[01] - Primrose

244 34 10
                                    

January, 2019.

05:50

Jendela kayu dihadapanku terbuka lebar, menyambut kedatangan udara yang masuk kedalam celah-celah disinggahi sarang laba-laba, kuhirup perlahan udara dari dalam ruangan seraya melihat keluar jendela kayu yang sudah usang.

Satu menit setelah merasakan sentuhan udara, aku berharap hidupku akan indah meski untuk hari ini saja. Tidak ada lagi mimpi buruk yang datang di saat tidak tepat, tidak ada lagi ucapan mengerikan yang membuatku merasa ingin mati saat itu juga. Aku hanya berharap, semua berjalan semestinya.

Duduk di lututku, menjagaku, adalah kucing paling jelek di dunia. Hidungnya pesek dan setengah dari satu telinganya hilang. Namun dengan bulu yang cukup lebat, kucing ini sama sekali tidak memiliki kutu. Namanya Chia. Bisa dibilang, dia adalah sahabatku.

Dulu, kucing ini membenciku karena aku hampir mengganggu kegiatan berburunya, menakuti tikus rumah yang menggelikan itu. Perlahan kami cukup dekat saat aku memberinya makanan kalengan mewah. Itu hubungan teromantis antara kami.

"Non Khali, sarapan sudah siap."

Aku menoleh mendapati wanita paruh baya dengan bobot besar tersenyum ramah di ambang pintu. Dia adalah orang pertama yang selalu memusatkan perhatiannya padaku.

Kedua orangtuaku memiliki karir yang cukup mendunia sehingga sedikitpun tak bisa meluangkan waktunya untukku. Mungkin bahkan mereka lupa jika masih ada aku di dunia ini. Mirisnya, yang mereka bilang demi kelangsungan hidupku, mereka selalu mengirimkan cek dengan nominal besar, namun tidak pernah mengirimkan kasih sayang dan kehadiran mereka untukku.

Dan di sisa-sisa hidupku yang payah ini, kuputuskan untuk membenci uang. Akibatnya aku tidak pernah keluar dari rumah jika itu bukan hal penting. Mendadak rasa laparku hilang, digantikan dengan kepayahan yang selama ini kurasakan sendirian.

"Ardan kesini belum, Mbok?" tanyaku pada Mbok Asih.

"Belum, ini kan hari minggu. Mungkin Den Ardan belum bangun."

Tepat setelah aku mengangguk, sebuah ketukan dan suara familiar menungguku di pintu depan. Bibirku tersenyum. Ardan. Manusia setelah Mbok Asih yang lagi-lagi selalu peduli padaku. Kami bertemu saat aku menginjak tahun awal sekolah menengah pertama. Saat kami sama-sama berusia 13 tahun. Dan kebetulannya, kami lahir di tahun dan tanggal yang sama.

Karena tidak ada yang mau berteman dengan gadis pendiam sepertiku. Ardan muncul dan rela menghabiskan waktu berharganya untuk berteman denganku. Tak ada lagi yang berani berbuat jahil padaku karena Ardan akan muncul dari belakang lawan dan menyerangnya.

Dulu tubuh pria itu pendek dan kulitnya hitam sehingga aku menyebutnya kerdil jelek. Tapi karma memihakku. Sekarang tubuhku lah yang pendek dan agak kecoklatan. Melihat Ardan rasanya seperti melihat awan, harus selalu menengadah.

"Ar! Kamu semalem kenapa pulang?!" tanyaku setengah berteriak setelah membuka pintu.

"Biarin orang ganteng masuk dulu," dengan gaya bak artis papan atas, dia berjalan masuk ke dalam rumah.

Ardan duduk di sofa lalu menyalakan tv dengan santai. Semalam dia mengatakan bahwa dia akan menginap, namun sepertinya dia pergi setelah aku terlelap.

"Celine minta dinner. Bisa-bisa dia berubah jadi singa betina kalo aku tolak. Eh, hai Chia," kucing di pangkuanku naik dan tidur di pangkuan Ardan.

Celine adalah kekasihnya. Mereka baru jadian selama satu bulan ini tanpa sepengetahuanku. Meski tak ada hubungan romantis antara aku dan Ardan, tetap saja awalnya aku marah dan tidak terima, karena kupikir Celine akan merebut perhatian Ardan dariku. Aku hanya tidak ingin semua orang yang peduli perlahan menghilang dariku.

Love Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang