.
"Kamu manusia biasa, punya hati yang bisa setiap saat tersakiti, punya harga diri yang harus dilindungi."
.
.
~Happy Reading~
..
Kulihat kamu yang masih setia memandang bintang-bintang. Pandanganmu terlihat sangat mengangumi langit, yah aku tahu, karenaa kamu pernah bercerita, bahwa kamu sangat suka melihat langit di malam hari.
Tiba-tiba kepalamu menengok dengan cepat ke arahku. Diriku lantas gelagapan karena ketahuan memandangimu terlalu lama.
Kulihat kamu terkekeh pelan, "Ada apa Iren? Kamu ingin mengatakan sesuatu,kan? Jangan malu, aku nggak gigit."
Seperti biasa, kamu sangat peka terhadap sekitar. Aku jadi heran, darimana orang-orang mengatakan kalau cowok itu tidak ada yang peka? Buktinya, akmu bahkan lebih peka disbanding aku.
Aku menunduk. Rasanya malu ingin menanyakan ini. Tapi, aku sudah penasaran akan hal ini sejak pertama kita bertemu, sekitar 2 tahun yang lalu.
"Ada apa Iren? Tanya saja jangan malu-malu."
Aku pun memantapkan diri, dan segera menulis sesuatu dibukuku.
"Kenapa kamu ingin menjadi temanku ketika pertemua pertama kita? Maaf, kalau aku kepo."
Kamu lagi-lagi terkekeh, dan kali ini mengacak puncuk kepalaku. Itu perilaku yang sederhana yang kamu lakukan untukku, tapi rasanya pipiku selalu panas jika kamu melakukannya.
"Hmmm, kenapa, ya? Mau tau aja, atau mau tau banget?!" tanyamu dengan senyum jahil yang sangat kentara di wajahmu itu.
Aku mengembungkan pipiku enggan menjawab. Karena,aku tau kamu pasti tau.
"Wkwkwkwk, nggak usah cemberut kali. Iya deh, karena kamu hari ini cantikk banget, aku bakalan kasih tau." katamu yang sepertinya lebih mirip gombalan.
Ah, sial. Pipiku terasa panas lagi, kali ini dadaku ikut bergemuruh hebat juga. Dasar, ini benar-benar tidak adil!
"Kamu tau? Saat pertama kali aku ngeliat kamu, aku rasanya nggak bisa berkata-kata. Aku...., terpesona."
Hah?
Aku, nggak salah dengar'kan?
"Dan ketika mengetahui fakta kalau kamu nggak bisa ngomong, rasa terpesonaku bukannya hilang, tapi bertambah menjadi rasa ingin melindungimu. Aku merasa kamu seperti kaca yang sangat cantik, tapi juga sangat rapuh disaat bersamaan."
"Ini mungkin terdengar seperti perkataan yang dibuat-buat oleh diriku yang bahkan masih bocah hahahaha, tapi ppercayalah, aku bersungguh-sunggguh."
Rasanya air mataku ingin menetes saat ini. Kamu selalu mengerti keadaanku, karena kamulah hari-hariku menjadi bahagia, terima kasih.
Iya, itu mungkin terlihat mustahil untuk anak SMA kelas 11, tapi aku menggeleng cepat, kamu masih bocah,iya. Tapi kamu, bocah yang dewasa.
Kini pikiranku kembali melayang, saat untuk pertama kalinya, ada seseorang yang mengajakku ke rumah mereka. Bukan sebagai pajangan untuk foto kelompok bareng, ataupun jadi pembantu dadakan, tapi sebagai anggota kelompok yang turut aktif. Disitu, aku merasa diriku sangat berharga, terima kasih.
Dan yah, orang itu adalah kamu, Aksa.
***
Aku menarik tanganku kuat dan itu sukses menghentikan langkah panjangmu yang bersamaan dengan genggamanmu pada telapak tanganku.
"Ada apa Iren? Kenapa berhenti?" ksmu bertsnys dengsn bingung.
Kulepas tanganku dari genggamanmu dan segera mengambil buku dan pulpen.
"Kita hari ini mau kerja kelompok'kan? Kenapa nggak ngajak yang lain?"
Kusodorkan tulisan itu kehadapanmu, dan kamu hanya diam seakan menyembunyikan sesuatu. Kenapa aku bisa tau? Karena jujur, ekspresimu sangat mudah untuk ditebak.
"Jawab Aksa!"
Kamu membuang napas kasar. Wajahmu terlihat tidak bersahabat. Apa aku mengatakan hal yang menyinggungmu?
"Mereka nggak usah diajak Iren."
"Kenapa?"
"Jangan tanyakan itu padaku Iren, seharusnya aku yang bertanya padamu!"
Aku bingung. Sungguh, aku tidak mengerti dengan arah pembicaraan kamu Aksa, kenapa sekarang aku yang harus menjawabnya?
"Aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka," kamu berhenti sesaat, menimang ingin melanjutkan atau tidak, tapi pada akhirnya kamu pun melanjutkannya, "apa kamu pernah kerja kelompok bareng mereka, yang benar-benar kerja kelompok bareng mereka? Bukan kerja kelompok dengan tanda kutip?!"
Aku terbelalak mendengar hal itu dari Aksa. Apa kamu sudah tahu?
Aksa, kenapa kamu mengetahuinya secepat ini?
Aku menunduk. Nggak menjawab pertanyaanmu. Wajahmu sekilas tadi terlihat marah dan kesal. Aksa, apa kamu marah akan fakta itu? Kenapa? Aku bahkan bukan siapa-siapamu.
"Skarang kamu mengerti'kan? Kalau begitu, ayo!"
Kamu pun menggenggam kembali tanganku dan melangkah, tapi unyk yang kedua kalinya aku menahan langkahmu.
"Ada apa Iren?"
"Aku tidak apa-apa." Kuperlihatkan bukuku di depanmu sambil menatap matamu yang hitam gelap.
Kamu memasang wajah yang teramat bingung.
"Aku tidak apa-apa jika harus bekerja dengan tanda kutip seperti yang kamu katakana. Asal, pekerjaan ini bisa kita lakukan bareng-bareng. Aku tidak ingin jadi beban untukmu."
Kamu membuang napas kasar. Lalu memegang kedua pundakku, dan balik menatap mataku dengsn serius.
"Kamu tidak akan jadi beban untukku, karena kita berdua akan mengerjakan ini bersama-sama. Dan meskipun aku sendiri yang mengerjakannya pun ini bukan sesuatu yang sulit. Yang sulit adalah, ketika melihatmu benar-benar diperlakukan sebagai pesuruh-suruh saat kerja kelompok nanti. Iren, membayangkannya saja aku tidak sanggup. Kamu manusia biasa Iren, punya hati yang bisa setiap saat tersakiti, punya harga diri yang harus dilindungi. Sudah cukup di masa lalu kamu diperlakukan seperti itu. Sekarang ada aku, dan aku akan melindungimu. Aku sakit jika melihatmu terluka."
Hatiku mencelos mendengar penuturanmu.
Air mataku pun lolos dari pelupuk mataku dan terjun bebas ke bawah. Aku terisak pelan tanpa suara. Kamu gelagapan, tapi aku tidak perduli.
Aku benar-benar tidak bisa melukiskan bagaimana yang kurasakan saat ini. Setelah bertahun-tahun diperlakukan dengan semena-mena oleh orang lain karena kekurangan yang ada padaku. Kini, kamu seperti penolong yang dikirim langsung oleh Tuhan padaku.
Terima kasih sudah mengatakan kata-kata seindah itu, Aksa.
Kali ini aku tidak ingin ge'er. Tapi, aku akan bedoa dihadapan Tuhan untuk memohon kepadanya agar dirimu ditempatkan bersamaku lebih lama lagi.
Terima Kasih, Aksa, beban itu benar-benar berkurang dihatiku.
Terima Kasih.
.
.
.
.TBC
Sama-sama Iren 🤣
Terima Kasih sudah baca!!

KAMU SEDANG MEMBACA
GLASS BEAD [TAMAT]
Teen FictionTAMAT Gadis itu merasa, kehidupannya di dunia ini akan terus seperti ini. Diperlakukan tidak manusiawi, tidak dihargai, dan tidak diterima sampai kapanpun. Namun, kehadiran cowok baru mengubah hidupnya 180 derajat. Pemuda itu menerimanya dengan t...