[11] Big Mistake

1.5K 161 20
                                    

"J-jeon Somi!?" Jeongyeon terpaku.

"T-tapi kenapa dia menelepon Sana? setahuku mereka jarang berkomunikasi." Tanya Jeongyeon. Mina tau Jeongyeon sedang bingung dan takut.

"Entahlah. Tapi aku punya pendapat kalau-" Ucapan Mina terpotong kala ponsel miliknya bergetar.

Drrtttt drrtttt

"Siapa?" Tanya Jeongyeon.

"Jihyo."

"Cepat angkat."

_____________________________________

"Halo, Hyo."

"Mina, Sana sudah melewati masa kritisnya. Tapi dia masih belum siuman. Setidaknya dokter sudah memperbolehkan kerabat terdekatnya menjenguk.

"Cepatlah kesini."

"Benarkah!? Baiklah baiklah, aku akan segera ke sana."

"Oh, iya! Orang tua Sana akan tiba besok malam."

"Ok, tunggu kami."

"Kami? Memangnya kau sedang bersama siapa?"

"E-eh, bukan siapa siapa. Bye~"

"Hati hati."

_____________________________________

"Jeong! Sana sudah bisa dijenguk! Ayo kita ke rumah sakit!" Mata Mina berbinar. Senyum sumringah merekah di wajah cantiknya saat mengetahui sahabatnya mulai membaik.

Mina melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tentu saja membuat Jeongyeon berteriak teriak tidak jelas.

"MYOUI MINA! AKU MASIH INGIN HIDUP! Eh? Oh, iya! AKU SUDAH MATI! JANGAN MEMBUATKU MATI UNTUK KEDUA KALINYA! MYOUI MINA!" Ya, kira kira seperti itu mulut Jeongyeon berkomat Kamit.
.
.
.
.
.
"Jihyo! Bagaimana?" Mina berlari mendekati Jihyo yang sedang membawa nampan berisi makanan.

"Kau masuklah. Maknae line sedang pulang untuk istirahat." Jelas Jihyo. Pandangan Mina teralihkan pada nampan berisi makanan itu.

"Ini untuk siapa? Bukankah kau sedang diet?" Pandangan Jihyo ikut kebawah memperhatikan makanan itu.

"Oh, ini untuk Nayeon unnie. Kasihan, dia belum makan dari tadi."

"Baiklah, aku tinggal dulu ya." Jihyo pergi menuju tempat dengan tanda panah bertuliskan 'Garden'.

Jeongyeon tiba tiba mengajakku ke rooftop. Sedikit kumuh rooftop rumah sakit ini. Tapi, biarlah.

"Aku kasihan pada, Nayeon." Jeongyeon bergumam. Dari nada bicaranya, terlihat gadis itu sedang sedih. Pandangan matanya kosong entah menatap apa.

"Iya, ternyata cinta jika di pendam itu sangat menyakitkan." Respon Mina. Jeongyeon paham dengan arah bicara Mina. Jeongyeon menatap Mina lembut.

"Aku tau arah bicaramu. Maaf jika aku tidak menyadari semua perasaanmu. Tapi, apakah kau percaya jika perasaan yang sama itu juga menyerang ku." Jeongyeon memegang bahu Mina. Tangan kanannya mulai menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik gadis penguin itu.

"Tapi, semuanya terlambat." Jawab Mina. Matanya mengkristal, sepertinya air mata berharga itu akan jatuh dalam sekali kedipan.

"Aku tau, mustahil untuk kita bersama. Tapi, percayalah aku akan tetap mencintaimu." Jeongyeon mendekat. Mempertemukan bibir Cherry yang membuat siapapun terpana. Ciuman penuh cinta, bukan ciuman hanya sekedar nafsu.

Perlahan, Mina menutup mata. Berusaha merasakan sensasi menyengat dari bibir 'arwah' itu.

Air mata Mina kembali turun. Namun, kali ini berbeda. Tersirat sebuah senyuman di wajah damai itu.

Jeongyeon melepas ciuman itu. Tidak terima jika air mata itu jatuh.

"Kenapa menangis?" Tanyanya kelewat lembut. Tatapan dalamnya mampu menghipnotis siapapun.

"A-aku hanya menyesal." Jeongyeon memilih diam dan mendengarkan penjelasan Mina.

"Aku menyesal hari itu tidak memberitahu semua tentang note yang sempat meneror ku tiga hari sebelum kau di tikam." Dengan nada ragu, Mina mengungkap rahasia yang selama ini dia sembunyikan dari semua orang.

Ya, rahasia tentang note itu. Note yang memberi tanda bahwa seseorang akan tiada.

Jeongyeon terpaku sejenak.

"A-apa?" Rasanya Jeongyeon tidak percaya dengan pengakuan gadis di depannya. Entah kenapa ia kecewa. Ia kecewa karena Mina hanya menyimpannya sendiri. Mungkin, jika Mina mau bercerita. Jeongyeon tidak akan seperti ini sekarang.

"M-maaf." Mina menunduk. Tidak berani menatap mata Jeongyeon.

"Kenapa sekarang kau baru mengatakannya, MINA!" Pikirkan negatif Jeongyeon mulai muncul. Emosi kini menguasai pikirannya. Jeongyeon mundur satu langkah. Mengacak rambut pendeknya frustasi.

"Oh, atau jangan jangan kau yang membunuhku dan berlagak seperti seseorang yang tulus mencintaiku!?" Kalimat itu, kalimat paling menusuk yang pernah ia dengar. Lebih baik mendengar hujatan haters dari pada mendengar kata kata itu keluar dari mulut orang yang ia cintai, pikirnya.

"Jeong?" Mina berusaha memastikan bahwa Jeongyeon yang mengatakan kalimat itu.

"Jujur, Mina. Aku kecewa padamu! Kenapa tidak dari du-"

"CUKUP!" Mina berteriak. Berusaha menghentikan pisau pisau yang terus menyerang hatinya.

"AKU TAHU! AKU SALAH SUDAH MENYEMBUNYIKANNYA SENDIRI!" Urat Mina menegang. Wajahnya memerah. Air mata mengucur deras.

"Sudah. Tidak ada gunanya aku di sini." Jeongyeon pergi. Pergi meninggalkan Mina seorang diri. Entah ia akan kembali lagi atau tidak. Hanya Jeongyeon yang tahu.
.
.
.
.
.
Tebece

Pikirkan sendiri judulnya.

Setidaknya kasih badai dikit lah....


What's Wrong? [JeongMi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang