Prolog

6.4K 364 5
                                    

Bukalah mata dan lihatlah langit Tokyo yang sedang baik-baik saja. Biru yang luas tanpa awan, membuat suhu meninggi daripada beberapa bulan lalu. Mulai menghangat dan membuat bersemangat. Memang seperti ini kala musim semi telah menyapa.

Bunga sakura akan mekar minggu depan, itu yang dikatakan pewarta berambut panjang bergelombang yang begitu cantik di televisi tadi pagi. Bunga berwarna merah muda itu menjadi salah satu kesukaan Hyuuga Hinata. Apalagi semenjak ia bertemu anak laki-laki itu. Dua puluh tahun lalu.

"Hei, aku Hinata," ujar gadis kecil sembari mengulurkan tangan kanannya kepada anak laki-laki yang duduk di kursi roda. Ia sedang menikmati hari di bawah pohon sakura yang tengah mekar. Menutupi muka dari sinar matahari yang lama kelamaan menyengat.

Wajah tampan anak itu menampilkan lekuk terkejut melihat seorang bocah dengan topi wol kelabu—yang entah berasal dari mana—membawa infus beserta tiangnya dan menjulurkan tangan mencoba berkenalan.

Sepersekian detik kemudian anak laki-laki itu langsung melarikan diri, memacu kursi yang bisa digerakkan itu meninggalkan Hinata yang terpaku menatap tangan kecilnya.

"Kenapa semua anak laki-laki tidak bisa diajak bersenang-senang, ya?" Bibirnya manyun yang seketika membuat wajah itu bertambah imut.

Namun bukan Hinata namanya jika ia menyerah pada percobaan pertama. Ia bahkan mengepalkan tangannya di udara, sudah final keinginannya berkenalan dengan bocah laki-laki tadi.

Keesokan hari, tetap sama. Hinata kembali memperkenalkan dirinya kepada anak laki-laki itu. Tapi kali ini ada yang berbeda. Dia membawa onigiri! Tereretetet! Dia yakin 1000% anak itu akan mau diajak berkenalan.

"Jangan ganggu aku," ujar anak laki-laki itu lalu pergi dengan lajunya. Lagi-lagi Hinata ditinggalkan. Makin menjadilah keinginannya. Menggebu-gebu bahkan hanya demi nama anak kursi roda itu.

"Dia itu manusia apa bukan, sih? Masa tidak tergiur sama ini," ucap gadis yang kini rambutnya diikat dua itu. Tapi ia tetap memakai topi wol kesukaannya. Dengan kekecewaan, Hinata mengunyah sendiri nasi kepal dengan rumput laut yang dibelikan Ibu.

Walau pasien anak di rumah sakit tersebut cukup banyak, namun tidak ada yang mau berteman dengan Hinata yang penakut. Hinata tidak bisa sok akrab dengan anak-anak lain yang sudah saling kenal. Dia tak terbiasa bergabung dalam lingkaran, lebih suka memiliki satu teman yang mengenalnya luar dalam.

Hingga ia mendapati anak laki-laki berwajah datar itu sendirian dari tiga hari yang lalu. Di pikiran Hinata kecil, mungkin karena sama-sama kesepian dia dan anak itu akan menjadi teman yang hebat. Tapi ternyata tidak. Itu omong kosong saja.

"Hahahaha, kau lucu sekali Hinata-chan," Masayuki, dokter tetapnya tertawa mendengar penuturan dari pasien imut satu ini. Hinata menceritakan semua keluh kesahnya tentang anak laki-laki itu. Dan tentu saja dengan mulut maju beberapa senti.

"Sensei yakin kamu harus berjuang lebih keras. Dia pasti akan luluh!" Seru dokter perempuan berusia 28 tahun itu kepada Hinata. Sedang manusia di depannya hanya mengerjap-kerjapkan mata.

"Sensei tidak berbohong, kan?" Tanya Hinata dengan wajah tidak percayanya. Pipinya menggembung, alisnya bertaut dan bibirnya makin mengerut gemas.

THE FALLEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang