When

268 47 0
                                    

Bahkan setelah berkencan selama setahun perasaan Felix pada Jisung masih campur aduk.

Ia menyukai Jisung. He knows that for sure. Ia tidak akan mungkin menyatakan perasaannya jika ia tidak menyukai pemuda tupai itu. Felix sama sekali tidak menyesal berkencan dengan Jisung. Han Jisung adalah zona nyamannya, akrab, sebuah jangkar selamat datang di teritori yang tidak pernah Felix jelajahi sebelumnya.

Bahkan sekarang, ini ... sangat menegangkan. Setiap kali ia mencium Jisung, jantungnya mulai berdetak secara tidak wajar, but Jisung is understanding and patient about everything, jadi Felix bertanya-tanya apa yang menahan dirinya sendiri?

Tetapi di hari peringatan satu tahun hubungan mereka Jisung meyakinkan Felix dengan caranya.

Ketika itu Jisung menculik Felix selama sehari dan mereka mengambil kereta pertama menuju kota asal mereka. Felix sadar sebenarnya ia sudah tahu kemana Jisung membawanya, tetapi ia hanya tersenyum pada dirinya sendiri ketika Jisung menuntunnya, jari-jari terjalin dan telapak tangan yang saling menempel, kembali ke tempat yang akrab dan familiar.

"You’re so lame," Felix tertawa ketika mereka menginjakkan kaki di sekolah mereka. Lapangan olahraga telah direnovasi, tetapi itulah satu-satunya perubahan yang dapat dikenali oleh Felix. Segala hal hampir sama, sama tidak berubahnya dengan Jisung sendiri.

Jisung tersenyum malu, "I told you I’d do the cheesiest anniversary celebration possible, dan aku berpegang teguh pada kata-kataku."

Felix hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya ketika Jisung setengah menyeretnya ke arah bangku di lapangan sepak bola, langkah kaki bergema antara logam dingin ketika Jisung menjatuhkan diri di baris paling atas. Felix duduk dengan anggun di sebelahnya, dan bahkan melodi angin terdengar seperti rumah baginya.

"Ini baru pemberhentian pertama dari Jisung first Year Anniversary extravaganza," Jisung menggoda, menyandarkan kepalanya di bahu Felix. Nafas Felix tercekat di tenggorokannya ketika rambut Jisung menggelitik lehernya. "Right now, I’m taking you on a trip down memory lane."

"Oh, joy. Please indulge me," Felix berkata dengan nada datar. Jisung menukul pahanya.

"Setidaknya berpura-puralah sedikit excited," Jisung memarahi Felix.

"Baiklah," kata Felix, mencoba menahan tawa yang sudah berada di ujung lidahnya. Tawa Felix memudar seiring keheningan nyaman yang mengelilingi mereka. Felix mengingat tempat ini, meskipun semua hal terasa baru. Ia selalu duduk sendiri selama pertandingan sepakbola, menonton siswa lain bermain ketika ia mencari alasan untuk tidak pulang ke rumah dan belajar lebih banyak.

Jisung pernah menemaninya, sekali, untuk menonton pertandingan sepakbola antar sekolah. Felix benci, ia benci betapa kerasnya orang-orang bersorak, ia benci keributan besar yang terjadi, tetapi lengan Jisung yang konstan di bahunya membuat semua itu sedikit lebih tertahankan.

Felix terdiam, mengamati rumput yang bergoyang karena guncangan angin. Ia sadar, dengan terlambat, bahwa Jisung menyanyi.

Suara itu lembut, hampir tenggelam oleh betapa kerasnya angin bersiul melalui pepohonan, dan Felix harus berusaha keras untuk mendengarnya. Tapi suara itu ada di sana, suara indah yang tidak i dengar dalam waktu lama, sejak Jisung melepaskan mimpi-mimpinya untuk profesi yang lebih praktis. Jisung menyanyikan lagu yang sama dari bertahun-tahun yang lalu. Lagu dari pertunjukan bakat sekolah. Sebuah lagu tentang bulan melankolis diatas cakrawala kota Seoul.

Felix terpesona. Nostalgia ini terasa luar biasa, suara Jisung yang tenang menggali kenangan lama dan perasaan yang tenggelam seperti permata tersembunyi di bumi. Suara Jisung menyadarkan Felix, bagaimana mereka beralih dari sebuah pertemuan awkward hingga sekarang.  Together and familiar and in love.

Jantung Felix berhenti.

In love.

"Aku mencintaimu," kata-kata itu keluar dari mulutnya sebelum Felix bisa memikirkan apa yang ia katakan.

Lagu Jisung tiba-tiba berhenti.

Ini aneh. Jantung Felix tidak berpacu satu mil per menit, seperti yang terjadi setiap kali Jisung menciumnya hingga ia harus melepaskan ciuman mereka untuk menenangkan diri. Ada ketenangan aneh yang menyelimutinya, dan Felix tidak pernah merasa sedamai ini sebelumnya.

Ia mencintai Jisung. Tanda tanya besar di atas campur aduk emosinya tiba-tiba meletus, dan kebingungan yang ia alami selama bertahun-tahun akhirnya terurai.

Jisung terdiam, tapi Hongbin tidak gugup. Ia tahu, mungkin sejak mereka mulai berkencan, apa yang dirasakan Jisung padanya. Mengapa Jisung mengerti, mengapa malaikat itu tidak pernah mendorong Felix melewati zona nyamannya. Mengapa Jisung tidak pernah frustrasi padanya.

Mengapa Jisung bertahan.

Beban berat terangkat dari bahu Felix, dan kemudian ia merasakan sebuah tangan (ia mengenal tangan ini - ia menggenggamnya berkali-kali) di kedua sisi wajahnya, dengan lembut memutar kepalanya untuk menghadap Jisung.

Mata Jisung tersenyum, took you long enough," kata Jisung, tetapi suaranya bergetar. "Aku juga mencintaimu, idiot."

Wajah Felix mengerut. "Aku tahu."

Ketika Jisung menciumnya kembali, jantung Felix kembali berdetak kencang, tetapi kali ini berbeda.

Ini berlomba menuju babak baru sejarah, sebuah cerita yang ditulis hanya antara dia dan Jaehwan.

It races towards a new chapter of history, a story being written solely between him and Jisung.










TBC

Agape | Jilix ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang