Rasanya hampa.
Aku malas bekerja hari ini. Sudah cukup, semua orang semakin membuatku berantakan.
Berjalan di tepi trotoar, pikiranku kalut. Aku gamang. Sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun.
Kecuali Jaemin.
Tapi aku tidak yakin dia mau menemuiku kali ini.Semua hal terasa salah.
Tiba tiba langit terlihat gelap. Oh tuhan, aku tidak sedang ingin hujan. Aku butuh Mentari untuk menghangatkan hati ku yang membeku, juga pikiran ku.
Tapi seakan segala hal tidak bersahabat.
Hujan turun. Sangat deras. Rasanya kedua kaki ku semakin sulit ku gerakkan.Na, bisakah kau mendengarku?
Tanpa sadar aku menangis. Menangisi kebodohan dan ketidak becusan ku mengurusi diri sendiri.
Aku selalu melibatkan Jaemin dalam banyak hal. Tapi memang benar. Jaemin sudah seperti mentari pribadi bagiku. Seakan akan aku tidak bisa lepas darinya.
Aku menghentikan jalan ketika ada sepasang kaki dihadapanku, air hujan yang tadi nya mengguyur ku keras keras berhenti membasahi ku.
Aku mendongak, jantungku berdesir hebat ketika mengenali seseorang dengan setelan khas nya. Netra hitam itu menatapku, aneh. Tatapan yang sama sekali tidak bisa kuartikan.
"Na??" Suaraku parau.
"Dasar keras kepala. Kau tidak ingat pernah sakit dua Minggu gara2 kehujanan"
Jaemin ku kembali.Dia mengomel lagi seperti biasa nya.
Dengan cepat aku memeluknya, dibawah payung saat hujan tiba sore itu.
Aku takut Jaemin marah dan pada akhirnya berhenti mempedulikan ku.
Bagaimana aku bisa membiarkan semua itu terjadi??"Maafkan aku. Jangan bersikap dingin lagi"
Rengek ku. Masa bodoh soal image. Kurasa aku akan menanggung malu setelah ini. Tapi aku tidak peduli sekarang.Tak kuduga, Jaemin balas memelukku. Mengusap ngusap punggungku untuk menenangkan ku.
Aku bahkan tidak merasa jika tubuh ku bergetar hebat karena dingin."Tidak. Aku yang berlebihan. Kau tidak salah. Aku yang seharusnya minta maaf"
Ujarnya tulus.
"Aku menelfon ke tempat kerjamu tadi. Mereka bilang kau sudah pulang. Dan kau bahkan tidak datang ke caffe kan? Ponselmu juga mati. Kau berusaha menghindariku, eoh??"
Sejak kami pulang, Jaemin masih saja mengomel seperti ibu ibu sambil mengeringkan rambutku dengan handuk.
Aku diam saja karena ketika aku menjawab sudah pasti anak itu malah menjadi jadi.
Jaemin berdiri di depanku yang saat ini tengah duduk di sofa ruang tengah. Masih dengan kegiatannya mengeringkan rambutku.
"Sudahlah, kau mandi saja sana!! Kau kan juga basah" Usirku sengaja. Karena jika seperti ini terus akan membuat jantungku tidak sehat. Bahaya.
Lagipula, aku masih sangat malu karena sudah lancang memeluknya tadi.
"Nanti sajaaa. Oiya, kelihatannya kau sangat takut sekali ya jika aku mengabaikan mu? Hm?" Jaemin mengedipkan sebelah matanya, ah sial anak ini!!
"Ya,, kau fikir bagaimana bisa aku tidak takut. Kita kan sudah dekat sejak kecil. aku tidak mau kau membenciku gara2 hal kecil"
"Hal kecil kau bilang? Hey, kau tidak ingat pernah bilang padaku untuk tidak menjemputmu. Dan kemarin, kau malah pulang malam bersama Guanlin. Apa itu bisa disebut hal kecil??" Jaemin melipat tangannya di depan dada.
Berniat menginterupsi. Tapi aku punya ide lain."Kenapa memangnya? Itu kan hal kecil. Lagipula kami hanya makan. Pantas saja kan mengadakan reuni dengan teman lama? Kenapa kau jadi bertingkah berlebihan, hm?? Apa kau...."
"APA?? AKU APA?? HA?? DASAR. SUDAH, AKU KAN BASAH. AKU MAU MANDI DULU, HUH"
Jaemin pergi.Aku tersenyum puas.
Dasar aneh. Bukannya memang sejak tadi ya aku menyuruh nya untuk mandi? Dasar.Thanks for join in my story'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Teen FictionTeruntuk kamu, pemilik senyum paling indah yang pernah kulihat, pemilik tatapan paling hangat yang paling kurindukan, dan seseorang satu satu nya yang memiliki hatiku.