Tanjung sisi timur kota pelabuhan akhirnya ambrol berbenam air asin. Bangunan cegak yang sudah berdiri seratus tahun kini tak mampu lagi menahan bobot Sozorien. Gergasi lebih serupa ular raksasa itu begitu beringas dan bersemangat dalam hal membanting apa saja di sana-sini.
Satuan keamanan turut terperosok, alih-alih berhasil menumbangkan gergasi laut itu. Formasi mereka dihancurkan sejurus gempuran oleh tembakan api berdenyar dari moncong Sozorien. Lebih-lebih, gelegar halilintar meluruhkan sebagian endapan es penopang dataran pulau. Terbentuk badai topan mengguncangkan air selat sampai memorak-porandakan stasiun. Warga kota pelabuhan terkepung sempurna di reruntuhan Gapura Selamat Datang. Tak sampai disitu, laiknya hamburan kapas, mereka terpelanting menabrak reruntuhan bangunan. Semburan riak air bergas mencuat melalui celah retakan gletser, menyeret seluruh penumpang yang masih terjebak di dalam gerbong kereta ke selat. Sejurus kemudian sungut-sungut berdenyar Sozorien menebas sisa kesatuan keamanan hingga mati mengering.
Angin malam semakin menusuk sampai ke tulang-tulang ketika semua kawanan ngengat laut telah mencampakkan kota pelabuhan dan berpindah menjarah Krios. Demikian diyakini aman, sisa warga yang bersembunyi di balik puing-puing bergegas menuju pesisir pantai.
"Persetan dengan Perjanjian Setara, cepat atau lambat kita semua habis jadi makan malam berprotein tinggi untuk Iblis Laut itu!" Seorang petani mencak-mencak seraya meremas kepala botaknya. "Mana rumahku ludes, sisa uangku habis-habisan hanya untuk upeti kota pusat! Untung anak dan istriku ada di Krios, mereka pasti aman di sana."
Seorang penjual buah menarik lengan petani untuk merunduk di balik semak-semak belukar. "Diamlah, kecilkan suaramu, jangan sampai monster itu memergoki kita. Lihat apa yang dilakukannya setiap kali melihat yang bergerak, ular raksasa itu akan menggilasnya tanpa ampun. Termasuk ternak kita." Tangannya melambai-lambai pada rombongan warga untuk segera merapat ke galangan kapal.
"Ini buruk! Buruk sekali. Aku tak menyangka migrasi ke kota pelabuhan justru buntung."
"Ini hanya lelucon, 'kan? Kalian tahu simulasi bencana yang dilakukan pemerintah?"
Celoteh warga terus saling sahut.
"Keterlaluan kalau ini memang lelucon. Kalian lihat sendiri banyak kawan kita mati tercabik-cabik, kepala menggelinding? Ugh! Bayangan isi kepalanya yang berdenyut kenapa tidak hilang-hilang juga!" desis seorang wanita memekik tertahan, kedua tangannya mendekap erat tubuhnya sendiri.
"Kubilang tenanglah kalian ini. Aku tahu ini apa yang kalian rasakan, daganganku juga hancur. Ini bukan sekadar gagal panen, kemarau panjang."
"Kiamat, kiamat, kiamat. Kita semua akan mati!"
"Sebenarnya, apa salah kita sampai terjadi malapetaka macam ini?" tanya seorang lansia, pandangannya linglung, sesekali kakinya tersaruk kerikil.
"Kita tidak tahu apa tujuan monster iblis itu menyerang rumah kita, yang pasti kita harus pindah dari sini, sejauh mungkin ...," sahut si penjual buah yang memiliki ide untuk menyingkir ke tepi pantai. "Kita akan gunakan kapal ini untuk mencari pulau baru, dan kita akan membangun peradaban yang lebih baik."
"Lalu bagaimana dengan kesatuan keamanan yang mati-matian mempertahankan hidup kita?" tanya salah satu warga yang membantu para orang tua untuk menaiki kapal.
"Itu sudah tugas mereka."
Tong-tong besi berisi bahan peledak selaku menjaring ikan, mereka lempar ke laut. Layar yang terkatup, mereka rentangkan perlahan. Berikut tali tambat yang terhubung dengan limbung dermaga dipotong untuk meringkas waktu.
"Jadi, kita biarkan mereka sendirian mengalahkan monster laut itu?" sela seorang wanita yang mungkin telah mengalami adegan orang lain mati tercacah-cacah oleh ngengat laut tepat di hadapannya, terlihat dari tubuhnya yang bersimbah darah amis.

KAMU SEDANG MEMBACA
REGTA
FantasyPenyerangan tiba-tiba dari Ikan Purba Sozorien mengakibatkan badai tsunami yang meluluhlantakkan sebagian besar dataran Oceanum Rizar. Sepuluh Aquor: Mualim Rizar hewan magis laut turun tangan untuk menyegel serangan brutal agar tidak merembet merus...