Chapter 17

1.1K 139 6
                                    

"Flor, apa yang kau lakukan?!" Tanyaku panik dan segera berlari ke arah gadis itu. Flor hanya diam, mungkin ia tahu kalau ia salah. Tapi ia malah memilih untuk diam.

Dan itu akan membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi ketika para penjaga itu memanggil rekannya yang lain.

Tanpa pikir panjang aku segera berlari ke arah berlawanan, menggandeng lengan Flor dan mengayunkan kaki ke arah yang tak pernah aku kenal. Sejujurnya, seumur hidup aku tak pernah menginjakan kaki di Khaki, ini adalah pertana kalinya aku berada disini --dan harus berhadapan dengan hal seperti ini.

Sial

Derap langkah segera kudengar dari arah belakang yang semakin banyak di setiap detiknya. Ini tak bisa dibiarkan, aku dan Flor tak mungkin bisa berlari terus seperti ini. Harus ada perlawanan atau kita berdua akan tertangkap dan keadaan makin rumit. Mereka tentu telah mengenal wajah kami dan salah satu dari mereka mungkin berkata anak ini lagi....

Kakiku beberapa kali mencoba mengecoh dengan berbelok ke kanan dan ke kiri secara acak. Tapi itu tak membuat mereka gentar begitu saja.

Suara-suara derap itu masih terdengar, dan oh! Mungkin sudah belasan penjaga yang berlari mengejar dua remaja nakal ini.

Flor tak bisa berlari lebih lama lagi, aku tahu karena napasnya semakin pendek.

Setelah beberapa kali berbelok dan cukup yakin kalau para penjaga itu sudah cukup jauh, aku mendorong Flor ke celah gelap antara dua gedung tinggi menjulang.

Gadis itu segera terkejut setelah tubuhnya hampir saja membentur tanah karena ulahku, tapi aku menahannya untuk bangkit.

"Diam disini. Bersembunyi. Dan jangan bergerak!" Bisikku, dan setelah itu kembali berlari meninggalkan Flor yang bergeming keheranan.

Ini bukan masalah besar, ini sebuah 'taktik', jika aku tertangkap, mungkin Flor bisa aku harapkan dengan mencari bantuan yang dapat dipercaya. Hanya gadis itu satu-satunya harapanku dan hanya berharap kalau ia bisa mengerti apa rencananya.

Kakiku sudah semakin lemas, namun masih aku paksa untuk berlari. Sial, para barisan penjaga itu benar-benar tak terdengar kelelahan sedikitpun.

Di satu titik, mataku mulai kabur dan aku terjatuh. Belasan senapan segera mengarah kepadaku setelah itu meskipun mungkin mereka yakin kalau aku takkan melawan.

Oh, ayolah! Maksudku, seorang melawan belasan orang? Kemungkinan menang sangat kecil!

Selama beberapa menit senapan-senapan itu masih mengarah kepadaku hingga akhirnya ada seseorang yang mengangkat tubuhku --yang aku sendiri tak bisa menggerakannya karena terlalu lelah-- dan mulai menggusurnya.

Kupikir aku akan kembali dibawa ke tembok dan melihat aksi-aksi keji lainnya, atau mungkin aku akan dieksekusi saat itu juga.

Tapi, tunggu dulu. Aku memaksakan mataku untuk melihat lebih tajam meskipun masih sedikit kabur.

Para menjaga itu memang mengelilingiku, tapi ini jelas-jelas bukan arah menuju tembok. Tidak! Arah menuju tembok dekat dengan gedung-gedung kusam padat penduduk. Mereka tidak membawaku ke tempat itu!

Sebaliknya, yang aku lihat hanyalah rumah-rumah kecil beberapa lantai yang jelas-jelas hanya beberapa yang berpenghuni.

Oh, aku tak pernah tahu kalau Centrapolis punya wilayah terbengkalai seperti ini! Dan satu-satunya cara untuk mengetahui lebih lanjut adalah dengan melepaskan diri. Aku harus melepaskan diri!

Aku mencoba meronta, berharap agar pegangan tangan mereka akan lepas begitu saja. Tapi tidak. Jelas tidak.

Beberapa terlihat terkekeh dibalik kostum hitamnya. Sebagian lagi masih menatap serius meski aku yakin mereka menatapku dengan sinis.

Satu orang terdepan membuka penutup kepalanya. Sepertinya ia memberikan sandi aku semacamnya karena aku bisa mendengarkan suara beratnya mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar dengan jelas.

Aku menoleh ke arah kanan, hanya dinding kelabu dari sebuah pos penjagaan yang bisa kulihat dengan jelas. Sisanya, kabur. Mungkin masih terlihat orang-orang berseragam hitam lalu lalang, aku yakin kalau ini adalah salah satu basis operasional para penjaga.

Dan disitu adalah titik terendah harapanku berada. Aku tak berharap banyak, hanya masuk surga saja cukup.

Penjaga itu melemparku ke sudut tembok tanpa penjagaan. Aneh, ya memang. Tapi mungkin karena daerah ini memanglah salah satu daerah teraman hingga buronan sepertiku saja tak butuh perlawanan.

Aku mencoba menjamkan penglihatanku, melihat apa yang ada di depan. Sebuah plat raksasa bertuliskan 'RED ZONE' terpampang dengan jelas di atas gerbang masuk. Oh, kenapa aku tak membaca itu tadi?

Red zone, aku tak pernah mendengarnya. Tempat apa ini? Tempat rahasia?

Satu hal yang aku tahu: disini banyak sekali penjaga berbaju serba hitam yang akan membuatku sadar kalau ini benar-benar basis utama para penjaga.

Apa yang akan mereka lakukan padaku? Pengeksekusian di depan orang banyak sembari berteriak 'inilah pembuat kekacauan di Centrapolis!'? Oh, konyol!

Napasku masih terengah-engah, mencoba mencari titik normalnya yang entah hilang kemana. Namun belum sempat aku menemukan titik normal napasku, dua orang lain telah menyuruhku untuk berdiri dan mengikutinya ke sebuah arah.

Aku enggan, awalnya aku enggan. Tapi kemudian mereka menodongkan senjatanya memaksaku untuk mengikutinya.

Tempat ini begitu panjang dan mengular hingga aku tak tahu dimana ujungnya. Yang jelas sampai ujung langit tempat ini masih saja berdiri kokoh. Oh, tempat apa ini sebenarnya?

Dua orang itu menyuruhku berjalan lebih dulu sementara mereka berdua menggiringku dari belakang dengan senapan mereka seperti mereka menggiring seekor binatang.

Dan, oh. Aku sadar kemana mereka menyuruhku. Sebuah gerbang raksasa.

Gerbang raksasa? Gerbang apa? Menuju kemana?

Seorang penjaga telah menungguku disana, dan sedetik kemudian gerbang itu berdecit nyaring. Bergeser dan terbuka.

Dua orang itu mendorongku lebih keras memaksaku untuk masuk ke dalamnya --sebuah ruangan gelap yang di hadapannya merupakan sebuah besi berkarat.

Tanpa perlawanan apapun, aku menurutinya, dan aku memasuki ruangan raksasa itu. Tak banyak berharap. Mungkin ini akhir dari segalanya.

Satu detik

Dua detik

Tak ada kejadian apapun lagi. Hingga hampir satu jam aku menunggu, sisi lain dari ruangan ini kembali berdecit dan membuka.

Angin panas segera menyerbu masuk disertai dengan abu berwarna hitam yang entah bekas apa. Yang jelas, itu membuat mataku perih.

Perlahan, aku mencoba berjalan ke arah pintu terbuka itu. Seberkas cahaya terlihat dibaliknya. Namun untuk bisa sampai kesana, aku harus melawan debu-debu yang melawanku tanpa ampun ini.

Beruntung aku bisa mencapai gerbang itu dan mencoba keluar. Sedikit kesulitan hingga aku bisa keluar.

Suasana diluar begitu panas.

Dan oh, satu hal yang aku sadar.

Ini adalah dunia lain dibalik tembok kota Centrapolis.

Dunia yang selama ini disembunyikan Alpha dibalik tembok kota.

Dunia yang hancur menjadi abu hitam berantakan.

***

To be continued

ALPHA (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang