Cinta untuk Cinderella

1.4K 21 23
                                    

AN:

Well, cerpen ini aku buat waktu SMP. Maaf kalau alay dan sebagainya. Harap maklum yah (2024).


***

Namaku Tiara, tapi bukan Tiara Andini. Lahir dan dibesarkan di Yogyakarta. Sejak dulu, kota kelahiranku itu menjadi kota kesukaanku. Tempat yang aman dan menyenangkan. Namun, mulai detik ini, pemikiran itu berubah sebaliknya.

Sudah lebih dari sepuluh menit aku berjongkok di depan nisan bertuliskan Amara Aryandi. Wafat 31 Desember 2023. Itu makam kakakku. Orang-orang yang ikut mengantarkan Kak Amara ke peristirahatan terakhir kini sudah mulai pergi, menyisakan aku, Ayah, dan Ibu yang merenung di tempat sepi ini.

Air mataku mengalir deras, teringat penyebab kematiannya. Satu tahun lalu, aku masih ingat sekali saat Kak Amara mengatakan bahwa dia dilamar oleh seorang laki-laki.

"Selamat ya Kakakku, sebentar lagi akan menjadi Cinderella." Aku menanggapinya dengan malas, masalahnya sudah lebih dari sepuluh kali dia mengatakan itu.

Kak Amara itu penggemar cerita Cinderella, dia menginginkan kisah cintanya seindah kisah princess gaun biru itu, hidupnya akan bahagia setelah menikah. Tetapi ternyata dia salah. Pernikahan adalah awal cerita baru untuknya karena menyatukan dua individu dengan latar belakang berbeda di satu atap. Setelah menikah, ternyata mimpi buruknya dimulai.

Suaminya sering memukulinya, tetapi ia lebih memilih memendam karena takut membuat ayah dan ibu khawatir. Ia ingin cerai, tetapi tidak berani melakukan itu karena diancam akan dibunuh. Sampai akhirnya ia ditemukan bunuh diri di kamarnya. Tentu saja kedua orang tuaku tidak langsung percaya. Dan setelah diteliti lagi, ternyata penyebab kematiannya bukan bunuh diri, melainkan dipukul oleh suaminya di kepala.

Aku tidak bisa memungkiri kejadian yang ditimpa Kak Amara menghantuiku setiap malam. Bahkan aku jadi berpikiran bisa saja aku tiba-tiba mati seperti itu. Aku pun berpikir untuk memutuskan semua pertemananku dengan laki-laki.

Keesokan harinya, aku melihat Rio, temanku satu-satunya dari kecil sekaligus cinta pertamaku, sedang menaruh sekantong sampah ke tong di rumahnya untuk nanti dibawa oleh truk pengangkut sampah. Aku berniat menghampiri tetangga seberang rumahku itu untuk melakukan hal yang sudah kupikirkan semalam.

Namun belum sempat menghampirinya, entah insting atau apa, tiba-tiba dia melihat ke arahku dan menghampiriku lebih dulu. "Ti, kamu yang kuat ya," ucap Rio memberikan semangat.

Tetapi aku malah tidak tahu diri, berkata, "Yo, makasih ya udah mau jadi temanku satu-satunya dari kecil. Mungkin aku akan terdengar egois mengatakan ini, tetapi mulai sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu lagi. Pertemanan kita cukup sampai di sini. Maaf."

Pagi ini, adalah minggu kedua aku menjadi anak kelas tiga di SMA-aku tidak satu sekolah dengan Rio. Bu guru masuk dengan anak laki-laki. Postur tubuhnya tinggi, kulitnya putih, rambutnya sama seperti anak laki-laki lain. Dia saat ini sudah berdiri di depan kelas. "Halo. Nama saya Dewa."

Kemudian dia berjalan untuk duduk tepat di seberangku. "Aku Dewa," sapanya.

Tidak butuh waktu lama, dia berhasil membuatku akrab dengannya. Sejak hari itu, hubunganku dengan Dewa menjadi semakin dekat. Hari-hariku tidak lagi gelap, ia mengisinya dengan canda tawa setiap hari. Karena kehadiran Dewa, aku jadi bisa melupakan pemikiran burukku tentang laki-laki. Dan ternyata, malah menimbulkan rasa lain.

Hingga pada suatu hari, pulang sekolah Dewa membawaku menggunakan mobil putih miliknya ke sebuah danau. Alfan meraih kedua tanganku. "Mau jadi pacarku tidak? Dewa tampan ini berjanji, akan menjadikanmu Cinderella."

Dongeng Sebelum TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang