XI

3K 236 22
                                    

Sebuah kotak, tak terlalu besar berwarna lavender tengah dipegang oleh Sasuke. Sakura menemukannya tergeletak di tengah taman. Dia sangat tahu itu kepunyaan Hinata karena dia yang menyarankannya.

Hinata itu tipe penakut. Dia tak segan merelakan perasaannya hanya karena tidak kuasa mengatakan. Meskipun jika itu tentang seorang Sasuke. Yang seakan menjadi tonggak hidup Hinata selama dia sakit.

Shikamaru dan Sakura pergi menjauh. Mereka akan membiarkan Sasuke dengan pikirannya di sana.

Setelah detak jantungnya membaik, Sasuke akhirnya siap membuka kotak itu. Disingkapnya penutup berwarna senada dan ia taruh di sampingnya. Terlihat jelas ada sebuah syal semerah darah yang terlipat rapi di sisi kiri kotak. Ada pula kotak beludru marun yang Sasuke pun tahu isinya apa. Juga buku harian yang sepertinya baru.

"Hinata!"

Sebuah suara dari arah pintu masuk mengagetkan Sasuke. Dia cepat-cepat menutup kotak itu dan menaruhnya. Kakinya bergerak. Berdiri menghampiri kedua orang yang sangat mirip dengan Hinata.

"Hinata kenapa?" Tanya Hikari kepada Sasuke dengan air mata yang banjir.

"Kankernya menyebar menuju ginjal. Sekarang sedang proses pengangkatan—"

"Apa?! Yaampun, Hinataku yang malang."

Hikari jatuh tepat di depan Sasuke. Sementara Hiashi hanya dapat mematung dengan mata menyorot ke pintu operasi. Seakan kehilangan Hinata sudah di depan matanya saja.

Sasuke membantu Hikari untuk duduk di kursi tunggu. Juga setengah mati menyuruh Hiashi untuk duduk pula menemani istrinya.

"Hinata itu anak kita satu-satunya. Aku sudah tidak memiliki anak yang lain," Hikari menangis sejadi-jadinya. Menggenggam erat kedua tangannya sampai buku-buku jari memutih. Rasanya pendingin udara seakan menusuk kulit sampai ke tulang. Bahkan Hiashi saja mengalami tremor.

Sasuke yang duduk di sebelah mereka hanya dapat diam. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Hingga Hikari membuka suaranya kembali.

"Jadi, kau pemuda itu?"

"Ya?"

"Sasuke-sensei. Orang yang disukai oleh Hinata?"

Sasuke benar-benar habis. Tubuhnya seperti melayang dan seringan kapas. Kakinya seperti tak menyentuh bumi. Bahkan napasnya sulit untuk dihembuskan.

"Terimakasih, ya. Sudah mau menjaga Hinata,"

"Kadang gadis itu memang kekanakan. Dia bahkan manja pada ayahnya,"

"Saya sudah mendengar cerita Hinata. Apa benar, Sasuke-sensei akan menikah?"

Napas Sasuke tersendat. Kepalanya nyeri sekali. Ditambah hatinya yang seperti diperas layaknya cucian.

"Saya dijodohkan," jawabnya kemudian.

"Bukalah. Semua perasaan Hinata ada di dalamnya," Hikari tersenyum pilu. Matanya bengkak dan napsu makannya benar-benar hilang.

Pun Sasuke langsung membuka isi kotaknya lagi. Dia kemudian mengambil buku bersampul biru muda yang tidak familiar di benaknya.

•••••

Selamat pagi, Sasuke-kun.

Aku tahu kamu sedang membaca ini, kan? Jangan menangis ya. Kau harus tersenyum!

Aku baik-baik saja. Selama dua puluh tahun tanpamu, aku baik-baik saja.

Maaf karena waktu itu aku tidak menepati janji kita. Saat itu aku jatuh dan harus dirawat lagi. Ah, saat aku sembuh malah kau yang tidak datang.

THE FALLEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang