Hari yang dinantikan telah tiba. Jiang Wei menjadi semakin brutal setiap kali dirinya merenggut satu jiwa manusia. Tatapan matanya merah menyala seperti tombaknya yang kini juga bermatakan batu merah delima. Darah bercucuran, air mata berjatuhan, rakyat jelata dipaksa untuk bergabung dengan pasukannya atau tewas dengan mengenaskan.
"Pasukan, KITA AKAN MEMBAKAR ISTANA DALAM API NERAKA!" Jiang Wei mengangkat tombaknya tinggi, disambung dengan pasukannya yang bersorak serempak tanda siap berperang dan melangkah dalam barisan menuju Istana Fan untuk menaklukkan Negeri Wei.
Sementara itu...
Rombongan kereta kencana memimpin pasukan prajurit yang berbondong-bondong untuk menghadapi Jiang Wei. Langit berubah hitam, angin berhembus kencang, dan genderang perang telah dibunyikan. Xiahou Ba duduk dengan Guo Huai di sampingnya di satu kereta yang berada di belakang kereta utama kerajaan. Mereka terdiam serubu bahasa di sepanjang perjalanan, tak tahu hal apa lagi yang harus diucapkan sebelum mereka kembali ke medan perang. Xiahou Ba menatap Guo Huai canggung, membuat lelaki tua itu akhirnya berkata, "Yang kau katakan padaku itu...semuanya benar?""Tentu saja." Xiahou Ba mengangguk cepat dan memalingkan wajahnya ke jendela.
"Kau masih tak pandai berbohong seperti ayahmu." Kata Guo Huai.
"Baiklah, aku berbohong." Xiahou Ba mengangkat bahunya dan mulai berkata jujur. "Aku melakukan ini karena hanya kau yang bisa menghadapi Jiang Wei. Dia sahabatku ketika tak ada orang yang menerimaku di Wei atau Shu."
"Dia sahabat bagimu, tapi siapa dirimu baginya?" Ucap Guo Huai lirih sambil memegang dadanya yang mulai terasa sesak.
Raut wajah Xiahou Ba yang girang berubah menjadi tatapan kosong, terdiam kaku. Acap kali Xiahou Ba dan Guo Huai tak sependapat tentang cara mereka menjalani hidup masing-masing dan pendapat mendiang Xiahou Yuan jika dia masih hidup di saat kritis itu. Namun untuk kali ini, ucapan Guo Huai membuatnya bertanya-tanya. Hati nurani yang berjuang hanya untuk tetap hidup dan sebuah kesetiaan pada seseorang yang menyayanginya saat orang lain tak menginginkan keberadaannya, beradu di dalam benaknya. Obsesi besar yang menguasai sahabatnya saat itu kembali terlintas di khayalannya. Menunggu salah satu sisi dari dalam Xiahou Ba yang akan menang.
Tak lama kemudian, sebuah bola api melesat menuju kereta mereka.
"SEMUANYA, KELUAR!"
Xiahou Ba bergegas mendorong Guo Huai keluar kereta untuk menghindar. Bola api itu menghantam dengan dahsyat, menghancurkan rombongan kereta bersama sebagian pasukan yang berbaris untuk mengawalnya. Sebuah kawah berpijar terbentuk di tanah dengan asap yang mengepul tebal. Dari balik kabut asap, sesosok lelaki menghampiri Xiahou Ba dengan tatapan nanar dari matanya yang merah menyala. Guo Huai masih tersadar meskipun dalam keadaan tengkurap dan sebagian tubuhnya yang lecet karena pergesekan dengan tanah akibat terguling dari kereta, menyaksikan kejadian itu.
"Jiang Wei, ini tidak seperti yang kau pikirkan." Xiahou Ba bangkit dengan berlutut, menggeleng pelan pada sosok yang disebut sebagai Jiang Wei itu.
"Jadi, kau bergabung dengan orang-orang yang mengkhianatimu." Kata Jiang Wei datar.
"Jika itu bisa menjagaku tetap hidup, akan aku lakukan." kata Xiahou Ba. "Aku masih temanmu dan tindakanmu sudah keterlaluan."
"Kau berjanji untuk tidak mempertanyakan tanggung jawabku pada Negeri Shu!" Jiang Wei melesat dengan tombaknya, namun Xiahou Ba berhasil melompat untuk menghindar.
"Seorang teman tidak hanya menepati janji, Jiang Wei. Aku sudah menahannya dan sudah waktunya aku mengingatkan tindakanmu!" Xiahou Ba perlahan berjalan mendekati Jiang Wei yang berang, berusaha meyakinkannya. "Bukankah teman harusnya saling mengingatkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Contract of Redemption
FanficZuo Ci menguntit Guo Huai, seorang panglima Wei yang masih hidup akibat penyesalan terbesarnya. Masalah semakin besar ketika Guo Huai tak sengaja menandatangani kontrak sebagai "Prajurit Kegelapan" dengan menjual jiwanya pada iblis. Bagaimanakah Zuo...