Disini, di tempat ini dulu aku pernah bertemu dengannya. Ya ... Dia, seseorang yang sangat berarti bagiku. Seseorang yang membuatku menyadari bahwa semua yang kumiliki tak ada artinya tanpa rasa cinta.
Flashback
Enam tahun lalu
"Bagaimana jika aku mencintaimu?" ucapnya sambil tertunduk.
Aku hanya diam tak percaya dengan pernyataan yang ia lontarkan padaku.
"Bagaimana bisa?" tanyaku masih tak percaya.
"Entahlah, rasa ini timbul begitu saja tanpa bisa ku cegah," ucapnya masih tertunduk.
"Hey ... Lihat aku, kita tak mungkin bersama. Aku dan kamu, kita sama-sama perempuan. Lagipula kita masih berumur sepuluh tahun bagaimana bisa kau memiliki rasa itu untukku?" ujarku.
Dia masih saja tertunduk tak berani mengangkat kepalanya.
"Lihat aku," ucapku seraya mengangkat dagunya.
"Tidak bisakah kita bersama sebagai sahabat saja? Aku menyayangimu, tapi aku tak ingin menyakitimu. Kamu adalah sahabat satu-satunya yang aku miliki. Tak bisakah kau lupakan rasa itu? Jujur, aku belum siap merasakan rasa itu." ucapku jujur.
"Tapi aku tak bisa, rasa ini sulit untuk kulupakan. Ada satu hal lagi yang ingin kusampaikan. Hari ini, aku akan pergi ke New York karena ayahku harus mengurusi pekerjaannya disana. Maka dari itu, sebelum terlambat, aku ingin kau tau perasaanku yang sebenarnya," ujarnya.
Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutan ku atas apa yang ia ucapkan saat ini. Tanpa berkata lagi, kini ia berlalu meninggalkanku yang masih mematung.
Setelah kepergiannya, aku baru sadar bahwa aku tak bisa menjalani hariku tanpanya. Aku merindukannya, namun aku tak bisa menghubunginya. Sejak kita berpisah, ia tak sekalipun menghubungiku. Bahkan nomor teleponnya pun juga sudah tak aktif lagi.
Flashback off
Normal
Aku masih berdiri disini, menunggu sahabatku Pricilla yang tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya.
Satu menit ... Dua menit ... Sepuluh menit .... Ia tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Akhirnya kuputuskan untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Pagi tante," sapaku pada ibunya.
"Eh .... Pagi juga Nak, nungguin Pricilla ya?"
"Hehehe ... iya tante, apa Cilla masih lama?" tanyaku.
"Engga kok, kamu masuk aja. Paling dia masih dandan."
"Baik tante, kalo gitu Xia ijin nyusulin Cilla ya tante," ucapku sambil membungkukkan badan.
"Iya Nak, masuk aja langsung ke kamar Pricilla ya," ucap ibu Pricilla.
"Baik tante," tanpa basa-basi aku pun langsung masuk menuju ke kamar Cilla tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Eh elu, ngagetin aja jadi orang. Untung jantung gue kaga copot," ucap Cilla terkejut.
"Hehe ... Sorry Cill, abis lu lama banget. Gue nungguin kaga keluar-keluar yaudah gue susulin deh kemari," jawabku enteng.
"Udah selese belum? Udah mau telat nih kita," tanyaku.
"Bentar tinggal nyisir rambut aja nih gue," ucap Cilla sambil menyisir rambutnya.
Akupun hanya melihat aktivitasnya tanpa mengeluarkan suara.
"Ngapain ngeliatin gue? Gue tau gue cantik, tapi ngga usah segitunya juga lu ngeliatinnya," ucapnya yang menyadari jika aku sedang memperhatikannya.
Akupun hanya tersenyum tanpa berniat untuk menjawab celotehnya. Kualihkan pandanganku ke arah jam dinding, tak terasa waktu sudah cepat berlalu. Karena geram Cilla tak kunjung selesai dengan acara menyisir rambutnya, akhirnya aku pun bangkit dan mengambil alih sisir yang sedang ia pegang.
"Eh, mau di apain tuh sisir? Siniin gue belum selesai ini nyisirnya," ucapnya sambil berusaha meraih sisir yang ada di tanganku.
"Lu lama, sini balik badan biar gue yang nyisirin rambut lu."
Cilla pun menuruti permintaanku meskipun ia kesal karena ritualnya aku ganggu.
"Udah ngga usah di manyun-manyunin tuh bibir, ntar kalo ada setan lewat trus gue khilaf gimana coba?" ledek ku.
"Bodo amat, lu rese. Gue kan cuma pengin nyisir rambut sendiri," ucapnya tak terima.
"Kalo nungguin lo yang ada kita telat, udah diem atau ..." ucapku menggantung.
"Atau apa?" tanyanya penasaran.
"Atau gue cium bibir lu, biar lu kaga berisik lagi," ledekku sambil berlari menjauhi Cilla.
"Eh, dasar anak ayam sialan. Sini lu," Cilla pun berlari mengejarku yang kini sudah berada di dalam mobil.
"Udah ngga usah ngejar gue, sini masuk atau gue tinggal lo," ujarku.
"Sialan yah lu jadi orang," omel nya.
"Lah gue bener kan? Kalo ada setan lewat terus gue ngga sengaja khilaf yang ada ntar gue kebawa suasana kan bahaya," ucapku pura-pura takut.
"Yang ada setannya yang khilaf gara-gara ketemu ama elu," ujar Cilla.
"Iyalah jelas, secara ketemu bidadari gimana ngga khilaf coba," ucapku percaya diri. Cilla pun hanya mengangkat pundaknya tanpa berniat untuk menanggapi.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya kami pun sampai di SMA Stars School. Tanpa basa-basi Cilla pun langsung keluar mobil tanpa berbicara sepatah katapun padaku.
Hari ini adalah hari pertama kami menjadi siswa disini setelah kemarin selama tiga hari kami dan murid baru lainnya menjalani Masa Orientasi Siswa. Selain Cilla, tak banyak yang tahu jika sekolah ini merupakan sekolah milik papahku. Aku juga tak ingin memberitahu mereka karena aku ingin mencari sahabat tak hanya melihat dari harta orang tuaku saja.
Kini aku dan Cilla sudah berada di dalam kelas, kebetulan kita tak beda kelas jadi aku tak perlu repot-repot mencari teman baru karena aku udah punya Cilla.
Aku memilih tempat duduk paling belakang karena bangku belakang merupakan tempat paling favorit untukku. Tak lama satu per satu teman kelas ku pun masuk ke dalam kelas. Mereka saling berkenalan, sedangkan aku? Aku hanya memperhatikan mereka saja tanpa berniat untuk ikut berkenalan. Tak seperti Cilla yang ikut bergabung dengan mereka dan kini dia mulai akrab hampir dengan semua teman sekelas kami. Aku lebih menelungkupkan wajahku di atas tanganku dan memejamkan mataku.
Tak lama, guru yang mengajar pun masuk ke ruangan kami. Kelas yang tadinya sangat ramai, seketika sunyi seperti tak berpenghuni. Cilla pun menyenggol lenganku agar aku bangun.
Hari ini, belum ada materi yang diberikan oleh guru yang mengajar, kita hanya disuruh untuk berkenalan di depan kelas satu per satu agar saling mengenal satu sama lain.
Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Hingga bel istirahat pun kini telah berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas.
"Yuk Xi, kita ke kantin," ajak Cilla.
"Males ah, lu aja gih. Gue nitip ya," ucapku sembari menyodorkan uang ke Cilla.
"Ish ... Mageran banget si lu jadi anak, tau gitu gue tadi bareng sama yang lainnya aja ke kantin," ucapnya sewot.
Aku pun hanya terkekeh melihat wajah Cilla yang terlihat sangat lucu saat ia sedang kesal.
"Udah sono, gue mau tidur aja," usirku.
Cilla pun akhirnya pergi meninggalkan aku yang kini telah memejamkan mata.
Karena kurang fokus, tanpa sengaja Cilla menabrak seseorang sampai terjatuh.
"Elu ..."
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Solo Estas Tu (Jenlisa)
RomansaCinta memang sulit ditebak. Kita tidak tahu untuk siapa dan pada siapa cinta akan berlabuh. Satu hal yang kita tahu, cinta selalu datang tanpa mengenal tempat dan waktu bahkan gender sekalipun. Jangan lupa follow ya gaes:) PS: Cuma sebatas imajin...