.
.
"Jangan membuatku takut, karena aku sudah mempercayaimu."
.
.
~Happy Reading~Itu adalah hal kedua yang membuat dadaku bergetar.
Aksa, kehadiranmu memang masih baru, tetapi kamu sudah membuat diriku terasa berguna. Terasa dihargai, dan terasa istimewa.
Aku jadi ingat. Tiba-tiba, malam itu, kau menghilang. Aku mencarimu kemana-mana. Langit sudah gelap, dan yang berada dipikiranku kala itu adalah, kamu sama saja seperti orang lain di dunia ini. Dan bahkan, kamu lebih licik. Mendekatiku dengan tampang baik, dan ternyata menusukku dari belakang.
***
Aksa, sudah kubilang aku nggak mau ge'er padamu! Aku masih ingin sadar diri dengan realita yang ada.
Malam minggu kedua sejak kamu menjadi murid baru di kelasku, dan tiba-tiba kamu mengajakku jalan-jalan.
Kenapa?
Sebenarnya apa yang kamu pikirkan tentangku? Sungguh, aku sangat ingin tahu.
"Gwimanwa? Kwamu mwau gwak, Irwen?" katamu kala itu yang dimulutmu masih ada batagor yang belum habis, namun kamu sudah nekat berbicara.
"Ditelan dulu makanannya, nanti kamu kesedak. Nggak baik makan sambil ngomong."
"Ah, nggwak apwa-apwa ko—uhuk uhuk"
Secepat kilat kusodorkan air minum ke arahmu, dan kamu mengambil dan langsung meneguknya dengan cepat.
Kamu menaruh gelas air minum itu dengan puas saat batukmu reda. Dan kamu malah nyengir lebar saat bertatapan denganku.
Aku menghela napas, "Sudah kubilang,kan?"
"Hehehehe. Iya maaf. Aku salah." Sahutmu sambil menggaruk belakang kepalamu lagi.
Aksa, biar kutebak. Apa kamu selalu menggarung belakang kepalamu saat kamu gugup?
"Jadi, gimana Iren?? Kamu mau gak?"
Aku menatap manik matamu dengan serius, "Kamu yakin ngajak aku?"
Kamu mengangguk penuh semangat membaca tulisanku, "Iya, sangat yakin!"
"Kenapa?"
"Pengen ajah. Gimana mau gak? Mau yah, yah, yah?"
Kini wajahmu sudah menampilkan raut yang memohon sangat, dan aku tidak tega. Akhirnya aku menganggukkan kepalaku lalu tersenyum.
Kamu terlihat sangat senang, dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Kenapa Aksa?
Kenapa kamu malah berterima kasih padaku? Seharusnya aku yang berterima kasih padamu, yang sudah mengajakku jalan-jalan. Ini adalah kali pertama aku diajak jalan-jalan oleh seseorang semenjak kematian ibuku, karena ayahku seakan membenciku dan tak pernah mengurusku lagi.
Hanya menanyakan uangku masih ada atau belum, yang dianggapnya sebagai tanggung jawabnya.
Ayah, ah aku mengingatnya lagi. Apa dia masih sehat-sehat? Apa dia makan teratur? Apa dia tidak bekerja terlalu keras di luar sana?
Ayah, jagalah kesehatanmu. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Aku mengerti seberapa berat beban yang ayah tanggung. Ayah, maafkan aku. Aku sangat tidak berguna, aku hanya bisa jadi bebanmu saja.
Ayah, aku masih sangat berharap ayah kembali seperti dulu. Saat ibu masih ada. Aku ingin ayah mengajakku jalan-jalan seperti dulu dengan gembira seperti saat ibu masih hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
GLASS BEAD [TAMAT]
Teen FictionTAMAT Gadis itu merasa, kehidupannya di dunia ini akan terus seperti ini. Diperlakukan tidak manusiawi, tidak dihargai, dan tidak diterima sampai kapanpun. Namun, kehadiran cowok baru mengubah hidupnya 180 derajat. Pemuda itu menerimanya dengan t...