Adelyn Veronika Martin

77 9 0
                                    

~ 20 september 2018,
Pukul dua siang.~

Jakarta. Pukul dua lebih dua puluh lima menit. Matahari sedang gembira memamerkan silaunya. Tampak di balik balkon apartemen lantai empat,  gadis cantik itu murung. Dia, Adelyn Veronika Martin. Gadis yang baru-baru ini mendapat sebutan ratu  sekolah beberapa jam yang lalu. Gadis cantik berusia 17 tahun,  penyuka greentea dan penggila cokelat, gadis yang pintar memakai topeng bahagianya, dan gadis yang pintar menyembunyikan segala rahasia yang dimilikinya. Gadis itu, kini telah menyelesaikan masa SMA nya dengan sangat baik. Seharusnya ini menjadi moment yang membahagiakan bagi Adelyn. Tapi nyatanya, tidak. Adelyn tidak merasa bahagia penuh akan hal ini. Ia merasa masih ada yang kurang dalam kebahagiaannya hari ini. Ia menatap kosong dari balik apartemennya, ia sengaja minta tinggal sendiri di apartemen, dengan alasan; ingin mandiri. 

Di mana saat ini yang ia lihat adalah lalu lalang kendaraan yang padat merayap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di mana saat ini yang ia lihat adalah lalu lalang kendaraan yang padat merayap. Wajar saja, ini masih jam makan siang bagi orang kantoran. Ia menerawang jauh. Sampai suara dering ponselnya yang membuyarkan lamunannya. Segera ia buka ponsel yang ber walpaper poto Adelyn dan 'dia'.  Sepucuk pesan di telegram berhasil memperparah mood Adelyn siang hari ini. Ia jengkel ketika menerima pesan ini. Tapi ia juga berharap mendapat pesan yang di inginkannya sejak dulu.  Jari Adelyn mulai menari di atas keyboard  ponselnya, ia mengetikkan balasan di telegramnya.

'Sampai berhasil'

Balasan singkat yang Adelyn kirim berulang kali setiap harinya. Laporan dari anak buahnya yang nihil tidak ada hasilnya.  Meskipun usia Adelyn baru 17 tahun, ia mempunyai anak buah lumayan banyak. Maklum, ia terlahir dari orang kaya. Jadi, ada uang, ada segalanya. Termasuk mempekerjakan orang sebagai anak buahnya untuk menjalankan misi.  Ia tidak pernah menyerah sebelum apa yang ia inginkan terpenuhi.

Ponselnya berdering lagi. Kali ini nama Mamanya yang terpapang di panggilan ponselnya. Segera ia angkat panggilan itu.

"Halo, Ma."

"Kamu sudah di apartemen, Nak?"

"Sudah, Ma."

"Oke. Satu jam lagi Mama sampai."

"Ad--,"

Tutt... Tut..

Panggilan terputus sebelum Adelyn menjawab. Ia tidak tahu apa tujuan Mamanya akan datang ke apartemennya siang ini.

Di luar, Jakarta masih terik-teriknya. Adelyn masuk ke dalam dan menuju dapur. Ia akan menyiapkan minuman dingin untuk Mamanya. Tak berselang lama, suara Mamanya sudah memenuhi ruang tamu apartemennya. Ia memang sengaja memberikan sandi apartemennya hanya ke Mama dan Papanya saja.

Adelyn ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang