VIII

1.7K 165 4
                                    

Malam yang sepi menghampiri Hinata. Gadis itu mencoba tidur sedaritadi, tapi jantungnya masih saja berdetak kencang tak biasa. Menyalurkan keresahan ke sisinya. Membuat darah di tubuh terpompa lebih cepat daripada biasanya. Berdesir mengakibatkan pipi yang memerah.

Kotak kecil itu berdiam di sana. Di atas nakas kayu bercat putih tempat tidurnya. Terbalut kain beludru merah marun yang indah. Kotak yang kebetulan berisi cincin emas putih bertahtahkan berlian 1 karat yang bahkan Hinata takut memakainya. Dia takut jika setelah memakai cincin indah itu, jarinya nyangkut dan dia harus menerima lamaran Sasuke. Dia takut pada semua hal terkait Sasuke sekarang ini.

Tubuhnya tidak bisa diam. Bergerak kesana kemari mencari gaya tidur yang tepat. Menghadap kanan, lalu ke kiri, setelah itu jungkir balik. Entahlah, terserah Hinata. Asal infusnya tidak lepas saja, tak apa.

"Aku harus bagaimana?" Tangisnya mulai pecah. Dia menangis tanpa tahu sebab. Yang pasti hatinya tengah galau saat ini. Menangisi nasibnya yang kadang baik kadang buruk, mungkin.

Kemudian dia duduk. Mengambil buku hariannya yang berada di dalam laci. Menuliskan banyak kata di sana. Berharap rasa menggebu-gebu di benaknya tersalurkan.

Kalau boleh jujur, Hinata sangat ingin menerima pinangan Sasuke. Bukannya hanya karena Sasuke merupakan teman masa kecilnya, atau karena Sasuke itu tipe semua wanita. Tapi, karena Hinata mencintainya. Jika Hinata egois, Hinata ingin memonopoli Sasuke agar pria itu menjadi miliknya. Seorang.

Tapi Hinata tidak bisa. Dia tidak ingin mengecewakan Sasuke lagi. Dengan penyakitnya ini saja dia sudah merepotkan kedua orangtuanya. Dia tidak ingin merepotkan banyak orang.

Hinata ingin Sasuke bahagia. Meski tidak bersamanya. Meski Hinata yang harus sedih. Ia rela. Sungguh rela.

Tapi bagaimana cara dia mengatakan hal itu. Bahkan menjawab iya dan tidak saja Hinata tak mampu. Apalagi mengingat wajah Sasuke saja dia rasa ingin menangis. Lebih-lebih menatap mata hitam legam pria itu.

Hinata perlahan teringat bahwa syal yang telah selesai ia rajut untuk pria itu belum dia berikan. Mungkin itu bisa jadi perantara suratnya kepada Sasuke nanti. Dia bisa meminta tolong Hikari untuk memberikannya kepada Sasuke. Beserta mengembalikan cincin berlian itu.

•••••

"Apa yang sudah ku lakukan? Sasuke bodoh!"

Tangannya mengacak rambut hitam khas Uchiha itu. Sasuke daritadi berteriak di kamarnya yang kedap suara. Menyalurkan emosi kepada dirinya sendiri. Betapa bodoh dan kekanak-kanakannya ia. Bisa-bisanya Sasuke melamar Hinata yang baru saja kembali nyaman dengannya. Padahal baru minggu lalu dia merutuki betapa bencinya dan alasan-alasan tak jelas mengapa Hinata tidak datang menepati janji mereka. Hati kadang berubah secepat itu, ya.

Dalam benak Sasuke, hubungannya dengan Hinata pasti akan awkward. Absolut begitu. Apalagi sifat mereka yang cenderung defensif. Sudah pasti sangat kagok.

"Bagaimana bisa aku melihatnya besok? Sasuke bodoh!"

Bahkan Mikoto yang merupakan ibu Sasuke saja sampai bingung dengan anaknya. Bisa-bisanya sehabis makan malam Sasuke langsung mengurung diri di kamar. Itu membuat rasa khawatir yang hinggap pada Mikoto kian besar. Terlebih tadi mereka makan malam bersama Ino. Mau ditaruh di mana wajah Mikoto.

"Ah, apa besok saya boleh mengunjungi Sasuke?" Tawar Ino kepada Mikoto. Mereka sedang asyik duduk di ruang TV, berdua menikmati camilan dan tontonan malam khas wanita.

THE FALLEN ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang