Who

654 83 0
                                    

Sebagian penonton bertepuk tangan dengan setengah hati. Keriuhan pelan itu bergema seiring dengan detak jantung Felix.

Pertunjukan bakat SMA dipastikan bukan merupakan acara yang penuh kemeriahan, daftar singkat penampil yang disejajarkan dengan kursi auditorium yang hanya separuh penuh membuktikan hal itu. Jujur saja, Felix ada disini karena ia butuh volunteer hours dan satu-satunya yang harus ia kerjakan adalah mengatur audio system dan menyetel musik yang sesuai untuk tiap penampil.

Ada setumpuk CD dan USB di atas meja, semua dengan nama tertulis dalam coretan kecil di bagian depannya. Hanya ada sepuluh total, dan pada titik ini, Felix ragu apakah jam kerja sukarela yang sedang dijalaninya ini sepadan. Ia mungkin hanya akan mendapatkan satu, maksimal, dengan seberapa pendek acara membosankan ini.

Felix menutup mulutnya dengan punggung tangan, mencegah dirinya menguap lebar dan mempermalukan diri. Ia mengambil cd berikutnya, tulisan Han Jisung, Act 7 dengan tinta biru di sampul cd hampir tak terbaca ketika Felix dengan ceroboh memasukkannya kedalam slot, sibuk memikirkan apa yang di masak untuknya saat makan malam. Nama itu hampir tidak bisa diproses dalam otaknya yang mengantuk.

Si pembawa acara - gadis berkuncir kuda dari kelas Felix, yang suaranya semakin datar dari menit ke menit - mengumumkan dengan suara lesu "tahun ketiga Han Jisung, akan menampilkan cover dari 'Moon of Seoul' oleh Kim Gunmo', dan Felix tanpa sadar memberikan applaus, memperhatikan wajah yang samar-samar terasa familier sedang menaiki panggung dengan mikrofon ditangannya.

Nada pertama keluar dari speaker, dan Felix baru saja akan meraih ponselnya untuk melanjutkan gamenya yang tertunda ketika Han Jisung mulai bernyanyi.

Tangan Felix membeku ditengah jalan.

Suara yang didengarnya terasa tidak nyata. Suara itu pasti kepunyaan salah satu malaikat Tuhan, mungkin milik salah satu dari tujuh Archangel atau makhluk mitologi lainnya mungkin nephilim atau incubus, karena Felix tidak pernah mendengar suara sehalus itu sepanjang hidupnya.

Ia akhirnya mencoba mengamati sosok bersuara malaikat itu, Han Jisung yang hanya ia dengar sepintas lalu. Felix tertegun menyadari selain suaranya, sosok senior itu juga memiliki visual yang sempurna. Gairah terukir di wajahnya saat dia menumpahkan hatinya dalam tiap kata yang ia lantunkan.

Felix mencoba memikirkan mengenai apa yang ia ketahui tentang Han Jisung, cukup sulit karena sebagian akal sehatnya masih berkecimpung dengan keindahan suara sosoknya. Ha Jisung adalah sosok populer dari tahun ketiga, dengan banyak teman, dan outgoing personality, tipe kepribadian yang Felix harap dapat ia miliki. Seorang pemuda sempurna, jenis orang yang tidak akan sudi berinteraksi dengan manusia awkward semacam Felix.

Sekarang, setelah mendengar suara Jisung, Felix benar-benar yakin bahwa ia tidak akan pernah memiliki kesempatan.

Ketika lagu yang dinyanyikan Jisung berakhir tepuk tangan yang dia terima jauh lebih meriah dibanding sebelumnya. Felix bergabung dengan audiens untuk memberi apresiasi bagi keindahan musik yang baru saja ia dengarkan, senyuman bodoh muncul di wajahnya ketika Jisung membungkuk, matanya bersinar.

Bagaimana mungkin seseorang yang sudah sempurna menjadi lebih memikat?

Felix meraih cakram berikutnya dengan jari yang sedikit gemetar. Senyuman Jisung dan vokalnya yang sempurna terngiang dalam benak Felix, mengacaukan otaknya yang sebenarnya sudah tidak sinkron, dan Felix tidak ingin mencari tahu seberapa cepat jantungnya berdetak. Han Jisung adalah Han Jisung, pemuda sempurna dengan suara yang luar biasa, dan Felix hanya -

Sebuah jari mengetuk bahunya dengan ringan, dan tangan Felix seketika tergelincir, menampar tombol Play sedikit terlalu kuat. Felix berputar hanya untuk dibutakan oleh senyum cerah Jisung.  Jisung memiringkan kepalanya, matanya menyala karena penasaran.

"Hei." Dia berkata, dan suaranya ketika berbicara sama baiknya dengan suara nyanyiannya. "Lee Felix, kan? Kau berada di tingkat dua."

He knows who iam. Felix berpikir ketika ia mengangguk dengan kaku, alunan musik untuk penampilan selanjutnya memudar menjadi sebuah white noise sebagai latar belakang suara Jisung. Han Jisung nampak lebih sempurna jika dilihat dari dekat, dan keberadaan sosok Jisung dengan radius semeter darinya membuat Felix kesulitan berkonsentrasi dan menyusun kalimat yang koheren.

"Kau tahu, aku selalu ingin bicara denganmu. Kau selalu duduk sendiri saat makan siang, kan?" Jisung mengulurkan tangan kearahnya. "You look so lonely, all the time. Aku ingin bertanya apa mungkin kau ingin hangout bersama kapan-kapan? Aku ingin menjadi temanmu."

A heart as golden as his voice. Felix tidak dapat percaya Jisung bertambah sempurna tiap detiknya.

"Tentu," Felix menjawab tanpa berpikir, dan mata Jisung berkerut karena sukacita.

"Aku Han Jisung." Dia memperkenalkan dirinya.

"Aku tahu." Felix lagi-lagi bicara tanpa berpikir. Apakah ada waktu yang lebih baik untuk berharap agar lantai terbuka dan menelannya selain saat ini? Tapi mata Jisung menyala ketika Felix menyambut ulurantangannya.

"Hari ini adalah hari pertama kita berteman," kata Jisung dengan tulus dan Felix tidak bisa tidak berpikir bahwa ia sedang terperangkap dalam sebuah novel romansa klise.

The moment the shy, lonely second year fell for the popular, perfect third year.






TBC

Agape | Jilix ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang