HAPPY READING***_____________________
Dara Nindya duduk di mejanya dengan punggung tegak dan wajah tanpa ekspresi. Ruang kerjanya, yang terletak di sudut terjauh kantor, dipenuhi dengan file dan dokumen yang tersusun rapi, tetapi suasananya terasa dingin dan tidak ramah. Lampu meja yang redup memberikan cahaya lembut pada wajahnya yang keras dan matanya yang terlihat lelah. Suasana di sekitar seakan memantulkan kesendirian yang mendalam dalam dirinya.
Kantor di sekelilingnya bising dengan aktivitas, tetapi Dara merasa terasing, seolah dia terkurung dalam dunia yang tidak dapat dijangkaunya. Rekan-rekannya berbisik, tertawa, dan bersosialisasi di ruang terbuka, tetapi Dara lebih memilih untuk mengurung diri. Dia tidak pernah berusaha untuk terlibat, tidak pernah membiarkan dirinya terseret dalam perbincangan yang bersifat pribadi. Setiap kali seseorang mencoba mengajaknya berbicara, Dara hanya memberikan jawaban singkat dan kembali fokus pada pekerjaannya, seperti melindungi dirinya dari gangguan.
Hari ini, seperti biasa, Dara sibuk dengan laporan bulanan yang harus diserahkan sebelum tenggat waktu. Ketika bel kantor berbunyi, menandakan akhir dari jam kerja, dia masih duduk di mejanya, berusaha menyelesaikan pekerjaan yang tersisa. Langkah kaki mendekat, dan Dara tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang. Suara langkah tersebut, penuh dengan kepercayaan diri dan ketegasan, hanya milik satu orang di kantor ini: Direktur perusahaan, Adrian Hartono.
"Selamat sore, Dara," ujar Adrian dengan nada ramah. Meskipun suaranya lembut, Dara dapat merasakan aura kewibawaan yang tidak bisa diabaikan. "Bisakah saya berbicara dengan Anda sebentar?"
Dara mengangguk tanpa berkata-kata, dan Adrian melangkah masuk ke ruangannya. Sambil duduk di kursi yang tersedia, Adrian mengamati Dara dengan tatapan penuh perhatian. "Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kerja keras Anda. Saya tahu Anda selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dan saya sangat menghargai dedikasi Anda."
Dara hanya tersenyum dingin dan mengangguk sekali lagi. "Terima kasih, Pak Hartono."
Adrian mengamati Dara dengan seksama, seolah mencoba membaca apa yang tersembunyi di balik sikapnya yang dingin. "Apakah semuanya baik-baik saja? Anda tampaknya agak tegang akhir-akhir ini."
Pertanyaan itu menyentuh titik sensitif di dalam diri Dara. Dia menarik napas panjang dan mencoba untuk tetap tenang. "Semua baik-baik saja. Saya hanya fokus pada pekerjaan."
Adrian tidak terlihat puas dengan jawaban itu, tetapi dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh. "Baiklah. Jika Anda butuh sesuatu atau merasa terbebani, jangan ragu untuk menghubungi saya. Kami semua di sini untuk saling mendukung."
Dengan pernyataan tersebut, Adrian berdiri dan meninggalkan ruangan. Dara duduk diam, menatap pintu yang tertutup. Setiap kata yang diucapkan Adrian terasa seperti pisau yang menggores permukaan kesedihan yang sudah lama tersembunyi. Meskipun dia berusaha untuk tetap kuat, tidak ada yang bisa menghilangkan rasa sakit yang tersisa di hatinya.
Ketika Dara akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan meninggalkan kantor, dia merasa seperti telah melewati hari yang panjang dan melelahkan. Di luar kantor, dia melihat lampu-lampu kota yang bersinar cerah, tetapi semuanya terasa seperti latar belakang dari hidupnya yang suram. Dara menghela napas dan melangkah menuju rumahnya yang sepi, menutup rapat-rapat perasaannya di balik dinding yang kokoh dan dingin, seperti yang selalu dia lakukan.
Di dalam dirinya, dia tahu bahwa meskipun dia berusaha sekuat tenaga untuk melupakan masa lalu dan beradaptasi dengan hidupnya yang baru, bayang-bayang trauma masa lalunya selalu menghantuinya. Setiap hari adalah perjuangan, dan meskipun dia tampil kuat di hadapan orang lain, dia masih merasa terperangkap dalam kegelapan yang tidak pernah bisa sepenuhnya hilang.
_________________
Makasihh ya udah bacaa🫶💫
Vote nyaaaa💫💫
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara: Menyusutnya Sinar Mentari
Teen FictionOn Going🌹 Cover by pin💫 Sinopsis: Dara dulunya dikenal sebagai gadis ceria dan ramah, namun masa lalu yang kelam telah mengubahnya secara drastis. Sekarang, dia hidup dalam kegelapan emosional, dikelilingi oleh rasa trauma dan kesedihan. Dia takut...