"Sebelum hati aku nyaris penuh karena kamu, mulai hari ini ..."
"Aku berhenti untuk kamu, Anoushka."
Benda ilusi tajam seakan menghantam hatiku dengan ribuan tusukan, tak ada yang bisa mengobati atau menyatukan serpihan pecah belahnya itu. Tanganku tiba-tiba gemetar ingin mengepal tetapi sudah lemah duluan. Otakku memerintahkan untuk tidak menangis, tahan tangismu dengan menggigit bibirmu dengan kuat, pintanya. Tapi aku ini wanita perasa, tahu hatiku sudah hancur bagaimana aku bisa menahan air mata untuk merintih pilu akan kematian rasa dihati. Tiap detik ku gunakan untuk setetes air mata yang berhasil keluar dari perangkapnya.
"Aku akan pergi jauh dari kamu, jangan nangis ya." Aksa menghapus butir bening yang sekarang makin menjadi derasnya kemudian mengecup keningku.
"Kenapa kamu kembali kalau akhirnya kamu pergi lagi! Apa semesta merencanakannya serumit ini?"
"Kamu yang membuatnya rumit, Anoushka. Dari awal, kamu sudah ragu untuk menyapaku lagi. Kamu dihantui bayangan akan ketakutan yang terjadi setelah pertemuan pertama itu."
"Eng-enggak gitu ..." Seketika nyaliku ciut untuk melawannya. Mungkin ada benarnya perkataan dari Aksa tadi malahan lebih dari itu ketakutanku menjadi beban jika bersama dengannya.
"Kamu takut kalau aku enggak nerima kamu, kamu takut aku ninggalin kamu, itu yang ada dipikiran kamu kan? Sedangkan aku, sedikitpun itu enggak pernah terlintas dipikiranku."
"Sampai akhirnya, aku tahu kalau Rama suka sama kamu. Aku udah tahu sebelum Naufal cerita tadi siang. Mungkin dia yang pantas sama kamu, mungkin kamu juga suka sama dia. Jadi ini waktu yang tepat untuk pergi.""Dari tadi kamu selalu nyalahin aku tanpa kamu sadari kamu juga melakukan kesalahan, Aksa! Kamu ninggalin aku untuk mencari Martha, bahkan kamu enggak ada disamping aku saat aku tenggelam di kolam bernang! Kamu kemana waktu itu? Kamu orang pertama yang aku cari malah tidak ada disisiku saat itu."
"Karena aku tahu enggak akan ada harapan untuk aku masuk kehatimu. Perjuangan aku sudah melampaui batas sabar saat itu. Aku bingung akan kamu, kamu susah diisyaratkan dengan rasa. Jadi, aku biarkan saja Rama yang mengambil peluang itu."
"Apa waktu itu kamu ada disana?" Tanyaku curiga.
"Ya. Tapi, gerakku kalah cepat dengan kekhawatiran Rama yang membuat dia langsung terjun kedalam kolam untuk nyelamatin kamu. Pas bukan? Disaat aku mau pergi ada Rama yang mau jagain kamu, aku dengar dia ngomong itu waktu gendong kamu keluar dari tempat kejadian menuju mobil."
"Aksa, aku cuma-" Belum ku selesaikan kata ini, dia langsung memotong.
"Terimakasih penolakan halus untuk cintaku, izinkan aku pamit." Aksa melambaikan tangan kanannya mengiring langkah kepergiannya.
Sekarang aku hanya menutupi muka, malu dengan semesta karena yang ia lihat selalu saja tangisan bukan tawa, canda, atau bahagia dariku. Mungkin ia sudah jenuh denganku, mungkin juga ia akan pergi dariku karena malas menyinari orang yang penuh dengan penyesalan saat semua telah berakhir.
"Sebenarnya aku cinta sama kamu, Aksa." Gumamku pelan sembari menyoroti kepergian Aksa dari sisi jemari yang menutupi mata.
Persahabatan kami dimulai dari perkenalan singkat yang membuatku percaya akan ketulusan menjadi tonggak utama sebuah ikatan. Setiap hari kejutan kecil tak lepas dari pemberiannya, perihal ini senyumku selalu mekar menawan. Jika aku menunjukkan wajah sedih ia langsung melakukan hal konyol akut bahkan ia sempat berjanji kepadaku untuk membuatkan aku rumah pohon. Setiap malamnya aku selalu mengingat janji indahnya, aku berdoa supaya kami cepat besar agar Aksa bisa membuatkanku rumah pohon.
Tapi, aku benci suasana pagi dihari itu. Saat aku bangun dari kelelapan malam, aku berharap hari itu jadi menyenangkan, aku bisa melihat pertumbuhan Aksa yang semakin besar supaya janjinya itu terwujudkan. Dengan cepat aku mendorong kursi rodaku kerumah Aksa, sampai didepan rumahnya senyum tipis yang bisa ku timbulkan. Rumahnya terkunci, sudah beberapa kali ku jerit namanya tetapi satu insan pun tak ada yang keluar. Ternyata aku tertipu oleh janjinya, dia pergi jauh ke suatu negara di bagian Eropa. Kalian sudah tahu kan apa yang terjadi, karena selanjutnya dari bagian ini sudah ku ceritakan dibagian sebelumnya. Aku memberontak bahkan kakiku menjadi sasaran, setiap malam aku menangis meratapi malam yang berkelip dihiasi bintang dan bulan berdoa supaya dia cepat pulang, hingga namanya terhapuskan diingatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twiphoria
Teen FictionAku memang sinar dari antera dunia, tetapi kenapa semesta menghilangkan mereka? Bagaimana ceritaku ini wahai Twiphoria? Jangan katakan ini sedih/bahagia. Anoushka Silampari ; Awalnya sinarku hanya terpancar untuk menerangimu tetapi setelah datang ta...