Dengan sekuat tenaga aku menjaga hatiku dari goresan yang menyakitkan. Dan dengan mudahnya kamu datang menyisakan luka terdalam.
🌻🌻🌻
PACARAN itu mendekati zina. Bukan mendekati, melainkan sudah melakukan zina. Dan laki-laki yang baru aku kenal tadi pagi mengajakku untuk melanggar perintah Allah?. Dimana akal sehat dia!.
"Bisakah kamu tidak menggangguku?!," tegasku yang merasa sangat terganggu dengan kelakuan Ilham.
Tidak mendapat respon sama sekali dari Ilham. Dia hanya menatapku sedari tadi. Tatapannya semakin fokus dan aku mulai menundukkan pandanganku.
Aku sudah tidak tahan lagi. Mau sampai kapan dia akan terus menatapku seperti itu?.
Aku bangkit dari tempat dudukku dan kupercepat langkah kakiku agar bisa menjauh dari Ilham.
"Lo beneran nggak inget gue Fa?. Ini gue Ilham. Ilham Ardiansyah Putra," teriak Ilham yang berdiri tidak jauh di belakangku.
"Tolong jangan ganggu aku Ham. Aku ingin sekolah disini dengan lancar sampai lulus nanti," aku berhenti sejenak dan kulanjutkan kembali jalan cepatku.
Aku keluar dari kelas, berharap dia tidak mengikutiku. Tujuan yang pertama muncul diotakku adalah mushola. Aku bergegas menuju tempat itu.
Kulaksanakan shalat Dhuha agar hatiku lebih tenang. Dengan mencurahkan segala isi hati ke pada Sang Pencipta.
*****
Hari berganti malam. Sinar matahari yang terang digantikan oleh cahaya-cahaya lampu yang menerangi jalan. Hujan deras membuat bulan tak terlihat wajahnya.
Aku memiliki hobi baru yaitu menatap keluar jendela kamar, menyaksikan kota yang masih asing bagiku.
"Zulfa, besok kamu pulang jam berapa?", wanita yang mengenakan setelan baju tidur itu berdiri dibelakangku.
"Astaghfirullah ibu, bikin Zulfa kaget aja. Sebelum masuk salam dulu ibu".
"Eh ibu lupa. Assalamu'alaikum Zulfa".
"Wa'alaikumsalam. Ibu tadi tanya apa ya ke Zulfa".
Ibu duduk dikasurku. Dia menepuk-nepukkan tangannya di tempat tidur mengisyaratkan kepadaku untuk duduk disebelahnya.
"Besok kamu pulang sekolah jam berapa?".
"Zulfa besok pulang sekolah sekitar jam 4 sore. Emang kenapa bu?. Mau ngajak Zulfa jalan-jalan ya?", aku tersenyum jahil.
"Enggak, besok ibu mau ngajak kamu ke rumah temen ibu yang ada di Yogyakarta. Itu loh temen ibu yang dulu rekan kerja ibu, yang sering main ke rumah waktu kamu masih TK".
"Yang mana?", tanyaku bingung.
"Itu loh Tante Lina. Dulu waktu main kerumah pasti bawa dua anaknya. Kan kamu seneng banget waktu mereka dateng. Sampai kamu nangis waktu mereka mau pulang", jelas ibu.
"Oh Tante Lina. Ya Zulfa inget bu", aku tersenyum lebar ketika berhasil mengingat masa-masa itu.
"Nah, besok pulang sekolah ibu yang jemput biar langsung pergi ke rumahnya Tante Lina".
"Masa Zulfa nggak mandi dulu. Bau kecut dong".
"Kalau pulang dulu nanti keburu malem Zulfa. Kamukan kalau mandi lama, belum juga dandannya".
"Iya deh Zulfa ngalah".
"Yaudah besok telfon ibu ya kalau sudah pulang. Sekarang Zulfa tidur, udah malem," kata ibu kemudian langsung keluar dari kamarku.
*****
Pagi ini aku berangkat dengan diantar ayahku lagi.
"Zulfa bisa naik ojol kok yah. Ayahkan harus kerja pagi," tolakku ketika ayah mengatakan dia akan mengantarku.
"Tempat kerja ayah satu arah dengan sekolahmu. Zulfa berangkat sama ayah aja," kata ayah.
Aku menuruti permintaan ayah.
Dulu ketika masih di Bandung, aku sering berangkat sekolah dengan ojol. Bukannya tidak mau diantar ayah tetapi ayah selalu berangkat pagi bahkan lebih pagi dariku. Tempat kerjanyapun beda arah dengan sekolahku.
Ibuku sempat ingin mengantarku tapi aku menolak. Aku tidak mau merepotkan ibu. Ibu yang pagi-pagi sudah ke pasar, masak buat sarapan, dan kegiatan rumah lainnya. Pasti akan lebih lelah jika masih harus mengantarkanku.
*****
Siska mengajakku ke perpustakaan ketika jam istirahat kedua. Sesudah selesai shalat Dzuhur berjamaah di mushola sekolah, aku menyusul Siska yang sudah menungguku di perpustakaan.
"Eh Fa tau nggak?," tanya Siska sambil membalik halaman buku yang sedang dibacanya.
"Ya enggak lah, kan belum kamu kasih tau," jawabku polos.
"Tanya kenapa gitu Fa," Siska memanyunkan bibirnya.
"Iya iya. Kenapa?," kataku menuruti.
"Nih ada surat buat kamu," kata Siska sambil memberikan sebuah surat yang hanya selembar kertas.
"Surat dari siapa Sis?."
"Orangnya yang ngasih surat ini nggak mau kamu tau siapa dia," jelasnya.
Aku mengambil surat itu. Tulisan yang kurang rapih dan kertas yang sedikit lecek sudah pasti dari laki-laki.
"Ini dari laki-laki ya Sis?. Ayolah beritahu aku siapa namanya," aku mendesak Siska agar dia berkata jujur padaku.
"Betul banget, ini emang dari cowok. Tapi maaf banget Fa, aku udah janji sama dia buat ngerahasiain identitasnya", Siska tetap kekeh tidak mau memberitahuku.
Aku membaca surat itu. Baru juga kemarin aku masuk, udah dapat surat, dari laki-laki pula.
Ya Allah jauhkanlah aku dari orang-orang yang berniat tidak baik kepadaku.
"Halo Fa, kita bertemu lagi setelah 12 tahun lamanya.
Masih inget aku?. Jawabannya aku yakin pasti enggak.
Dulu kita bagaikan amplop dan perangko, susah banget buat dipisahin.
Bagaikan bulan dan bintang yang selalu berdampingan.
Eaaa bisa puisi juga ternyata aku.
Kamu masih tetap sama Fa.
Cantik, pendiam, pemalu, ramah.
Bedanya dulu kamu pendek, sekarang udah tinggi. Tapi masih tinggian aku.
Dan kamu dulu cerewet banget kalo sama orang yang udah kamu kenal.
Kamu cerita panjang lebar sampai aku ngantuk karena mendengarkan ceritamu.
Tapi aku tidak pernah bosan mendengarkan ceritamu yang cuma itu-itu aja.
Kamu inget nggak waktu dulu aku mau pindah ke Yogyakarta?.
Kamu nangis terus, sampai kamu bilang pengen ikut pindah kesini.
Kita memang beda gender, tapi entah kenapa dulu aku nyaman banget main sama kamu.
Sekarang kamu ada didekatku lagi.
Seperti takdir yang menginginkan kamu kembali.
Salam, teman masa kecil."Aku teringat memori 12 tahun lalu setelah membaca isi surat ini. Senang, bingung, sedih, semua bercampur menjadi satu.
Teman masa kecil yang dulu sangat dekat denganku, kini berada disatu sekolah bersamaku.
Aku masih mengingat jelas wajahnya tetapi aku tidak ingat siapa namanya.
Jika saja aku mengingatnya, pasti akan lebih mudah menemukan dia.
=> => =>
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelengkap Hijrahku
Non-FictionJodoh adalah rahasia Allah Dan kamu adalah bagian dari rahasia itu - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Story by : Nurul Riani Cover & Animasi by : Nurul Riani