PROLOG

106 43 70
                                    

Awal rintik di desember.
Mendung tidak selalu mengundang rintik,
Kadang juga rintik langsung berubah menjadi
butir air besar dan jatuh lebih banyak ke bumi
tanpa izin dengan mendung dan langit biru.

Begitulah tetesan air mata,
Ia tidak pernah izin dengan sang pemilik mata
Jika ia ingin mengeluarkan mutiara bening yang berbentuk butiran air,
Ia hanya berkolaborasi dengan perasaan,
Jika perasaan memilih untuk tertawa
Mata langsung berbentuk setangah lingkaran
Jika perasaan tergores dengan luka
Seakan sudah terkait rasa, mata mulai meneteskan air mata.

Disetiap cerita,
Harus ada tokoh utama,
Kadang sang tokoh selalu mendapat peran yang terlukai.

Tetapi, ia harus tetap menampilkan senyumnya kepada sang pembaca,
Supaya sang pembaca tidak membuang waktu tidurnya
Untuk mengkhawatirkan si tokoh utama.

Setelah berlalu dimasa itu
Kini kita telah berbeda dunia
Maafkan aku tengang pilu dan luka yang telah tercipta.
Aku menangis karena kamu telah hilang dari bumi dan tersenyum di langit.
Kamu cepat sekali pergi, saat aku ingin menatapmu lagi.

Ini ceritaku yang campur aduk
Tidak jelas arahnya kemana,
Mau menyusulnya atau tetap disini bersama mereka.
Aku gelisah.

Hai rembulan,
Apa yang ku tulis di malam ini?
Aneh, semuanya langsung saja terukir lewat tinta pena.
Tanpa perasa, pemikiran, dan penghayatan.
Ini selalu menjenuhkan.

Rintik malam, ini aku si tokoh utama,
Sinar rembulan.

Fajar ini rintik hujan sedang membasahi kota Palembang. Belum ada kegiatan yang dimulai termasuk aku yang masih menarik selimut dan mengerucutkan tubuhku yang sudah terkontaminasi udara sejuk dari sang fajar. Mencoba menutup mata lagi, tetapi ia tak berpihak kepadaku. Otakku mulai bekerja seperti mesin pengaturan, mengurutkan hal apa saja yang harus ku lakukan hari ini, diawal desember yang mengundang rintik hujan. Mengingat-ingat ada satu yang terlupa dibagian pertama yang harus aku lakukan. Hari ini, hari ulangtahunku?! Hampir saja gadis manja ini lupa mengenai hari yang dulu ia masih menjadi bayi yang merengek jikalau kelaparan.

Aku melawan ego untuk tetap bermalas-malasan diatas surga dunia ; kasur. Kasur adalah tempat dimana tubuh terbaring dan langsung malas untuk melakukan sesuatu seakan ia berbisik untuk tetap disini memberi perintah untuk beristirahat karena hari sulit yang akan diperangi perlu senjata yang kuat. Aku menarik kursi roda yang tak jauh dari kasur. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa kursi roda? Ada apa sebenarnya, Anoushka? Sang pembaca, jangan kecewa denganku. Anoushka mu ini adalah seorang gadis lumpuh yang harus melawan hidup di kursi roda dan mengejar cita-citanya dengan kekurangan yang dimiliki, bahkan jika melihat orang berlalu-lalang menggunakan kendaraan saja aku selalu berpikir untuk apa diciptakan sepasang kaki jika mereka memprioritaskan kendaraan? Mungkin biar cepat sampai tujuan ya? Tak apa jika itu alasannya, sebab aku tak pernah tahu rasanya karena hidupku ini seperti mesin atur. Tidak pernah bebas. Aku tidak bisa berlari seperti kalian, yang aku bisa hanya berlari menjauh dari angan-anganku untuk menjadi seperti gadis normal.

"Selamat pagi, sinar rembulan."

Kalian tahu itu siapa? Dia adalah kakakku, usianya beda 3 tahun denganku. Romantis. Menggambarkan sosok yang sekarang sedang membelai rambutku yang terurai panjang. Yang aku banggakan darinya ia berhasil mendapat beasiswa kedokteran di Universitas Sriwijaya salah satu universitas yang aku impi-impikan itu. Dia juga tak pernah malu mempunya adik yang cacat sepertiku, malahan setiap waktu kasih sayangnya bertambah kepadaku. Setiap gelap malam sampai fajar, ia selalu begitu, bukan hanya membelai rambut ia juga selalu mengecup keningku dan mengucapkan beribu-ribu selamat tidur dan selamat pagi tak lupa panggilan sayangnya untukku ; sinar rembulan.

TwiphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang