PP;KP - 02

17 1 1
                                    

Bangun pagi, berangkat sekolah dan kembali ke rumah, itu rutinitas setiap harinya Marcus sebagai seorang pelajar peringkat pertama di kelasnya, meskipun sedikit bandel, otak Marcus tetap encer tidak seperti kedua sahabatnya yang sepertinya ditakdirkan tolol dari lahir.

Hari weekend seperti ini biasanya yang dilakukan orang kebanyakan adalah menghabiskan waktu luang bersama teman, saudara maupun keluarga.

Tidak berlaku bagi seorang Marcus, Sabtu dan Minggu nya hanya diisi dengan kesendirian nya di ruangan ini. Ruangan yang dulunya jarang ia kunjungi, bahkan tata letaknya pun tidak ia ketahui karena jarangnya ke tempat ini.

Hanya debu yang menemani setiap weekend nya.

Tanpa sadar sesuatu jatuh membasahi sebuah figura yang kini tengah di genggamnya. Seorang lelaki dan wanita terlihat tersenyum di dalam foto tersebut, air mata Marcus meluncur begitu saja.

Jika Tuhan mengizinkan, dia lebih memilih tidak akan pernah di lahirkan di dunia ini. Menghancurkan semuanya, bukanlah keinginannya, dia tidak memiliki niat seperti itu.

Figura tersebut terlepas dari genggaman nya, jatuh berderai di lantai.

Sudah 1 jam Marcus berada di mobilnya dengan keringat yang membasahi wajahnya, berusaha untuk menetralkan semuanya.

"Arghhhhh.....!!!!"

Dengan satu pekikan keras yang dilontarkan nya membuatnya kembali menjadikan nya sebagai Marcus. Mengendarai mobil pergi meninggalkan bangunan megah tersebut.

✝✝✝

Beberapa hari ini Garin terlihat murung, meratapi setumpuk kertas, dengan wajah yang pucat dan juga kantung mata yang sangat hitam besar. Pemandangan menyeramkan.

"Bang.."

Naira mengetuk pintu kamar milik abangnya dan masuk menghampiri abangnya yang sebentar lagi akan stres dan masuk ke rumah sakit jiwa, pikirnya.

"Hmm.." deheman lemah yang terdengar di telinga Naira.

Naira memejamkan matanya, "Gue mau.."

Garin mendongak kan wajahnya menatap adik satu-satunya, mengernyitkan kening nya tak mengerti.

"Gue setuju bantuin lo" ungkapnya pelan dan terdengar keraguan.

Garin mengangguk. "Gak perlu bantu--" ia tak menyelesaikan ucapannya, otaknya langsung cepat terhubung.

"Maksudnya, lo mau nyamar jadi anak SMA terus bantuin gue!?"

Argh, Naira ingin mengutuk suara keras yang dimiliki abangnya. "Iya!" Pekiknya tak mau kalah.

"Oke!" Garin memeluk Naira sangat erat, kegirangan, seperti baru saja mendapatkan sebuah lotre milyaran rupiah.

✝✝✝

Menerima usulan cuti satu tahun dari Garin, membuatnya sedikit lega tetapi dia akan menunda kelulusan nya sebagai sarjana. Kalau saja Garin tidak menyelesaikan masalahnya selama satu tahun, sudah dipastikan Naira akan menguburnya hidup-hidup.

Sudah ada 20 menit ia melihat dirinya dengan seragam SMA di cermin kamarnya, sungguh, membuatnya frustasi. Dengan umur 20 tahun harus mengenakan seragam SMA dan juga wajahnya yang sudah tidak terbilang seusia pelajar seperti biasa. Ah, masa bodoh, intinya dia seperti ini hanya satu tahun.

"Naira! Buruan! Lo pikir sekolah punya nenek moyang lo!"

Teriakan abangnya menggelegar memekakkan telinga siapa saja yang mendengar, Naira buru-buru turun kebawah menghampiri Mama dan abangnya di meja makan.

"Wow, tetep aja gak pantes sama muka lo Haha" ejeknya.

"Ok, gue batalin, ganti nih baju, mampus lo!" Jawab Naira.

Mamanya menggeleng pelan, "Garin, kamu yakin adik kamu ini gak ketahuan?"

"Datanya gimana?" Lanjutnya.

Garin membusungkan dadanya, "Tenang aja Ma, selagi ada Garin, semuanya beres, inget nama lo disana jangan Naira!"

"Lah, kenapa, nama-nama gue ya suka-suka gue.."

"Yaudah kalau tamat riwayat lo, gue gak peduli!"

Naira menghentakkan kakinya, "ish!"

Disinilah Naira sekarang, berada di sekolah yang dulunya ini sekolah abangnya, ingin sekali Naira kembali ke masa-masa SMA dulu, pertemuan, persahabatan, percintaan dan perpisahan.

Seorang wanita yang ia taksir berusia 35 tahun tersebut menghampiri nya dengan memegang berkas di tangannya.

"Naira Putri Maharani, ayo saya antar ke kelas"

XII IPA-2

Ingin sekali dia meneriaki abangnya sekarang juga, bagaimana bisa, seorang anak yang membenci fisika biologi dimasukkan ke jurusan IPA, sialan punya Abang. Sabar Naira, santai, Batinnya.

Baru masuk satu langkah saja, Naira sudah di soraki penghuni kelas ini.

"Silahkan perkenalkan diri.."

Naira memutar otak, bagaimana caranya memperkenalkan dirinya di usia kepala dua seperti ini, haruskah dia mengeluarkan suara yang lembut, atau manja, atau keras layaknya bad girl.

Ah, menyebalkan.

"Haai, pagi semuanya, nama saya Naira Putri Maharani.." terdengar sangat gugup batin Marcus yang sangat memperhatikan dari kedatangan Naira.

Sang guru pun menyuruhnya duduk, karena anak baru otomatis selalu duduk di belakang, untung matanya masih sehat belum rabun seperti abangnya.

Selama pengajaran berlangsung, Naira hanya memangut-mangut saja, sebenarnya dia tidak mengerti. Saat istirahat, dia ingin sekali mencari makanan namun sayangnya, dikarenakan sekolah ini masih terlalu baru baginya menyulitkan dirinya menemukan kantin.

"Kantin bareng?" Ajak Marcus tiba-tiba membuat Naira sedikit kaget.

Mereka berdua berjalan beriringan sampai di kantin menghampiri Martin dan Gaga yang tengah sibuk menyantap makan siang. Marcus menepuk tempat kosong di sebelahnya, mengisyaratkan agar Naira duduk di sebelahnya.

"Hai anak baru.."

"Heh, ada anak baru.."

Gaga dan Martin bergantian melihat Marcus yang datang bersama dengan anak baru di kelasnya.

"Bentar," ujar Marcus pergi dan semenit kemudian kembali dengan membawa sebuah mangkuk dan juga botol mineral.

Marcus tersenyum dan meletakkan mangkuk tersebut di hadapan Naira.

"Buat lo, gue udah kenyang"

Naira sedikit kaku pada saat itu, berada di satu meja dengan anak lelaki dan asing pula. "Iyaa.." jawabnya sayang jika menolak makanan gratis.

"Oh iya, kenalin gue Gaga"

"Gue Martin, gue dulu, guee.."

Gaga dan Martin berusaha keras untuk mendapatkan jabatan tangan dari Naira, namun sang Naira hanya tersenyum melihat tingkah laku kedua orang itu, sangat akrab. Sedangkan Marcus, lelaki itu hanya terus melerai kedua sahabatnya.

"Jangan dengerin mereka, mereka rada gesrek"

Seperti itulah yang didengar Naira dari seorang Marcus.

Marcus membiarkan kedua sahabatnya itu masih berdebat siapa yang akan berjabat tangan dan berkenalan terlebih dahulu, Marcus malah mendekati dirinya ke Naira yang berada di sebelahnya.

"Panggil gue Marcus.."

Dengan senyuman yang sangat lebar, mata hitam pekat, bulu mata yang lurus panjang dan juga hidung yang mancung. Memberikan kesan betapa tampannya pria yang berjarak dengannya sekitar 10cm tersebut.

Bersambung
23 April 2019, Selamat Hari Buku Sedunia♥♥

Baru di up sekarang😭😭

PERSONA PSYCHO [KEPRIBADIAN PSIKOPAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang