Surat yang selalu tersimpan rapi.

155 5 0
                                    

Assalamu'alaikum ⚫

Awal tak menitik, jalan tak bertujuan, tapi justru kenangan sejenak yang membuat segalanya melayang untuk berniat kembali mengenal, justru satu bayangan berkelebat yang membuat hati berharap pertemuan kembali datang, justru seribu harapan yang tak pasti membuat hati berdebar jika tersadar dari mimpi bertemu dengan seorang wanita sepertimu.

Aku tersenyum sendiri jika berusaha tanpa lelah merebut ilusi akan paras, senyuman, kelentikan, atau bahkan tatapan yang kamu miliki. Mungkin aku terkesima, terpesona, terperangah, terkejut takjub, tapi sejujurnya yang selalu menderu dalam lubuk hati adalah rasa tenang, tentram, terasa terpercik embun saat melihat segenap sikap yang kamu tunjukkan, saat menerima beberapa ungkapan yang kamu bicarakan. Akupun tak mengerti, kenapa saat itu aku bak sulaman dibawah jarum dan benang, bak kanvas dibawah polesan warna dan kuas.

Aku sepenuhnya merasa tak berdaya melihat kelembutan dalam setiap tingkah yang kamu lakukan. Caramu menjawab pertanyaan nama, dan caramu mengangguk perlahan bak mawar menunduk tersapu angin malam. Aku hanya tersenyum dalam hati, tak bisa menampakkan meski perasaan tak bisa mengelak gejolak hati bergemuruh di balik sejuta pertanyaan. Ingin berbincang lama, tapi aku sadar, saat tak tepat, waktu masih malu, namun justru pertemuan tanpa banyak kata yang aku alami membuat bayangan tak mudah tersapu meski waktu terus bergulir cepat, meski zaman meresap setiap episode kenangan.

Memang belum sedetikpun kita bersua sebagai teman, belum berbincang sebagai sahabat, belum bersama sebagai dua insan yang saling berharap untuk datang, aku pun belum terlalu banyak tahu tentang dirimu. Aku tak tahu harus mengetik apa dalam lintasan suratku, namun cita citaku untuk memiliki kebahagiaan dipenuhi suka dibalik duka terasa mendarat, bersemayam, tersemat dalam dirimu. Mungkin mataku tlah dibutakan oleh pesona, mungkin ini adalah kebutaan seorang lelaki yang belum banyak mengerti, tapi inilah nurani yang kumiliki, belum tertunjuk arah diri telah menelusuri, belum tergambar kebahagiaan diri telah berlari.

Aku memang bukan lelaki yang banyak wanita idamkan. Aku bukan lelaki tampan, yang menghiasi justru kekurangan, yang melabur di setiap langkah justru tanpa kesopanan.

Itulah kenyataan dari orang sepertiku. . . Aku mengatakan dengan jujur dari keburukan yang aku miliki. . . jika kamu bersedia menerima kelemahan dan kekurangan yang ku miliki, aku harap kamu bisa mendampingi sisa hidup yang aku jalani. Menemani saat berjalan di pelataran taman, menemani memandang ikan menari dalam kolam, menemani di Waktu merasakan desiran ombak dan tiupan angin menjelang fajar.

Aku bermunajat engkau menerima dan aku akan datang tuk menikahimu.

Assalamu'alaikum ⚫

                                           

                                              -Febi Saputra-

                     

29 juzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang