus pulang, Bunda memanggilku." Pamit Frans, sambil meletakan kembali mainan milik Danil.
Danil menganggukkan kepala seraya berkata, "iya."
Frans berlari kecil menuju ruang tamu menghampiri Ibunya.
"Frans tunggu!"
Teriakan Danil menghentikan Frans. Ia berbalik, menoleh pada Danil yang sedang berlari kecil mendekat padanya.
"Untukmu." Ucap Danil sambil menyodorkan mainan boneka Batman miliknya.
"Danil... kau sudah banyak memberiku mainan, itu sudah cukup.” Frans mencoba menolaknya.
"Tapi ini mainan kesayanganku. Dia pahlawan favoritku." Ucap Danil sambil matanya melihat mainan Batman yang masih Ia pegang. "Dia bisa menggantikanku menjagamu, jadi kamu akan tetap aman, walaupun Aku tidak di dekatmu!" Imbuhnya sambil meraih tangan Frans agar menerima mainannya.
"Terima kasih Danil!" Ucap Frans.
Danil menganggukkan kepalanya sambil tersenyum meringis pada Frans.
Beberapa menit kedua anak itu saling berpandangan, memberikan senyuman khas masing-masing.
"Ayo sayang, sebentar lagi gelap."
Ibu Hana kembali memanggil anaknya, sehingga membuat Frans harus mengalihkan pandangan padanya.
"Danil, Aku pulang." Pamit Frans kembali, yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Danil.
Kedekatan antara Danil dan Frans tidak hanya pada saat mereka masih sekolah TK. Ketika masuk sekolah dasar mereka berdua juga sekolah di tempat yang sama. Frans bisa masuk sekolah bagus dan mahal karena kedua orang tua Danil yang membiayai. Sedang Erlina selalu menjadi pelengkap mereka.
Setelah lulus SD antara Fransisco, Danil, dan juga Erlina juga berada di SMP yang sama, meski berbeda kelas.
Mereka bertiga selalu terlihat akrab, saling menyayangi satu sama lain.
Sesuai janji Ibu Ambar bea pendidikan Frans ditanggung sepenuhnya oleh keluarga Pak Handoyo. Sehingga Frans bisa masuk ke sekolah favorit meski dengan biaya yang lumayan mahal.
Antara Frans, Danil, dan Erlina, mereka berada di satu sekolah sejak, TK, SD, dan SMP. Namun pada saat mereka sudah masuk pendidikan menengah atas ketiganya harus terpisah, karena alasan cita-cita, dan keinginan orang tua.
Danil dan Erlina, mereka berdua masuk di SMA favorit yang sama, dan berada di dalam kelas yang sama pula.
Tapi tidak dengan Fransisco.
Dengan senang hati, Frans menerima tawaran dari Pak Handoyo, untuk meneruskan pendidikan SMA-nya di sekolah Taruna. Atau sebuah sekolah untuk mereka para orang tua yang ingin anaknya menjadi seorang anggota Polisi militer, atau TNI. Meskipun Frans harus hijrah ke keluar kota selama menempuh pendidikan itu.
Mulanya Pak Handoyo ingin memasukkan Danil dan Frans di sekolah yang sama. Tapi sayang, Danil menolak dengan tegas, permintaan Pak Handoyo untuk meneruskan jejaknya, karena suatu alasan.
Dengan berat hati, akhirnya Pak Handoyo, menuruti permintaan anak kesayangannya. Danil. Setidaknya ada Frans yang sudah Ia anggap seperti anak, dan mau menuruti keinginannya.
Lalu kisah mereka dimulai saat kini ketika mereka bertiga, sudah tumbuh dan mulai beranjak dewasa. Saat mereka sudah mulai mengerti, dan mengenal tentang apa yang dinamakan cinta. Saat ketiganya sudah mulai mengalami masa puber, dan perubahan pada bentuk tubuh mereka.
Dan yang sebenarnya, kisah mereka hannyalah sebuah perasaan yang sudah ada sejak mereka masih sekolah taman kanak-kanak. Hanya saja kepolosan pada mereka yang belum mengerti, tidak memahami tentang apa yang sedang mereka rasakan saat itu.
Saat itu mereka hanya tahu merasakan sayang, peduli, dan selalu ingin bersama-sama.
Lalu perasaan itu kini tumbuh, bersemi, dan semakin berkembang di dalam jiwa mereka. Dan perasaan itu semakin menguat, saat mereka harus berpisah karena alasan pendidikan. Mereka baru menyadari bahwa kerinduan itu ada karena terpisah oleh ruang, dan waktu.
Namun karena Frans dan Danil menyadari jika jenis kelamin mereka sama, keduanya mencoba menepisnya. Keduanya terpaksa menganggap jika rindu yang mereka rasakan hanya perasaan rindu terhadap seorang sahabat, yang kini sudah dianggap menjadi sodara.
Tapi berbeda dengan Erlina, gadis kecil yang kini sudah mulai dewasa itu, tidak memungkiri jika perasaan yang sedang Ia rasakan, sebenarnya adalah perasaan cinta. Karena perasaan cinta yang Erlina rasakan, adalah perasaan cinta yang wajar. Hanya saja gadis itu masih belum berani untuk mengungkapkannya.
===
Dua belas tahun kemudian
"Aku sangat yakin, Kau menyukainya Danil." Ucap Meri, setelah Danil menceritakan semua tentang masa lalunya. "Bahkan menurutku Kau juga mencintainya."
"Jangan gila kak, Dia itu temanku, mana mungkin Aku menyukainya, apalagi mencintainya." Danil masih mencoba memungkiri perasaannya. "Aku hanya menyayanginya." Imbuhnya sambil mematikan rokok yang baru ia hisap ke dalam asbak.
Meri menarik napas dalam-dalam lalu Ia hembuskan secara perlahan. Kemudian Ia mengikat rambut panjangnya yang palsu, dengan ikat rambut. "Pertama, kau bilang padaku, kau kasihan padanya sewaktu masih TK, lalu kau akan marah dengan orang yang mencoba mengganggunya, kau juga sudah melakukan banyak hal untuknya. Kau juga tidak suka, jika ada seorang yang dekat dengannya," Meri mencoba mengorek isi hati Danil. "Aku yakin itu adalah perasaan cemburu." Imbuh Meri semakin yakin dengan dugaannya.
Mendengar ucapan Meri, hati dan perasaan Danil menjadi gelisah. Meski hatinya mengiyakan kata-kata pria yang selalu berpenampilan bak wanita itu, tapi tetap saja, Danil mencoba untuk menepisnya.
"Aku hanya bercanda Danil, jangan dianggap serius." Ucap Meri berbohong, untuk melegakan hati Danil. Karena Ia melihat kegelisahan pada wajah Danil. "Lagi pula, berandal seperti kamu mana mungkin sih, jiwanya menyimpang."
Danil hanya tersenyum nyengir, hingga menampilkan deretan giginya yang putih terawat, dan sudah tidak ompong lagi. Karena Danil kini sudah dewasa, dan usianya sudah delapan belas tahun.
"Aku cuma sedang rindu padanya kak. Teman kecilku, itu sebabnya Aku ingin ngobrol banyak tentang Dia."
"Iya... Aku tahu." Jawab Meri seadanya. "Sebentar lagi rindumu terobati, Frans akan pulang besok lusa.”
"Aku tahu itu.”
"Oh iya Danil, Aku dengar orang tua Erlina ingin menikahan Frans dengan Erlina."
"APA?”
Danil terkejut, wajahnya mendadak pucat.
Meri hanya tersenyum simpul, matanya menatap penuh selidik pada wajah tampan Danil. Meri semakin yakin dengan dugaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love (End)
RandomCover by; @LilikCiah {LENGKAP} Militer & Bad Boy. Boy Love. 18++