VI

3.2K 474 10
                                    

Jeongin terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk. Sekujur tubuhnya basah, tersiram keringat dingin. Deru napasnya bersahut-sahutan. Sesekali merasa sesak dan tersengal.

Ia mengusap wajahnya, sedikit frustasi. Matanya menatap sekilas pada Hyunjin yang tengah terlelap. Ia menghela napas, lalu bangkit dari tidurnya. Tungkai kurusnya menjejak di atas lantai marmer yang dingin.

Jeongin berjalan menjauhi kamarnya. Langkah kakinya membawa dirinya menuju dapur. Dibukanya kulkas dan mengambil sekotak susu dari sana. Sebisa mungkin ia berusaha meminimalisir suara yang ia timbulkan.

Sudah menjadi kebiasaannya sejak lama. Setiap terbangun dari tidurnya di malam hari, Jeongin akan pergi ke dapur untuk meminum segelas susu. Terkadang, ia juga akan memakan kue kering dalam toples-toples kaca di atas pantry yang selalu disediakan ibunya.

Jeongin tiba-tiba saja merasa cemas untuk alasan yang tidak diketahui. Entah karena apa, bisa jadi karena mimpi buruknya. Kepalanya berdenyut nyeri saat berusaha mengingat-ingat isi mimpinya.

Semakin bersikeras, maka kepalanya semakin terasa sakit. Sepertinya ini efek terguyur hujan beberapa hari yang lalu saat pergi ke kafe.

"Jeongin, kamu ngapain di dapur jam segini?" Suara Hyunjin terdengar menginterupsinya. Sementara Jeongin tak bisa mendengar dengan jelas apa yang terjadi selanjutnya lantaran rasa sakit pada kepalanya.

Hyunjin yang baru saja terbangun dari tidurnya bergegas menghampiri adiknya yang terlihat jauh dari kata baik. "Jeongin, kamu kenapa?"

Tapi, Jeongin tidak menanggapinya. Ia sibuk memijit pelipisnya yang terasa pening. Di detik berikutnya, dia masih merasa baik-baik saja. Namun, tak lama kemudian kesadarannya mulai hilang.

Tubuhnya limbung ke arah Hyunjin. Dan dengan sigap Hyunjin menahan tubuhnya agar tidak jatuh menbentur lantai.

Hyunjin panik begitu mendapati tubuh adiknya terbujur lemas dengan wajah dan bibir yang pucat. Suhu tubuhnya berangsur naik, Jeongin demam.

.

"Ibu nggak bisa ninggal Jeongin sendirian," kata ibunya sembari mengusap dahi Jeongin yang terasa hangat. "Ibu mau telpon pegawai toko dulu. Mungkin buat sementara ini toko kuenya harus tutup."

"Kamu jagain Jeongin sebentar, ya. Biar Ibu masakin sarapan buat kamu dulu," ujar Nyonya Hwang sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamarnya.

Hyunjin hanya bisa terdiam saat menatap wajah Jeongin yang jauh dari kata baik-baik saja. Ia merasa bersalah. Harusnya, hari itu ia tidak mengizinkan Jeongin untuk pergi ke kafe bersamanya di tengah hujan deras.

Diusapnya dahi yang lebih muda. Lagi-lagi ia meringis saat merasakan suhu tubuh sang adik yang benar-benar panas. Diambilnya kain basah dalam baskom di atas nakas, memerasnya, lalu meletakkan kain itu di atas dahi yang lebih muda. Berharap dengan begitu suhu tubuhnya akan berangsur turun.

Hyunjin menghela nafasnya sembari menatap wajah yang tengah tertidur sedih. Ingin sekali dia absen dari sekolah untuk menjaga sang adik yang tengah sakit. "Tapi, sayangnya Kakak nggak bisa. Kamu tau sendiri 'kan, gimana seramnya Ayah kalau marah?"

"Maafin Kakak ya, Jeongin."

.

Seungmin mengernyit tidak mengerti pada teman sebangkunya itu. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana. Wajah Hwang Hyunjin kali ini benar-benar murung, rasanya ada awan hitam yang bergantungan di atas kepalanya.

"Lo ada masalah, Jin?" Tanyanya, meski sedikit ragu untuk bertanya karena pada kenyataannya mereka tidak sedekat itu.

Hyunjin yang tadinya larut dalam pemikirannya dibuat tersentak oleh kata-kata Seungmin. Iya menoleh padanya sejenak, lalu kembali memandang lurus papan tulis di hadapannya.

"Gue gapapa, emangnya gue kenapa?"

Seungmin berdecak, "Itu nggak menjawab pertanyaan gue, Hwang Hyunjin tolol." Ia terkekeh saat pada akhirnya Hyunjin menatapnya marah. Setidaknya ia masih memiliki ekspresi lain untuk ditunjukkan selain murung.

"Kalo ada masalah, cerita. Jangan dipendem sendirian. Bikin depresi, tau ga."

Hyunjin tak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya lesu. Lagipula dia ragu harus bercerita pada teman sebangkunya atau tidak. Seumur-umur, mereka jarang sekali bertukar kata. Apalagi jika itu tentang kehidupan pribadi masing-masing.

Haruskah ia bercerita pada Seungmin? Atau lebih baik diam dan memendam semua yang dirasakannya sendirian?

Twins ㅡ hyunjeong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang