dua - tentang rindu

3.5K 103 1
                                    

Tiga hari setelah kejadian yang menyakitkan hati. Hidupku kembali normal, setiap pagi aku berangkat kerja, dan sore hari aku pulang ke rumah. Di beberapa kesempatan aku mengunjungi Rendra dan meminta penjelasan dari apa yang kurasakan. Seperti hari ini, karena pekerjaanku sudah selesai di kantor, aku mengunjunginya. Bukan karena ingin berbagi perasaan, tapi ingin bertemu dengan Tata. Tata mengajakku kongkow untuk sekadar mendengar ceritanya.

Aku sampai di kedai. Terlihat Tata sudah memesan beberapa minuman, termasuk es kopi kesukaanku.

"Ta, sorry gue telat." Aku memeluk Tata, mencium pipi kiri kanannya.

"Alen ke mana aja? Tata tungguin juga?" Tata memiliki panggilan sayang tersendiri untukku. Tata adalah perempuan hebat, penyayang, dan sangat perhatian.

Tata sangat memerhatikan dirinya, bahkan Tata juga memerhatikan diriku yang urak-urakan ini. Di setiap kali aku terlihat kotor, entah oleh jerawat bulanan, atau lupa membersihkan cat kuku warna biru gelap milikku yang sudah berantakan, dia akan mengomel seperti emak-emak kompleks.

Alen, jangan pakai foundation kalau lagi jerawatan.

Alen, kukunya dipotong baru diwarnain lagi.

Alen, rambutnya dicatok coba!

Alen, bla...bla...bla...

Terlalu banyak yang Tata perintahkan untukku, membuat telingaku kebal, dan tahu apa yang akan dikatakan saat ada yang salah dengan penampilanku. Begitu juga hari ini, aku lupa, bertemu dengannya menggunakan sandal jepit, sedangkan pakaian kantorku seharusnya dilengkapi dengan sepatu ber-hak tinggi.

"Alen, udah dibilang kalau pakai blazer, dan setelan begini, minimal Alen pakai flat shoes, jangan sandal jepit doang." Gerutu Tata sambil sibuk merapikan rambut hitam panjangnya itu.

"Ta, udah ya? Tadi gue udah ribet sama urusan kantor, udah kejebak macet juga di simpang lima, jadi stop ngeribetin gue. Okay?" ujarku duduk di sebelahnya. "Ini kopi gue, kan?" tanyaku sembari mengaduk segelas es kopi.

"Tata nggak suka kopi, jadi siapa lagi yang mau minum kalau bukan Alen?" wajahnya merengut, seperti ikan makarel.

Mungkin dia kesal karena aku tidak mendengarkan perintahnya perihal sepatu dan pakaian yang kukenakan. "Ta?" aku mengetuk kepalanya. "Kenapa lu?" tanyaku.

Tata menyingkirkan tanganku dengan segera, lalu mengubah posisinya, kami berhadap-hadapan sekarang.

"Tata lagi galauuuu Alen. G A L A U! GALAUUUU!" Tegasnya.

Melihat mimik wajahnya, hampir saja aku tersedak karena menahan tawa di sela meminum es kopi pesanan Tata. Sebelum aku menjawabnya, Rendra datang, dan seperti biasa, dia membawakanku sepiring kue cokelat, tidak lupa – di mana ada Tata dan Rendra, di situ juga perang dunia ketiga terjadi.

"Ngapain lu di sini, cewek Hybrid?" ujarnya. Aku yang sedari tadi masih tertawa karena melihat wajah Tata, semakin dibuat tertawa karena bully-an Rendra kepada Tata.

"Ish!" ketus Tata sembari melempar sedotan jut alpukat miliknya ke arah Rendra. "Alen juga! Ngapain malah semuanya ngetawain Tata?!" wajah Tata semakin lucu. Aku sampai gemas dan memeluknya dengan erat.

"Heh, cewek Hybrid! Gimana dia (menunjuk aku) nggak ngetawain lu, muka lu aja minta diketawain!" ujar Rendra dengan nada polosnya.

"Okay, okay, okay. Stop Ren." Aku mencoba menghentikan perdebatan mereka. "Jadi katanya si Tata lagi G.A.L.A.U! GALAU! Gimana kalau sekarang kita rencanain liburan, yang deket aja, mumpung bulan ini banyak tanggal merah. Bener nggak?" entah dari mana aku bisa mendapatkan ide tersebut. Ide gila yang sebenarnya akan membuatku kewalahan karena harus menghadapi dua manusia yang tak bisa mau mengalah ketika berdebat ini.

Alena's SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang