"Ayo, Shin. Cerita." Paksa Nadhilah.
"E-aku kayaknya ga bisa, deh. Aku ngantuk banget, nih. Kemarin aku sudah tidur. Hehe, aku tidur dulu, ya."
Bagus, sudah terlihat natural.
"Kamu kenapa sih, Shin? Tadi semangat banget mau cerita. Pas Nadhilah nyampe, kamu malah ngantuk gini." Adinda mengeluh.
"Ya gimana, Din. Kan aku ngantuk ya baru sekarang, maaf ya. Lain kali aja aku cerita. Sekali lagi maaf, ya."
Adinda menghela nafas berat, Nadhilah menggerutu pelan.
"Yaudah, tapi kalo pas kamu bangun, kamu harus nyeritain semuanya ke kita, ya? Semua, lho!" Seru Nadhilah dengan tatapan serius.
Ck, sial!
"E-iya, in shaa Allah ya, Nad." Jawabku sambil tersenyum.
"Kamu istirahat aja dulu. Kalo Mama udah Dateng kita langsung pulang." Kata Adinda datar, seolah malas berbicara denganku.
Aku tahu sekarang Adinda pasti marah karena sikapku yang menjatuhkan perasaanya. Dia adalah sahabatku yang mungkin paling peduli di antara sahabatku yang lain. Tapi aku tidak bisa membicarakannya sekarang. Terlalu berbahaya.
"Iya." Jawabku pelan.
Aku menyapu ruanganku untuk mencari makhluk itu. Dia menghilang. Selalu seperti itu, selalu tiba-tiba.
'Awas kalau aku bertemu dengan makhluk itu. Dia berhutang penjelasan!' batinku.
Aku memaksakan menutup mataku. Tapi aku merasa ada yang membuka pintu kamar mandi, lalu menghidupkan keran. Aku mengintip untuk memeriksanya.
Saat aku baru saja membukanya,
"Sst, aku terlalu pinter tauk buat berurusan sama bocah kayak kamu." Kata Nadhilah dengan senyum ramah yang selalu menyembunyikan kekejiannya.
Deg!
"D-dasar psykopath!" Seruku meskipun dengan suara yang sangat pelan.
Nadhilah mengerucutkan bibirnya—sok bingung, "Kok nangis, sih?"
Bodoh! Mengapa harus di saat seperti ini aku menangis?!
"Jangan nangis, ntar aku ngiranya kamu payah, lho. Kasian Kak Nasya, udah cantik, pinter, ehh adek kayak kamu. Malu-maluin keluarga banget sih, hihi."
"Hiks, awas ya, Nad. Kak Nasya ga bakal...."
"Ihh, dia mahh. Kak Nasya mulu. Ehh, gapapa deh, kamu kan emang gak pernah bisa ngerjain sesuatu sendiri, hihi. Lagian kakak kamu bisa apa?" Nadhilah semakin dekat, "selama permainan itu ada di aku, jangankan Kak Nasya, nyawa presiden juga lagi ada di tangan aku."
"GOBLOK! DASAR ANJINK!" seruku mendengar perkataan Nadhilah.
Krieettt.....
"Kenapa ini?!"
Aku menengok ke arah suara, "Dinda! Selama ini yang bikin aku kayak gini Dila, Din. Dia yang bikin aku kayak gini!" Ucapku sambil menunjuk Nadhilah yang melanjutkan dramanya.Maaf ya, gais. Hehe, gini lahh khayalan aku. Gjls kan. Tapi jangan lupa pencet bintang, ya! Xixi.💙💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Permainan Misteri 2 (lanjutan)
Mystery / ThrillerUntuk kalian yg blm baca part 1, mending baca sekarang deh. Kalo baca ini dulu nanti jatohnya gjls😅. Happy reading, Salam Literasi!😁