Delapan

13 1 0
                                    

     Mama sedikit terbelalak melihat sesuatu di depannya. Lalu berbalik dan berkata, "Dek?"
     Aku menyadari seseorang di depan pintu itu berkata, "Kok nelpon tiba-tiba, Ma?" Tanya Adinda.
     "Nanti Mama ceritain, sekarang kamu jagain Shinta dulu, ya. Mulai besok Shinta udah ga di rumah sakit ini lagi." Lalu Mama melenggang pergi.
     Mata Adinda mengekor Mama yang mulai menjauh.
     "Yang lain mana, Din?" Tanyaku membuyarkan lamunannya.
     "E-eh, ga tau. Aku udah nelponin Hanna Ama Nadhilah tapi ga ada jawaban." Jawabnya sambil menghampiri ku.
     Hening merajai sesaat.
     "Jadi," Adinda mengambil alih keheningan itu. "Kamu kenapa bisa kayak gini?"
     Akhirnya.
     "Hmm, aku ga tau mau cerita ini darimana, Din."
     "Cerita aja, kamu tau kan siapa pelakunya?" Tanya Adinda dengan tatapan berharap.
     "Hm, iy-iya."
     "Yaudah, cerita dong. Aku ga ngerti tau penyakit kamu tuh apa. Tiba-tiba aku ditelpon Kak Nasya katanya kamu koma. Plis la, jangan bikin aku penasaran gini." Ujar Adinda.
     "Tapi, apapun yang terjadi kamu harus percaya Ama aku ya, Din?"
     "Pasti. Aku bakal selalu di pihak kamu, Shin." Matanya berbinar, siap mendengar sejumlah fakta yang mungkin menghantuinya selama ini.
     "Jadi—"
     "Hei!" Seseorang menyela. "Ikutan dong."
     Nadhilah!
     Aku terbelalak saat melihat sosoknya. Tersenyum jahil seperti biasanya. Membawa plastik berisi cemilan sehat.
     "Aku udah nyari tau di google, cemilan apa yang baik untuk orang sakit," dia mengeluarkan isinya. "Jadi aku beli beberapa cemilan sehat buat kamu. Makan, lho!"
     Aku hanya diam. Aku terlalu terkejut—atau lebih tepatnya takut untuk menatapnya.
     Nadhilah yang sejak tadi memperhatikanku tidak menoleh sedikitpun memberi sinyal pertanyaan kepada Adinda.
     Adinda terkekeh pelan, "Dia kesel gara-gara lu, dia ga bisa cerita tentang pelaku yang udah bikin dia gini." Jawab Adinda santai.
     Senyum Nadhilah berubah, menjadi lengkungan kekhawatiran. Dia segera menghampiriku. "Siapa astaga?! Siapa yang udah bikin kamu kayak gini? Siapa?!" Pipi Nadhilah merah padam.
     Aku tidak mengerti. Nadhilah pasti psykopath tingkat atas. Dia benar-benar seperti orang yang baru saja menemukan pelaku pembunuh kucing kesayangannya. Matanya melotot ke arahku, memaksa jawaban atas kemarahannya. Wajahnya merah padam dengan semburat garis di atas alisnya, membuat seakan-akan dia tidak tahu apa-apa.
     "Nad, apa-apaan sih kamu?! Udah tau Shinta lagi sakit. Jangan maksa gitu dong!" Adinda naik pitam. Memang, diantara sahabat-sahabatku, Adinda adalah orang yang sangat perhatian meski terkadang dia bisa sangat sombong terhadap orang yang tidak dikenalnya. Pantas, dia seorang model dan aktris.
     "Ya kamu mikir lah kalo jadi aku gimana? Aku juga peduli kali Ama Shinta. Kamu pikir aku ngelakuin ini biar Shinta makin tertekan? Ngga! Aku mau pelakunya ketemu, biar aku bisa ngeliat dia dihukum seberat-beratnya!" Sebutir air mata turun dari dasar pelupuk matanya yang sedari tadi berusaha menahannya. Sumpah, aku tidak pernah melihat Nadhilah se emosional ini.
     Adinda tidak kalah tertegun, "E-oke. Aku ngerti, Nad." Dia menghampiri Nadhilah yang terisak-isak dan memeluknya.          "Tapi, kalau kamu kayak gitu ke Shinta, dia malah tertekan. Biarin dia cerita tentang siapa pelakunya. Kita harus sabar. Aku juga kesel kok sama pelakunya."
     Mereka berdua menatapku. Siap mendengar ceritaku.
     Aku bingung.
     Aku tidak tahu harus berkata apa. Kalau aku menceritakan hal yang sebenarnya, itu absurd. Tidak ada yang akan percaya. Apalagi dengan kejadian barusan.
     Ah, sial.
     Nadhilah terlalu pintar.
     Sekarang mereka berdua sudah duduk di bangku mereka masing-masing. Mereka berdua sudah benar-benar siap mendengar ceritaku.
     Tidak. Bukan mereka berdua.
     Makhluk itu mengawasi dari balik tirai. Menunggu setiap kata yang akan ku lontarkan.

Huaaa, ga ngerti lagi. Gimana dong, ga ada ide akuuu😫. Maaf ya, kalo ceritanya jelek. Author berusaha sebisa mungkin, deh!😩

Permainan Misteri 2 (lanjutan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang