PP;KP - 05

8 1 0
                                    

Tek tek tek...

Suara pada jarum jam dinding berdetak tiap detik. Nampak pria yang berbadan tegap besar tengah nyenyak di balik selimutnya, bersama seorang wanita di sebelahnya.

Malam ini, terasa begitu dingin. Begitu sunyi, sehingga terdengar setiap seseorang melakukan pergerakan. Entah suara dentuman hebat tersebut berasal dari mana, lelaki berumur 10 tahun itu tau dia tengah tertidur di kamar tidurnya sendirian. Dan kedua orang tuanya tengah tertidur juga di kamar mereka.

Marcus terbangun berpikir dua kali untuk keluar di balik selimutnya.

Namun, semakin lama, terdengar pecahan kaca yang mengusik ketenangan nya. Membuatnya sedikit tak tenang, perlahan dia turun dari ranjangnya. Menginjakkan kakinya di lantai kamarnya.

Dingin. Hanya itu yang dia rasakan.

Membuka pintu kamarnya dengan perlahan, mengintip, melihat keadaan kiri maupun kanan. Nihil. Dia tak menemukan apapun yang janggal bagi anak berusia 10 tahun.

Dengan perlahan dia berjalan hingga berhasil menuruni anak tangga. Pemandangan yang tak terduga yang dia lihat, tepat jam 12 malam. Jam dinding ruang tamu berbunyi sangat nyaring.

Marcus, pada usia 10 tahun. Melihat seorang memecahkan kaca pada jam tersebut.

Di lantai berceceran darah yang begitu kental dan mengalir dari arah kamar kedua orang tuanya. Dengan cepat ia berlari menuju kamar orang tuanya, memastikan ada apa sebenarnya.

Namun naas, hanya mamanya yang berada disudut kamar ini, bergetar memeluk erat kedua kakinya.

Marcus berlari memeluk mamanya.

"Ma, papa kenapa?"

Belum mendapatkan jawaban.

Prankkk!!

Marcus malah mendapatlan jawaban pecahan cermin tepat di belakangnya, dan tongkat bisboll sudah jatuh di lantai dengan disengaja.

Dalam hitungan ketiga, Marcus terbangun dari tidur nya. Dirinya berkeringat dengan nafas tak beraturan pada jam 1 dini hari, sebenarnya, dia membenci dirinya sendiri harus mengingat dan terus mengingat kejadian itu di mimpi nya. Marcus merasakan bahwa kejadian itu semua seakan baru saja dia alami beberapa menit yang lalu.

Hampir tiap malam dirinya dihantui rasa ketakutan, apakah kejadian yang menimpa kedua orang tuanya akan menimpa dirinya juga.

Kenapa semakin lama dia ingin melupakan kejadian pahit bagi kehidupan nya, semakin gencar pula ingatan itu melekat menghantui dirinya. Tuhan seakan tau bahwa Marcus ingin melupakan, menghapus ingatannya di hari itu.

Bangkit, melihat bayangan dirinya bertelanjang dada di depan cermin. Mengamati wajahnya dengan lekat dengan berbagai macam pikiran yang mengelilingi isi kepalanya.

Naira yang baru saja meletakkan punggung datarnya di kasur berukuran Queen size-nya melirik handphonenya yang bergetar, mendapatkan pesan WhatsApp yang tidak dia kenali.

"Aku udah di depan rumah"

Begitu pesan singkat yang Naira dapatkan, melirik jam di dinding sudah sangat larut bagi seorang tamu atau temannya yang datang pada jam segini. Penasaran, Naira berjalan menuju balkon kecil pada kamarnya.

Tampak seorang lelaki yang menggunakan jeans hitam, kaos polos hitam dan juga jaket yang terliht pas ditubuhnya. Benar-benar cocok.

Marcus melambaikan tangannya, seakan tau Naira akan keluar dari balkon itu.

Syok, iya.

Naira terdiam di tempat tidak berkutik tidak bersuara seperti menjadi Mannequin yang berada di mall.
Terlalu aneh bagi Naira, sosok Marcus berada di depan rumahnya di jam seperti ini, ada apa?

"Turun bentar"

Naira mendapatkan notifikasi WhatsApp dari Marcus lagi.

"Atau aku yang naik ke atas"

Membaca lagi, Naira menghembuskan nafasnya berat. Masuk ke dalam kamar nya lagi mengunci pintu balkon kamarnya, meletakkan handphonenya di atas kasur asal asalan. Dan melanjutkan aktivitas tidur nya yang sempat tertunda.

Sudah sekitar 15 menit Marcus menunggu di depan rumah Naira, tidak melihat sosok keberadaan Naira.

Tanpa rasa ragu, Marcus memencet tombol bell yang terdapat di dekat pintu utama rumah ini.
Garin yang tengah berkutik di ruang keluarga dengan laptopnya merasa janggal ada yang datang bertamu di jam segini. Tidak ada keraguan, Garin membukakan pintu.

"Cari siapa ya?"

Garin meneliti tampilan Marcus dari atas sampe bawah.

"Marcus, Marcus Joseph D, teman Naira di sekolah barunya" begitu ucapnya memperkenalkan dirinya sendiri tanpa rasa malu.

Ah, saat mendengar nama Marcus. Garin langsung menyadari siapa lelaki yang tengah berjabat tangan dengannya saat ini. Lelaki yang sedang dia selidiki di dalam kasus yang tengah ia tangani.

"Gue Garin, ada apa kesini malam malam"

"Bang, gue pengen ketemu Naira"

Garin merasakan bau bau mencurigakan. Ada apa antara adiknya dengan lelaki yang dia curigai. Ah tidak mungkin, Naira seorang wanita perfeksionis menyukai lelaki yang dari segi tampilan saja seperti anak malam.

"Naira udah tidur, lain kali aja kesini"

Mendapat penolakan dari Abang Naira, membuatnya patuh.

Dengan hasil nol, Marcus kembali pulang ke rumahnya. Menyesal kenapa dia harus memencet tombol bell rumah Naira pada jam segini.

✝ ✝ ✝

Pagi ini, Naira rasanya enggan bangkit dari kasur, melihat seragam yang tergantung di depan cermin dikamarnya membuat nya enggan kembali ke sekolah itu. Terlebih lagi, dia malas menghadapi Marcus.

Kenapa harus dirinya yang menjadi adik dari seorang Garin.

"NAIRAAAAAAA !!!"

Kan panjang umur, terdengar jelas suara fales dari Garin yang sudah menggelegar di seluruh rumah ini. Masih jam setengah enam, begitu awal dirinya harus bangun, mandi, sarapan dan sekolah.

"Ra, lo tau kan tugas lo disini ngapain? Jadi, jangan memperumit keadaan Ra.."

Kalimat yang mengusik pikiran nya sedari tadi, Naira tidak tau apa yang di maksud kan abang nya. Tetapi, yang Naira paham hanyalah, kenapa harus dirinya yang berpura-pura menjadi orang lain pada dirinya sendiri.

Masih terus termenung memainkan makanan yang sedari tadi sudah datang. Naira saat ini sedang berada di kantin sekolahnya menikmati jam istirahat seorang diri, ya karena dia belum mengenal siapapun disini terkecuali, Aufy yang baru dia kenal kemarin dan juga lelaki yang berjalan lurus ke arah mejanya saat ini. Siapa lagi kalau bukan, Marcus dan kacung-kacungnya.

Terdapat Naira menghela nafas, malas.

"Hai Naira..." begitu sapaan dari Gaga.

Marcus duduk di sebelah Naira, melihat raut wajah dan sorot mata Marcus yang serius. Menyadarkan Gaga dan yang lainnya pergi meninggalkan mereka berdua.

BERSAMBUNG

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERSONA PSYCHO [KEPRIBADIAN PSIKOPAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang