Tuan Hwang memijit pelipisnya yang terasa pening. Sudah hampir seminggu berselang sejak putra bungsunya hilang, atau bisa dikatakan jika sebenarnya ia hanya pergi tanpa pamit ke satu tempat. Suasana di rumah memburuk sejak matahari dalam keluarganya pergi.
Toko kue milik sang istri tutup sejak berhari-hari yang lalu. Wanita itu mendadak stress berat begitu si bungsu pergi. Hal sama terjadi pada putra sulungnya, ketiadaan Jeongin di rumah membuatnya seringkali tidak pulang dengan alasan menginap di rumah teman karena tugas.
Rumah yang dulunya ramai mendadak sunyi senyap setelah si bungsu pergi, entah ke mana. Dirinya sendiri masih bertanya-tanya. Semua usaha telah dikerahkan agar Jeongin segera kembali pulang dan mengembalikan kondisi rumahnya seperti sedia kala.
Dia selalu seperti itu. Rasa gengsinya lebih tinggi melebihi apapun. Tuan Hwang tentu saja menyayangi semua anak-anaknya, tanpa terkecuali Jeongin yang lahir dengan kelebihan. Karena dirinya sendiri memiliki seorang adik yang sama-sama tunawicara. Hanya saja rasa gengsi yang setinggi langit dan sebesar kepala, membuatnya kerap kali menghina darah dagingnya sendiri.
Tuan Hwang sadar betul, kenapa putranya itu sampai nekat meninggalkan rumah seperti saat ini. Pasti karena dirinya tanpa sengaja mendengarkan pertengkarannya dan sang istri tempo hari. Ia sadar, ucapannya cukup keterlaluan saat itu.
Ia menatap foto dalam bingkai itu dengan sedih. Tidak ada yang pernah tahu jika ruang kerjanya memiliki tempat tersendiri untuk menyimpan foto-foto anggota keluarganya, sekalipun itu istrinya sendiri. Foto Jeongin dengan berbagai usia mendominasi di sana, lebih banyak dari si sulung sendiri. Bukannya pilih kasih, tapi Hyunjin kecil memang selalu menangis saat blitz kamera mengenai matanya.
Putra bungsunya, meskipun terbatas, namun lebih berani dari kakaknya sendiri. Dan ia bangga akan hal itu.
Menghela napasnya berat, "Kamu di mana, Dek."
Selang beberapa menit, suara ponselnya menggema memenuhi seisi ruangan. Nama salah satu agen yang ia sewa untuk mencari keberadaan Jeongin terpampang di sana. Dengan penuh harapan ia mengangkatnya, berharap jika ada kabar baik dari mereka.
"Halo?"
'Kami berhasil menemukan keberadaan putra bungsu Anda.'
.
Jeongin mengelus kepala Ururu dengan sayang. Ururu adalah anjing jenis shiba milik paman dan bibinya. Dia sendiri yang menemukannya di pinggir jalan saat hujan turun dengan deras. Saat itu sang ayah menolak permintaannya untuk memelihara Ururu, maka dari itu ia menitipkannya pada paman dan bibinya.
Ururu tumbuh sehat di bawah pengawasan kedua orang itu. Dia aktif dan ramah pada siapapun, hanya akan menyalak saat merasa senang dan mencurigai seseorang.
Kini waktunya Ururu makan. Jeongin sudah menuangkan makanan untuk Ururu ke atas mangkoknya. Sembari menunggu Ururu selesai makan, matanya menatap hamparan langit biru dengan awan yang berarak di atasnya. Meskipun hari sudah siang, namun suasana di desa pada siang hari masih cukup sejuk. Persis saat pagi hari.
"WOOF~!" Suara Ururu membuyarkan lamunan tidak berartinya. Ia memandang shiba manis itu hampir menyelesaikan makan siangnya. Ururu memandang Jeongin seolah menawarkan pada sang tuan untuk ikut menyantap makanannya.
Jeongin menggeleng, ia hanya mengelus kepala anjing itu dan tersenyum kecil. Tapi, Ururu bersikeras menyuruhnya untuk ikut makan. Meski sudah berulang kali ditolak si pemilik.
Bibinya datang dan terkekeh pelan melihat interaksi mereka, "Ururu, Jeongin tidak makan makananmu. Berhenti memaksanya."
Ururu melengos sedih, tapi tetap melanjutkan acara makan siangnya tanpa menengok Jeongin atau bahkan bibi lagi. Jeongin tertawa dan mengelus puncak kepala shiba itu sekali lagi. Ia akui, Ururu cukup pengertian hingga mengingatkannya untuk makan siang.
"WOOF! WOOF!" Ururu menyalak ribut saat mendapati langkah kaki orang tidak di kenal memasuki area pekarangan rumah mereka. Membuat Jeongin dan bibinya langsung memandang ke luar sana.
Betapa terkejutnya ia saat mendapati ayahnya, bersama ibu dan kakaknya berdiri di hadapannya. Kondisinya tampak jauh dari kata baik-baik saja. Ayahnya mendekat terlebih dahulu, namun segera dihadang oleh Ururu dan juga sang bibi yang bergerak menyuruh Jeongin untuk masuk ke dalam rumah.
"Kamu masuk, Jeongin. Biar bibi yang urus mereka."
tbc
---
satu chapter lagi menuju end.
menurut kalian, enaknya bikin epilog atau nggak? mau ending yang bagaimana? sad or happy?😃😁
![](https://img.wattpad.com/cover/184608171-288-k319557.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins ㅡ hyunjeong✔
Fanfictioncuma sepenggal cerita, kakak beradik yang saling menyayangi satu sama lain. meskipun perbedaan diantara keduanya terlihat begitu mencolok. hwang hyunjin & yang jeongin ©seungminavy, 2019