2

1.5K 47 0
                                    

Menerima segalanya dan selalu bersyukur kepada allah yang maha adil

Rumah sakit yang kunjungi sekarang sungguh besar ternyata bila di telusuri lebih dalam, terdapat banyak ruang inap didalamnya. Aku telah mengurus berkasnya dan masalah lamaranku di rumah sakit ini, alhamdulillah aku diterima dirumah sakit sebagai perawat. Aku masih berkeliling disepanjang koridor, besok aku sudah mulai bekerja.

Anak-anak kecil berlarian kesana-kesini, sesekali mereka dimarahi oleh orang tuanya karena membuat rusuh serumah sakit. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan anak kecil yang berlarian tadi sebab sudah biasa bila anak kecil kerjaannya hanya bermain, bukankan kita seperti itu dulu.

"Assalamualaikum."

Aku mendongak kearah suara itu berada, yang ketemukan ada dokter bahtiar di sana. Ia tersenyum kearahku. Aku membalasnya senyumnya sekilas saja.

"Waalaikumsalam dokter." Kataku.

"Selamat ya, sekarang kamu sudah menjadi keluarga dari rumah sakit kami." Katanya memberi ucapan selamat kepadaku, aku menganggukkan kepalaku, dan tidak lupa mengucapkan, "Terimakasih dok."

Aku tak tahu harus mengucapkan apa lagi ke dia, sekarang keadaan kami sangatlah canggung, tak ada pembicaraan yang terucapkan sepatah katapun. Aku hanya menghela napas dan berniat untuk mengucapkan undur diri karena ada hal yang sibuk sebagai alasan.

"Umi..." Suara anak kecil itu membuat ku terkejut dan memelih melihatnya secara fokus, ternyata Ana lah yang memanggilku.

"Eh ana, dengan siapa kesini ?" Tanyaku, aku berjongkok di hadapannya. Keadaannya sekarang lebih baik dari pada yang kemarin, sekarang ia lebih ceria.

"Dengan nenek, umi." Kata Ana, sambil menunjuk neneknya yang berjalan kearah kami.

Aku mengucapkan salam dan mencium tangan ibunya dokter bahtiar, ibunya orang yang sangat baik ku rasa, ramah dan tidak pelit tersenyum ke semua orang. Setelah beberapa lama memperkenal kan diri masing-masing akhirnya ibu Haura membuka pertanyaan yang membuatku ragu menjawabnya.

"Kok bisa sih Ana memanggil kamu umi, Oraida ?" Tanya ibu Haura, ibu dari Bahtiar. Dia sedikit terkekeh.

"Gak tau buk, mungkin Ana melihatku dengan pakaian berniqab ini menganggap panggilan umi lah yang pantas." Kataku sedikit terkekeh.

"Gak kok umi, umi mirip umiku." Katanya. Ucapan ana membuat hati kecilku berdesir.

"Ana jangan kek gitu, umi kamu kan udah ada disurganya allah. Jadi kamu harus ikhlaskan ya." Aku hanya bisa tertunduk dengan keadaan ini, kasihan sekali nasib ana.

"Umi, kapan-kapan umi main kerumah Ana ya ?" Pintanya kepadaku, aku hanya mengangguk dengan ucapanya.

"Baiklah, umi pulang dulu ya sayang. Karena ada urusan." Ucapku, aku mencium kening Ana, lalu dilanjuti dengan mencium tangan buk haura.

Aku hanya bisa menyatukan telapak tangan ku di ke arah pak Bahtiar lalu melanjutkan dengan berjalan kedepan pintu rumah sakit, hari ini kurasa sangat menyenangkan bisa bertemu bahtiar, bu haura dan ana, ternyata mereka orang yang sangat baik dan ramah.

🏥

Setelah membantu umi membersihkan meja makan, aku kembali kekamar untuk membersihkan diri, badanku sedikit lengket karena berkeringat. Setelah membersihkan badan aku akan pergi kekamar abang sebentar karena ada bingkisan yang akan dikasih disana.

Aku berjalan kearah kamar abang dengan niqab yang masih setia di wajahku. Aku mengetuk pintu abang sesekali aku mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam, kenapa zura?" Tanya kakak masih di ambang-ambang pintu kamarnya.

La Tahzan imamku (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang