1

4.3K 87 3
                                    

Aku mencintainya atas namamu ya allah.

Yang aku rasakan sekarang begitu aneh rasanya, saat dimana dengan mudahnya aku berharap pada manusia, bukan padamu ya allah.

Selama ini, pikiranku selalu di penuhi dia yang bukan muhrimku. Aku sadar, aku telah berdosa ya allah. Maka, bisa kah kau membantu ku untuk menjabah doa ku untuk menjadi seorang pelengkap dalam hidupnya.

Aku tau ini terlalu memaksa.

Bagaimana menurut kalian mengenai cinta dalam diam, mungkin setiap orang pernah merasakan apa yang ku rasakan ini, mencintai seseorang yang hanya bisa melihatnya dari jauh tanpa adanya tegur sapa saat saling bersama.

Aku mencintainya melalui pandangan pertama, saat ia mengunjungi apotik ku. Tutur bahasa dan kesopanannya membuatku mengaguminya cukup dari jauh saja.

Kadang kala aku berpikir, seorang gadis sepertiku tak pantas bersanding dengan pria sepertinya yang terlihat sempurna untuk seorang gadis yang imannya masih lemah. Kadang kala juga aku harus berfikir untuk tidak selalu memikirkannya, karena mungkin saja ia telah mempunyai seorang perempuan yang telah ia jaga.

Aku sudahi aksiku melihat ke arah jendelaku yang mengarah langsung kerumah sakit yang sekarang tempat ia bekerja. Aku membenarkan niqabku lalu membenarkan tanda toko dibuka di depan pintu tokoku.

"Assalamualaikum, obat Paracetamol -nya ada ?"

Langsung saja aku mengambil obat paracetamol yang tersusun rapi di dalam lemari transparan apotik milik abi. Aku menyerahkannya obat kepada ibuk itu yang lalu disusul dia memberikan uang yang pas dengan harga obat paracetamol kepadaku.

Aku sempat terlupa, aku harus pergi ke taman kanak-kanak pagi ini. Anak dari kakakku di sekolahnya ada acara. Maka pulang sekolahnya akan lebih cepat. Langsung saja aku mengambil kunci mobil lalu menuju taman kanak-kanak tempat anak kakakku berada. Kakakku tak bisa menjemput anaknya karena ada rapat dikantornya yang setiap karyawan tak boleh pulang sebelum hal yang di perbicarakan selesai.

Aku mengemudi dengan berhati-hati sambil menikmati suasana kota tanjung pinang yang segar. Aku akhirnya sampai di tempat tujuan, aku tidak melihat Nara, anak dari kakakku. Mungkin saja ia sedang bermain di dalam bersama teman-temannya.

Aku memasuki halaman sekolah yang di penuhi dengan anak-anak yang seumuran dengan Nara. Aku masih saja melirik sana-sini, mencari keberadaan Nara. Anak itu selalu membuat orang tua khawatir dengan kelakuannya yang terlampau lincah.

"Umi ... Bisa bantuin Ana? " tanya gadis kecil itu sambil menarik gamis ku, sontak aku mendongak ke arah bawah, sungguh aku sangat terkejut dengan apa yang dia ucapkan, atau apa yang aku dengar tadi salah ? anak itu telah memanggilku dengan sebutan "umi".

Matanya sembab dan dipenuhi dengan genangan air dipelupuk mata dan juga dipipi. Aku langsung saja berjongkok kearahnya, "Iya, ada apa sayang, Ana mau dibantuin apa? " tanya ku, sambil mengusap air matanya.

"Abi Ana belum datang Umi, Umi bisa nggak temenin Ana sebentar saja, sambil nungguin abi ?" Ucapnya agak memelas.

Aku mengusap puncak kepalanya yang dilindungin dengan jilbab, "Hm... Boleh, tapi bantuin Umi ya, nyariin keponakan Umi."

Dia mengangguk, lalu mengandeng tanganku untuk masuk lebih dalam kehalaman sekolah yang lumayan cukup luas, anak-anak seusia Nara sibuk berlalu-lalang. Tapi Nara tak kunjung datang.

"Bunda... " Nara memelukku dengan kencang.

"Eh, kamu dari mana saja sayang? Bunda dan Ana cariin kamu loh."
Kataku sambil mencium kening nara.

La Tahzan imamku (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang