Reunion

11 1 0
                                    

Masih di pagi yang sama, Zuo Ci dan Guo Huai yang sudah siap dengan bentuk Prajurit Kegelapan telah berdiri di halaman belakang rumahnya. Sinar mentari pagi yang cerah membuat wajah Guo Huai yang bersemangat menjadi semakin berseri.

"Hentikan senyumanmu. Kau menakutiku." Kata Zuo Ci. "Jadi, siapa tadi yang datang?"

"Oh, itu Wang Yuanji. Istrinya Yang Mulia Sima Zhao." Kata Guo Huai. "Dia menyampaikan bahwa Yang Mulia Sima Zhao diculik, dan aku akan menyelamatkannya."

"Baiklah, jadi ini adalah tugas per-APA?" Kedua mata Zuo Ci terbelalak setelah beberapa menit berselang untuk menyadarinya. "Kau belum siap untuk bertugas. Aku bahkan tidak tahu apa faktor usia juga akan mempengaruhi kekuatanmu."

"Itulah gunanya latihan." Guo Huai menunjuk perlengkapan latihan yang sudah ada di sekelilingnya. "Aku sudah punya peralatannya, hanya tidak kupakai karena...kau tahu alasannya. Sudah lama sekali sejak aku penyakitan."

"Aku bisa paham." Zuo Ci mengangguk pelan. "Jika kau tak mampu, katakan saja. Aku takkan memaksamu. Sekarang coba pukul aku."

"Memukulmu? Dimana? Aku tak bisa memukulmu begitu saja." Guo Huai menggeleng cepat karena tak mampu.

"Terserah mau pukul dimana. Aku bisa menahannya." Zuo Ci menunjuk seluruh tubuhnya.

Guo Huai mengambil ancang-ancang, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dirinya dilatih untuk berperang. Dengan sekuat tenaga, Ia melesatkan pukulannya, namun ditangkis oleh Zuo Ci.

"Kau masih ragu. Coba lagi."

Guo Huai kembali melesatkan pukulan dan tendangan, namun Zuo Ci dapat menangkisnya dengan mudah. Sekumpulan pukulan dan tangkisan terus dikerahkan hingga ketika Guo Huai memantapkan dirinya untuk bertarung, pukulannya bertambah cepat hingga Zuo Ci kewalahan untuk menangkisnya. Tangkisan sang pertapa sakti masih kalah dengan kecepatan pukulan Prajurit Kegelapan. Kepalan tangan Guo Huai melesat hingga haya berjarak satu sentimeter dari batang hidung Zuo Ci, namun angin dari pukulan itu berhembus kencang hingga kumis dan rambutnya terbang mengikuti terpaan angin bak dihantam angin badai.

"Semasa mudaku, aku belum pernah memukul sekuat itu." Ucap Guo Huai takjub dengan gerakan yang dilancarkannya tadi.

Zuo Ci merapikan rambut dan kumisnya yang berantakan, kemudian berkata, "Aku juga memikirkan hal yang sama. Kita akan menguji kekuatanmu yang lain hari ini sambil menunggu matahari terbenam."

Mereka akhirnya terus berlatih dan menguji kemampuan masing-masing: dari kemampuan berpedang hingga kemampuan mengintimidasi lawan. Guo Huai bersemangat dan menikmati setiap sesi ujian dan latihan yang diterimanya. Baginya, sebuah kehormatan untuk menghadapi pertapa sakti seperti Zuo Ci. Hubungan yang berawal dengan canggung, terbayar dengan pertemanan yang mereka bangun.
Di saat bulan menampakkan pesonanya, saat penentuan bagi Prajurit Kegelapan untuk menjalankan tugas pertamanya.

"Kau sudah belajar dengan baik. Waktunya menjalankan tugas pertamamu." Kata Zuo Ci.

"Tapi kita tidak memiliki kuda. Bagaimana kita akan menyelamatkan Yang Mulia Zhao yang mungkin ada di antah berantah?" Tanya Guo Huai.

Zuo Ci mengacungkan jari telunjuknya dan menunjuk rekannya kemudian berkata, "Tarik jariku."

"Ini bukan waktunya bercanda, Zuo Ci." ucap Guo Huai datar.

Tamparan Pancasila melayang di wajah Guo huai.

"Sekarang panggil aku Guru." Kata Zuo Ci. "Tarik saja jariku."

Guo Huai mendengus dan berkata, "Baiklah."

Tangannya meraih jari Zuo Ci dan menariknya sesuai perintah. Secercah cahaya menyelimuti mereka berdua, menutupi pemandangan halaman belakang di sekitar mereka. Selang beberapa saat, Cahaya itu meredup. Perlahan menampakkan pemandangan sebuah bukit dengan tenda di atasnya.

Contract of RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang