21 september 2018,
Pukul sembilan pagi.Suara kicauan burung mengiringi pagi harinya seorang gadis cantik. Siapa lagi kalau bukan Adelyn. Gadis yang kini sudah rapi dengan balutan mini dress warna pink dan dipadukan dengan high-hels warna senada. Rambut panjangnya ia gerai. Menambah kesan imut dan lebih dewasa di usianya yang masih 17 tahun ini.
Hari ini ia akan pulang ke rumahnya. Ia akan membicarakan perihal keputusannya kepada Mama dan Papanya. Tak perlu menunggu lusa, Adelyn sudah mempunyai keputusan sejak semalam. Dimana saat Raina sudah tertidur, Adelyn justru masih sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Dan akhirnya hari ini ia siap untuk mengambil keputusan dan memberi tahu orang tuanya.
Adelyn mengambil tas warna birunya yang ia taruh di atas meja belajarnya. Tak lupa ia memasukkan dompet dan ponselnya. Sahabatnya, Raina, sudah pamit sejak satu jam yang lalu. Jadilah ia hari ini naik taksi sendiri. Tak sulit bagi Adelyn untuk menemukan taksi, ia segera menaiki taksi itu. Ia lupa, bahwa ada seseorang yang harus ia hubungi hari ini.
'Halo,'
'Kirim laporan sekarang.'
Tut ...
Panggilan dimatikan sepihak oleh Adelyn, sebelum orang di seberang telepon itu menjawab. Tak terasa ia sudah sampai di rumahnya. Memang jarak apartemen dengan rumahnya lumayan dekat. Adelyn segera masuk ke dalam rumah.
"Wah, Non Adel. Apa kabar, Non? Lama nggak pulang. Hehe."
"Kabar baik, Bi." Jawab Adelyn seraya tersenyum cantik.
Adelyn masuk rumah dan di sambut oleh Bi Atun, pembantu setia keluarganya. Ia melihat jam tangannya. Masih pukul 10 pagi. Itu artinya orang tuanya masih berada di kantor. Terpaksa ia menunggu sampai mereka pulang. Sekitar jam 4 sore nanti. Hm.
Adelyn mulai menuju tempat kesukaannya dulu. Ruang santai keluarga yang memang tempatnya outdoor. Ia bermain-main sebentar di sana seraya mengusir kepenatan.
Bunga melambai manja ke arah Adelyn. Segera ia mendekatinya. Tiga minggu terakhir ia tidak pulang ke rumah, dan tidak banyak berubah. Bunga nya masih awet di tempatnya. Rupanya Bi Atun merawat bunga itu dengan sangat baik.
Drrt ...
Ponsel Adelyn bergetar, menandakan ada email masuk di ponselnya. Segera ia buka email itu, setelah membaca sekilas isi dari email itu, tanpa sadar tangan Adelyn meremas ponselnya. Isinya membuat Adelyn yakin dengan keputusan yang akan diambilnya nanti.
"Non, Adel, ada temen-temennya di dalam." Kata Bi Atun menghampiri Adelyn.
"Iya, Bi."
Adelyn heran. Pasalnya ia tidak mengundang sahabatnya untuk datang ke rumahnya. Segera ia masuk rumah.
"Eh, saodah! Ngalah kek sama yang langsing!" suara cempreng Siska menggema lucu.
"Asal lo tahu, ya. Gue duluan yang di kasih kue ini sama Bi Atun!" kata Ema sambil memeluk erat toples kecil itu.
"Harusnya tuh, Lo udah kenyang punya cadangan makanan segini banyaknya!" balas Siska tak mau kalah sambil menepuk perut sahabat gendutnya itu.
"Heh! Kalian bisa diem nggak, sih! Berisik tau! Kayak anak kecil aja." Seru Raina sambil mendengus.
Dari kejauhan sudah terdengar keributan yang di buat oleh ketiga sahabatnya itu. Lihat saja, Ema dan siska berebut toples berisi kue kering buatan Bi Atun yang memang tinggal sedikit. Sedangkan sahabat yang satunya, Raina, ia sedang menggomel kepada dua sahabatnya yang sedang berebut toples itu. Karena di rasa menganggunya menonton film kesukaannya yang hari ini tayang perdana.
"Ehem!" Adelyn berdehem keras.
Ketiga sahabatnya itu menoleh ke arah Adelyn.
"Akhirnya lo datang, Lyn!" Raina berseru lagi.
"Kenapa kalian pada ribut sih! Siapa juga yang nyuruh kalian kesini," kata Adelyn mencibir.
"Raina!"
"Raina!"
Ucap Ema dan Siska bersamaan.
"Eh, kok jadi gue, sih! Lo berdua kan yang tanya Adelyn di mana. Ya gue jawab lah!!" balas Raina membela diri.
"Kan kalian juga yang ajak gue kesini," sambung Raina lagi.
Adelyn menghela napas.
"Udah-udah, toh kalian udah terlanjur di sini, kan? Yang penting jangan bikin kacau. Terutama kalian berdua," kata Adelyn sambil jarinya menunjuk kearah Ema dan Siska.
"Udah, ah. Gue mau ke kamar. Soal kue, kalian bisa minta lagi ke Bi Atun di dapur. Jangan rebutan macam anak kecil," lanjut Adelyn lagi.
"Siap."
"Ini, nih, baru temen tersayangk," kata Ema lebay. Ia mulai berjalan ke arah dapur dan di ikuti Siska di belakangnya.
"Ngikut wae lo kutu ayam," kata Ema terkekeh.
"Bodo," balas Siska cuek.
Adelyn menggelengkan kepalanya melihat dua sahabatnya yang agak absurd.
"Lyn, gue ikut lo ke kamar, ya? Gue takut ketularan gesreknya mereka berdua."
"Iya."
Adelyn dan Raina mulai melangkah menuju kamar. Sesampainya, Adelyn langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuknya. Rasanya mood nya buruk hari ini. Mungkin efek PMS tadi pagi dan juga isi email tadi.
"Lyn," suara Raina mengintrupsi.
"Ya," jawab Adelyn singkat dan mulai memejamkan mata.
"Apa keputusan, lo?" pertanyaan Raina membuat mata Adelyn terbuka lagi. Ia segera duduk dan berhadapan dengan Raina.
"Gue bakal ambil kuliah di Prancis, Rain"
"Seriously? Lo udah pikirin baik-baik, kan?"
"Udah,"
"Lalu misi, lo?"
"Udah gue kelarin."
"Maksudnya?"
"Iya, gue udah berhenti buat cari dia. Gue capek, Rain. Udah hampir 2 tahun dan tidak membuahkan hasil. Kasian juga orang tua gue yang nunggu keputusan gue." Adelyn menundukkan kepalanya. Ini sebuah keputusan yang sedikit berat.
"Ya udah, kalo memang itu keputusan lo, dan selama itu baik buat lo, gue dukung."
"Makasih, Rain. Lo selalu ngertiin gue."
Suara mamanya mengintrupsi perbincangan mereka.
"Jadi, kamu mau kuliah di Prancis, Nak?" seru Abella seraya mendekat ke arah Adelyn. Air mukanya terlihat sumringah mendengar anaknya mau melanjutkan kuliah di Prancis.
"Iya, Ma. Adelyn kuliah di sana."
"Di Université de Strasbourg," sambungnya lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelyn ✔
Teen Fiction••••••••••••••••••••••••••••••••••• •~• Aku berlari menjauh. Sejauh mungkin sampai aku mulai merasa lelah. Aku ingin pulang ke tempat pulang yang sesungguhnya. Dimana tidak ada dia, mereka dan semuanya. •~• ______________________________________ SAL...