Hyunjin meringis saat Jeongin dengan sengaja menekan dengan keras lukanya menggunakan kapas beralkohol. Ditahannya lengan sang adik, lalu menatap dalam kedua mata Jeongin yang tampak redup dari biasanya.
Ia menatap sedih Jeongin. Hendak mengusap pipinya, namun buru-buru ditepis oleh si bungsu. "Jeongin, bukan salah kamu."
Sudah berkali-kali Hyunjin tegaskan itu padanya. Bahwa penyebab pertengkaran tempo hari dan perkelahiannya dengan Sunwoo hari ini adalah murni kesalahannya. Namun bagaimana Jeongin adanya, dia tetap tak mau mendengarkan. Jeongin terus beranggapan bahwa ini semua adalah kesalahannya.
Jeongin berhenti bicara dengan siapapun. Jika bukan dirinya dan sang ibu yang memulai, dia enggan berbicara terlebih dahulu.
Karena inilah Hyunjin harusnya berpikir dua kali sebelum melibatkan sang adik dalam pertikaian antara dirinya dan Sunwoo. Terus terang saja dirinya menyesal.
Jeongin bergegas merapikan kotak obatnya dan hampir beranjak pergi saat tiba-tiba Hyunjin menahan tangannya. Jeongin menoleh dan menatapnya dengan pandangan bertanya, 'Kenapa?'
Hyunjin mengulum senyum canggung, "Kakak minta maaf karena belum bisa jadi kakak yang baik buat Jeongin."
Jeongin menggeleng, ia melepaskan diri dari cengkeraman Hyunjin dan tersenyum. 'Bukan salahmu. Salahku karena dilahirkan cacat.' Tapi ia tak mengatakannya.
'Kak Hyunjin harus damai secepat mungkin sama temanmu itu. Mau gimanapun juga, kalian teman baik 'kan?'
Hyunjin menghela napas dan mengangguk, "Apapun buat Jeongin."
.
"Apa-apaan ini, hah?!"
Hyunjin sudah menduga jika hal ini akan terjadi, cepat atau lambat. Ayahnya pulang, entah terkena angin apa. Yang pasti Hyunjin tidak perlu lagi bertanya-tanya. Alasan sang ayah pulang dengan setumpuk emosi tentu saja karena dirinya sendiri.
Hyunjin buru-buru menyuruh Jeongin untuk pergi ke kamarnya. Membiarkan dirinya dan sang ibu menangani ayahnya hanya berdua saja. Namun, Jeongin menggeleng.
"Aku nggak mau ninggalin kalian!" Untuk pertama kalinya Jeongin bersuara, meskipun tercekat dan putus-putus. Ia menggerakkan jarinya, 'Aku nggak bisa, mau gimanapun ini juga salahku.'
"Hyunjin! Masuk ke kamar sekarang juga!" Suara Tuan Hwang menginterupsi mereka semua. Hyunjin hendak menuruti apa kata sang ayah, namun Jeongin menahannya dan seolah berkata melarangnya untuk pergi.
Hyunjin menggeleng, "Nggak, Jeongin. Sekali ini aja, biarin kakak jadi lebih berani."
Dan sosoknya hilang begitu saja di ujung teratas anak tangga. Disusul ayahnya yang masih dibutakan oleh emosi. Baik Jeongin dan ibunya hanya bisa merapalkan doa, semoga ayahnya itu masih sedikit berpikir untuk tidak melukai kakaknya.
.
Jeongin melangkah perlahan memasuki kamar mereka, tepat setelah sang ayah melangkah keluar dari sana. Ia mendapati tubuh sang kakak tengah terbaring lemas di atas ranjangnya sendiri dengan memar menghiasi beberapa bagian wajahnya. Ia meringis saat melihat sudut bibir Hyunjin yang sobek.
Entah apa yang sudah sang ayah perbuat padanya hingga membuat kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Jeongin menyentuh kening sang kakak dengan jarinya secara perlahan, namun saat mendapati ringisan kesakitan dari bibir kakaknya buru-buru ia menyingkirkan tangannya.
Pemuda itu melangkah ke luar, hendak memanggil sang ibu untuk memeriksa kondisi Hyunjin. Namun, ia tak kunjung menemukan sosok wanita yang telah melahirkannya itu. Telinganya tiba-tiba mendengar suara ribut dari dalam kamar orang tuanya.
Samar-samar terdengar suara mereka yang saling memaki satu sama lain. Jeongin melangkahkan kakinya, mundur secara perlahan. Terlebih saat mereka mulai menyerukan namanya.
"AKU NGGAK PERNAH MAU PUNYA ANAK YANG CACAT SEPERTI JEONGIN! KAMU SENDIRI 'KAN YANG MAU JEONGIN TETAP HIDUP?!"
Apa ini? Jeongin melangkah menjauh, berpura-pura untuk tidak mendengarkan apapun. Termasuk pertengkaran kedua orangtuanya.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins ㅡ hyunjeong✔
Fiksi Penggemarcuma sepenggal cerita, kakak beradik yang saling menyayangi satu sama lain. meskipun perbedaan diantara keduanya terlihat begitu mencolok. hwang hyunjin & yang jeongin ©seungminavy, 2019