"Jadi, intinya kau setuju bekerja sama dengan BigHit?"
"Tentu saja. Kak Hoseok yang merekomendasi, bukan?"
"Keputusan yang tepat, Jimin."
Senyum lebar dan cerah khas Jung Hoseok terpampang tanpa dipaksakan, dan jika sudah terjadi, maka Jimin akan turut mengembangkan hal sama tanpa terpengaruh suasana dalam hati sebenarnya. Mau bagaimana lagi, Hoseok ini termasuk orang berharga dalam roda hidup Jimin-selain keluarga dan sahabatnya; Jungkook dan Namjoon. Dia yang selalu beri uluran tangan kepada Jimin hingga pemuda Park sanggup bertahan lama seperti sekarang. Jika tidak, mungkin akan terasa lima kali terlampau sulit Jimin bernapas normal.
"Terima kasih banyak, Kak. Berkat Kak Hoseok, semua menjadi baik," tutur Jimin setulusnya.
"Hei, tidak begitu! Kerja kerasmulah yang menebusnya, aku hanya ambil bagian kecil." Hoseok mengibaskan tangan bersama untai kekehan renyah. Dia tetap saja rendah hati, padahal faktanya jelas demikian. "Oh, sampai lupa," Hoseok berceletuk dengan air muka haus akan keingintahuan. "Namjoon dan Jungkook bilang, kemarin lusa kau bersama seorang gadis, ya? Siapa? Kekasihmu?" Ia lempar kerlingan menggoda. "Ey, telah memutuskan untuk peduli terhadap komitmen rupanya. Sini, kenalkan padaku juga."
"Bukan, Kak. Hanya gadis yang kutolong dari siksaan bajingan sok berkuasa di distrik ini. Dan sayangnya—" Jimin menggantung ucapan barang sekejap untuk membuang napas payah. "Dia sudah tidak di sini. Menghilang, kemarin. Jadi, tidak bisa mengenalkannya padamu."
Ya, eksistensi Yoonji sudah tidak lagi menyapa penglihatan Jimin sejak kemarin. Tepat ketika ia pulang sambil memboyong beragam kabar bahagia guna diceritakan.
Pagi-pagi ponsel Jimin mengamuk lantaran terima begitu banyak pemberitahuan, entah telepon, pesan atau internet. Merasa kian lancang, Jimin yang kurang porsi jam tidur terpaksa memeriksa satu per satu, dan betapa terperanjatnya Jimin kala merangkum keseluruhan informasi tersebut. Oleh sebab titik krusialnya telah menjemput, Jimin segera melesat tinggalkan apartemen. Sensasi gembira membikin Jimin lupa berpamitan pada Yoonji.
Teman penipunya telah tertangkap dan akan ganti rugi, beberapa agensi musik dan akademi tari yang menawarkan kerjasama dengannya, kemudian kabar dari Ibu yang mengatakan bahwa panen mereka tahun ini berhasil. Astaga, keinginan besar Jimin terwujud satu waktu sekaligus. Dan lagi-lagi, astaga. Bayangan percakapannya bersama Yoonji tadi malam terputar kelewat jelas persis film di bioskop.
"Pagi nanti, keinginanmu akan terkabul. Sepertinya."
Adalah seratus persen akurat, membikin Jimin betulan mempertimbangkan kedok Yoonji sebagai cenayang. Tidak tertedeksi proses seperti yang Jimin agungkan. Bagaimana bisa, begitu. Namun, sewaktu Jimin pulang bersama kabar baik dan pasokan pujian teruntuk Yoonji, gadis itu sama sekali tidak menjawab sahutan. Ia tidak ada, di mana pun Jimin mencari.
Min Yoonji lenyap, dan rupanya dia tinggalkan sebuah kertas bercoret tinta merah di nakas samping tempat tidur.
Di sana, Yoonji menaruh jejak keindahan tulisannya.
Kepada Park Jimin,
Ada beberapa ungkapan terima kasih yang kukhususkan kepadamu.
Terima kasih telah meladeni kelakuanku.
Terima kasih untuk satu harinya. Itu sangat-sangat menyenangkan, asal kau tahu. Tapi maaf karena aku pergi dengan cara seperti ini.
Kuharap kau menikmati apa yang kau dapatkan hari ini.
p.s: terhadap sesuatu yang baik, kau sangat berhak mendapatkannya, secepat mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Illegirl
Fanfiction[COMPLETED] Malam itu, bukan hanya sekantong camilan yang Park Jimin boyong ke tempat tinggal barunya, tetapi juga seseorang yang ia temukan di sudut keremangan dengan kondisi memprihatinkan. ©suyominie, 16-04-2019.