1.) persinggungan laut es dan lidah api

614 38 26
                                    


Bebatan sutra makhluk setinggi tak lebih dari pohon jagung bergelebar tertiup angin laut. Kaki telanjangnya melayang di pucuk bongkahan salju paling menjulang di tengah Pulau Kura-kura. Lagaknya menantang guruh yang memerangkap uap air, siap tumpah ke dataran. Tak ada keraguan di tiap embus napas yang melaju tenang. Namun, kobaran ambisi terpancar kuat pada tonjolan urat punggung tangan Suraz yang terkepal erat.

"Masa kalian sudah lewat, Makhluk Rangup."

Telah tiba penantian panjang Masa Aeriot ketika bulan membiru merak dalam putaran seratus tahun sekali. Suraz membuka lebar Gerbang Oceanum dan sejajar dengan garis lintang matahari terbit.

Sebait mantra meluncur dari bibir sumbingnya.

"Rizariųm růiəņ Jënþrą Ţągnår!" Kedua tangan Suraz merentang. Sementara, kepala tengadah merasai sensasi lembap irisasi mega berpadu amisnya ganggang pantai. "Kebangkitanmu akan menjadi mimpi buruk yang nyata. Rizar akan kembali bersih."

Setetes rinai terjun menukik seiring tangan kurusnya menjatuhkan pecahan batu adiratna. Rembesannya menembus dataran beku, terus melesak ke bagian terdasar, di mana terdapat relikui tersembunyi. Pekikan guruh tak hentinya bersambutan. Sapuan pola magi berpendar di angkasa, menghidupkan inti sari yang telah lama mati dengan Pemanggil yang memegang kendali. Tersemburlah dari kedalaman Palung Rizar, seuntai rantai berdenyar kemerahan melawan arus paluh. Recikan apinya merayap ke atas hingga gundukan bangkai koral berderak riuh. Insting bahaya tiba-tiba saja menjolak, sesegera mungkin para ikan migrasi di sekitar berenang cepat sejauh-jauhnya.

Kedutan otot serta-merta memaksa pelupuk matanya terjaga dari tidur memfosil, menampakkan selaput mata berona buah saga. Tatapannya menyorot keangkuhan hina. Pun raungan banglas menguar bebas. Tidak bisa ditahan-tahan lagi, seolah tengah melepas kerinduan menyapa Matahari bercampur gelisah dari perjalanan mimpi cendalanya.

Namun, bukan warta gembira kalau rantai api yang membelenggu justru kian mengunci tulang-tulang kukuhnya. Ia tak dapat bergeliat bebas. Rangka amfibinya tidak sanggup meresapi asin dan panasnya air berpasir dasar laut. Cucuran keringat menggumului kekosongan raga yang dirudung rasa haus.

Hanya sejentik memoar pahit memercik, si Pemanggil berhasil menghasut yang telah berlalu.

Sekelebat siluet merah merajam sarang, melahap telur-telur meretak. Sekejap merampas kehidupan yang baru saja tertiup ke raga.

Sozorien mengaum kala kulit bersisiknya seakan-akan tercabuti dari semua lapisan permukaan daging oleh belenggu rantai. Denging tapak tilas masa mudanya berputar menyesaki kesadaran yang belum sempurna bangun. Siripnya berayun kencang mengejutkan endemik bawah laut yang masih terlelap. Tak tanggung-tanggung, tubuh raksasanya menubruk pilar-pilar karang osean. Ekornya menyepak apa pun yang dirasa mengganggu pergerakan. Guncangan itu menyentak gelombang ombak besar. Setiap rantai yang membakar tulang hingga merembet ke dinding dalam tubuh, memicu kelaparan akut. Gerakannya memberat dan melambat.

Kendati demikian, titik pandangnya berserobok pada sosok jauh di pucuk gunung es. Pemanggil berbalas menatap nanar. Intuisi Sozorien yang bergejolak menyeret tubuh berekor siripnya untuk mengarungi laut lepas. Akan tetapi, si Pemanggil memelesat ke arah Sozorien, tangannya terjulur hendak menarik sungut listrik dari puncak dahi gergasi itu. Seketika si makhluk laut mematung. Jarum api muncul dari pola magi angkasa, menghujani tubuh bersisik Sozorien. Lelehan darah merajut bersama denyaran heksagon selaku kontrak Pemanggil. Terbentuk tornado yang bersumbu di mana mereka berada. Satu tarikan kencang meledakkan gelombang tsunami. Guruh menjadi saksi bising Pernjanjian Setara itu.

"Kini tugasmu melakukan apa yang seharusnya kauselesaikan di masa lalumu," ucap Suraz, selaku Pemanggil mengunci daya kuasa Sozorien mutlak. "Dan tentu saja semua harus ada pertukaran yang setara. Mata untuk mata, jiwa yang hidup untuk raga yang telah mati."

REGTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang