2~ KAPAN NIKAH?

30 6 4
                                    

Azam sya'ban.

    Sudah 10 menit aku memandangi sebuah kartu indentitas yang ada di tanganku, atau biasa di sebut dengan nama KTP

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    Sudah 10 menit aku memandangi sebuah kartu indentitas yang ada di tanganku, atau biasa di sebut dengan nama KTP. Foto seorang gadis di dalamnya benar-benar menarik perhatian, dia sangat manis, dan sepertinya aku menemukannya.

   Beberapa jam yang lalu aku bertemu dengan seorang gadis pemilik KTP ini di dalam bus, entah bagaimana kejadianya yang jelas dengan tidak sengaja aku menemukan kartu ini tergeletak di bawah kursi, sudah jelas dia menjatuhkannya. Saat itu aku ingin langsung mengembalikanya, tapi semuanya terlambat, gadis itu terlihat terburu-buru dan langsung pergi. Mungkinkah ini yang di namakan takdir? Dengan ini aku bisa bertemu lagi denganya lain waktu.

Tok... Tok... Tok...

    Saat telinga normalku mendengar suara ketukan pintu, dengan secepat kilat aku langsung menyembunyikan kartu identitas milik gadis itu di balik bantal, jika orang rumah tau akan bahaya, mereka akan mengintrogasi dan mengajukan banyak pertanyaan tentang siapa gadais itu. Alih-alih bisa jadi pernikahan masal level kilat.

"Aihh, dari tadi kakek nunggu kamu di bawah buat makan malam tapi kamunya masih santai begitu. Ayo cepet ganti baju terus kita makan, kasian kakek udah kelaperan nungguin kamu Zam," kata nenek atau lebih tepatnya lagi sebuah teguran.

  Aku menggaruk tengkuk leherku yang tidak gatal sambil nyengir tanpa dosa. Eh? Memang tidak berdosa, aku sama sekali tidak tahu jika kakek menungguku untuk makan malam bersama. Sudahlah, tidak ingin mengulur waktu lagi, aku langsung bangkit dari tempat tidur kemudian berjalan menghampiri nenek yang masih stay di depan pintu.

"Ayo kita makan." aku membalik tubuh nenek kemudian mendorongnya pelan sambil terus berjalan menuju meja makan.

"Eh? Kamu nggak ganti baju dulu? Tadikan baju kamu kena hujan, nanti masuk angin." ucapnya dengan kaki yang terus melangkah karna dorongan ku dari belakang.

"Nggak, udah ayo kita makan." kataku.

*.*.*.*.*.

"Zam, katanya ayah dia nggak bisa pulang bulan depan." ucap kakek sambil membersihkan sisa makanan di sisi bibirnya dengan tisu.

   Ayah tidak bisa pulang? Aku sama sekali tidak terkejut, semua itu sudah seperti asupa ku setiap kali orang tuaku mengatakan akan pulang. Aku memakluminya dan tidak mempermasalahkan hal seperti itu, mungkin saja mereka benar-benar sibuk walau imbasnya menimpaku. Tapi takapa? Aku adalah pria yang berusia 23 tahun, bukan lagi seorang bocah laki-laki yang selalu menagis saat mendengar kabar jika mereka tidak bisa pulang.

   Sejak usiaku 7(tujuh) tahun aku tinggal bersama nenek dan juga kakeku. Yang aku tahu adalah fakta jika orang tuaku sangat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Harus ku akui, sejujurnya ada rasa kecewa dan juga iri.

Same Person But Different.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang