aSSANG | chap. 08

3.7K 212 14
                                    

Tidak ada yang bisa Chara lakukan di ruang makan ketika Maura tidak henti-hentinya memberikan pencerahan untuknya yang lebih terkesan menyudutkan dirinya perihal kejadian di sekolahnya.

Ibunya itu terus berbicara di sela-sela menyantap makan malamnya sementara Chara terdiam dengan kepala menunduk, menatap tanpa minat pada makan malamnya.

Tangannya yang terluka dan mengharuskan di perban itu membuat Maura yang melihatnya langsung mencecarkan banyak pertanyaan serta menuntut alasan saat Chara memasuki ruang makan.

"Kamu itu pasti melamun," kata Maura sebelum mendengus. "Coba kalau kamu perhatikan sekitar dan fokus pada apa yang tengah kamu lakukan, pasti semua tidak akan terjadi." sambungnya tanpa menatap Chara.

Chara sendiri memilih untuk menahan diri agar tidak bersuara dan tetap menundukkan kepalanya.

Ada perasaan yang harus Chara tenangkan ketika Maura terus saja berceloteh. Padahal Chara sudah menjelaskan dengan detail tentang insiden bola basketnya itu meski di bumbui kebohongan di dalamnya. Karena Chara tidak mungkin mengatakan bahwa hal yang membuatnya tidak fokus di sebabkan seseorang yang tidak lepas memperhatikannya saat ia tengah bermain bola basket.

Jadi, mau tidak mau, Chara harus mendrama dan seolah kejadian ini hanya Chara sebagai orang yang salah karena tidak fokus pada kegiatannya itu.

Chara mendorong pelan kacamatanya yang merosot, lalu tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan mata sang ayah yang menatapnya dengan khawatir.

Ayahnya yang pengertian. Dia yang paling percaya dan memberinya perhatian ketika Chara menceritakan hal yang menimpanya tanpa menyalahkan dirinya dan menganggap bahwa semua yang terjadi mungkin memang sudah seharusnya.

Cukup sekali penjelasan, dan ayahnya akan memahami. Berbeda dengan mamanya.

"Mah, sudahlah..." setelah beberapa waktu diam, akhirnya Dave--ayah Chara membuka suara.

Maura menoleh,"Kamu terlalu lembut padanya Pah." ucapnya.

"Chara itu harus benar-benar dikendalikan dan selalu di tegaskan biar hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini tidak terjadi." Maura memberi tambahan sebelum melirik Chara yang bergeming ditempatnya.

"Tapi tidak dengan menyalahkan dia juga ketika ada kesalahan. Seharusnya kamu merangkulnya, memberi pengertian bukan malah menyudutkannya." Dave menyahut dengan mencoba untuk bersabar ketika Maura memilih keras kepala. Menghiraukan perkataannya dan kembali menyerang Chara dengan segala perkataannya yang membuat gadis berkacamata itu menghela napas panjang.

Dave mengarahkan tatapannya pada putri satu-satunya, lalu tersenyum lembut dan berkata. "Chara, lebih baik kamu istirahat. Pergilah ke kamar."

Chara melihat senyum itu ketika Dave memanggil namanya. Seketika kehangatan menjalar dalam dirinya.

Tanpa menguarkan sepatah kata, hanya anggukan kepala. Chara beranjak dari duduknya lalu berjalan cepat meninggalkan orang tuanya.

Chara menaiki tangga dengan cepat. Ia benar-benar membutuhkan ketenangan untuk saat ini. Perkataan ibunya masih menari-nari dalam pikirannya dan selalu berhasil membuat Chara membatin sedih, apakah ia masih terlihat nakal dan kurang baik setelah semua yang ia lakukan sesuai keinginan orangtuanya, terutama ibunya?

________

Chara merapihkan beberapa buku paket pelajaran serta buku catatannya yang ada di atas meja.

Bukan, bukan karena ia sudah selesai belajar. Melainkan kebosanan Chara yang seharian belajar di dalam kamarnya memutuskan dirinya untuk belajar di luar kamar.

Dan pilihannya jatuh pada taman di belakang rumahnya.

Chara membawa dua buku paket pelajaran matematika dan pendidikan kewarganegaraan beserta buku catatannya. Kemudian membawanya menuju taman.

Perjalan menuju taman berlalu tenang, Chara sendiri menikmati waktunya sampai tanpa tak sengaja Chara berpapasan dengan ibunya.

Mereka baru kembali bertatap muka hari ini setelah Chara meninggalkannya saat makan malam.

Tidak ada yang bersuara baik Chara ataupun Maura memilih diam dengan tatapan saling membalas satu sama lain.

Tetapi tidak lama, karena
Chara langsung menundukkan kepala tatkala menyadari sesuatu.

Mungkin mamanya masih marah akibat apa yang terjadi kemarin.

Dengan canggung Chara menarik senyum sebelum ia melanjutkan perjalanannya, melewati sang Mama tanpa berbasa-basi dan tanpa menatapnya.

Maura yang melihat putrinya berlalu begitu saja dengan tergesa-gesa hanya bisa mendesah berat.

"Bi!" seru Maura memanggil pembantu rumah tangganya.

"Iya nyonya," sahutan di balik punggungnya membuat Maura segera menolehkan kepalanya, menatap pembantunya yang berdiri sigap.

"Berikan Chara jus dan beberapa makanan untuk menemaninya belajar." kata Maura memberi perintah.

"Semalam dia tidak makan apapun," gumamnya sebelum berjalan meninggalkan pembantunya tanpa repot untuk menunggu balasan dari perkataannya.

Sementara di sisi lain, Chara sudah mulai kembali belajar. Menghabiskan waktu liburnya dengan buku-buku pelajaran. Sangat berbeda dengan teman-temannya dan kembanyakan orang lainnya yang akan berpergian keluar rumah untuk menikmati hari libur mereka.

Seperti Irene dan Aryn misalnya. Kedua sahabatnya itu tengah menikmati hari libur dengan pergi ke beberapa tempat.

Beberapa menit lalu, sebelum Chara memutuskan belajar di taman, Aryn melakukan panggilan video dengannya, menunjukkan aktivitas gadis itu hari ini yang berada di salon sebelum nanti mengunjungi tempat destinasi wisata yang ada di Jakarta bersama Irene.

Jika di tanya apakah Chara mendapat ajakan dari kedua sahabatnya tentu jawabannya adalah iya. Mereka selalu mengajaknya atau lebih tepatnya memaksa ketika akan berpergian untuk bersenang-senang.

Tetapi sebagimana keras Aryn memaksa dan Irene memelas, Chara selalu berakhir dengan menolak ajakan kedua sahabatnya tersebut meskipun jauh dalam hatinya ia sangat ingin.

Tapi bagaimana lagi, Chara tidak ingin terlihat egois hanya karena keinginannya itu ia harus membuat mamahnya marah.

Terkadang kita harus merelakan sesuatu demi mempertahankan kebahagiaan orang lain, terutama jika mereka adalah orang yang kamu cintai.

Oleh karena itu, Chara lebih baik mengubur keinginannya untuk terlihat seperti anak-anak seusianya yang menikmati masa-masa remaja daripada harus membuat orang-orang yang ia sayangi kecewa karena  keinginannya itu.

Dia memang di takdirkan berbeda, dan Chara memang harus menerimanya.

"Non, ini cemilannya," Chara menyingkirkan buku paket miliknya ketika bi Ayi meletakan nampan  berisi minuman dan beberapa snack di meja yang Chara gunakan untuk belajar.

"Terimakasih bi," gumam Chara, "Tau aja aku laper." sambungnya sambil terkekeh kecil.

Bi Ayi tersenyum, "Nyonya yang meminta saya untuk mengantarnya." ucapnya.

"Nyonya bilang non gak makan dari semalam." BI Ayi menambahkan.

Chara terdiam untuk beberapa saat.

"Ah, jadi mamah yang minta bibi nganterin makanan ini?" lirih Chara yang masih dapat di dengar bi Ayi hingga membuat wanita paruh baya itu mengangguk.

"Benar non," katanya. "Yasudah, kalau begitu bibi mau ke belakang lagi ya, mau beres-beres."

Chara mengangguk sebagai respon. Membiarkan bi Ayi yang kembali masuk dalam rumahnya. Meninggalkan Chara yang termenung dengan tatapan mengarah pada nampan di atas meja.

Sampai kemudian seulas senyum terbit dari dirinya ketika mengingat kembali mamahnya.

_______

Terimakasih!!!

Jangan lupa vote dan komentar 🙏

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Sweet Story About Nerd GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang