Tiara langsung mengalihkan pandangannya pada Rehan yang sedang terkejut sama dengannya.
"Rehan, bawa gue pergi dari sini" Tiara sudah panik
"Ha???"
"Pergi dari sini, cepet!!!" Tiara menarik tangan Rehan. Rehan tergagap. Ia sama blanknya dengan Tiara.
Disebrang sana Adit hanya terpaku memperhatikan gerak gerik dua insan itu.
"Dit..."
"Bro!"
"Woyyy Adit!" Adit tersadar dari lamunannya. Pikirannya kacau. Sintia menyentuh bahu Adit, ia tahu bahwa kekasihnya ini sedang tidak baik. Adit butuh menenangkan diri. Adit bergegas meninggalkan teman-temannya tanpa pikir-pikir. Diotaknya satu. Tiara
"Kita pamit pulang duluan yaa" Kelvin mengangguk cepat. Gian meringis.
"Oke Sin, Hati-hati ya" Sintia mengangguk lalu menyusul Adit.
Kelvin Gian dan Aldi menghembuskan nafas beratnya, mereka meneguk minumannya dengan sekali shoot.
"Gue nggak pernah berpikir kita bakal ada disituasi kaya gini" Ucapan Gian ini mendapat respons dari Kelvin.
"Gue udah feeling sejak kemarin gue ketemu Rehan. Entah Rehan yang ketemu Adit atau Rehan yang ketemu Tiara. Tapi gue juga nggak pernah berpikir mereka bakal ketemu dengan cara kaya gini. Horor"
"Jujur, gue nggak mau Tiara harus terlibat sama Adit, karena gue udah tau Tiara yang akan tersakiti disini."
"Semua berbicara tentang waktu"
*****
Mobil Adit sudah sampai di depan rumah Sintia. Sepanjang perjalanan di dalam mobil tidak ada percakapan, hanya ada suara dari MP3Player. Sintia terlalu takut membuka topik pembicaraan. Adit hanya menatap jalanan dengan Sintia tau pikirannya sedang kacau.
"Mau mampir sebentar? Pamit sama ayah ibu?" Adit tidak menjawab dan hanya mengangguk, ia berjalan di belakang Sintia. Sejujurnya Sintia paling tidak suka jika Adit sudah diam seperti ini. Ia seperti diabaikan, dan Sintia paling tidak suka diabaikan kehadirannya....
Ayah Sintia membuka pintu begitu mendengar ada suara bel yang berbunyi. Ia terkejut melihat putrinya sudah pulang diantar kekasihnya.
"Loh udah selesai acaranya? Cepat sekali pulangnya? Ayo masuk dulu" Sintia tersenyum, ia sedikit meringis melihat wajah Adit yang sedikit pucat.
"Ayah, Adit mau pamit pulang. Adit lagi nggak enak badan, Yah"
"Oh gtuuu, yaudah sebentar ayah panggilkan Ibu dulu yaaa, Ibu lagi di dapur sama Si Mbok" Adit menyela sopan.
"Nggak usah dipanggilkan Om, takut ganggu nggak apa-apa. Salam aja sama Tante. Nanti sebelum ke kantor besok Adit mampir lagi kesini" Adit tersenyum. Ia sebenarnya tidak enak pada keluarga Sintia terutama pada pacarnya yang kini sudah menjadi tunangannya ini.
"Yaudah kamu hati-hati dijalan ya, pelan-pelan nyetirnya. Istirahat yang cukup" Adit mengangguk. Ia pergi dianter Sintia hingga gerbang.
*****
Sesampainya di rumah, Adit langsung beranjak ke kamarnya tanpa menghiraukan Orang Tuanya yang tercengang melihat anaknya sudah pulang. Baru saja Mamanya ingin menyusul Adit, Sang Papa menahannya. Oa tahu, jika Adit seperti itu, anak itu sedang tidak baik, dan tidak baik jika mencecar putranya disaat seperti ini, Adit butuh waktu.
"Besok aja Mah, biarin anaknya istirahat dulu, dia sudah dewasa" Ayah Adit mencoba menenangkan kekhawatiran Istrinya itu.
Adit membaringkan tubuhnya sambil menatap langit langit kamarnya, tanpa ia sadari air mata mengalir dari sudut matanya. Semakin lama semakin deras aliran itu, sebuah perasaan rindu menggelung di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past for Present
RomanceTidak akan ada yang bisa menebak tujuan akhir dari sebuah Perasaan...