Senja itu, ia masih di sana.
Duduk di sela jingga yang menerobos tingkap kaca, membiarkan maniknya memandang lepas, menyanjung semesta sepuasnya.
Tak lain pula dengan lelaki di balik konter meja, sibuk melayani lalu-lalang pembeli, seraya memandang senyawa indah yang tak pernah absen ia kagumi.
Mereka nampak sempurna. Menunggu satu sama lain. Meski, masing-masing mereka sejujurnya juga tak begitu yakin.
Apa yang mereka tunggu? Jika memang saling suka, lantas alasan apalagi yang dibutuhkan untuk mulai saling percaya?
"Hei! Kenapa kau masih bekerja? Bagianmu bahkan sudah habis sejak seperempat jam lalu." Seorang teman menyela, mengubah fokus perhatian si lelaki berkaus putih di hadapan.
"Aku... hanya ingin membantu."
"Membantu? Membantuku bekerja atau membantu memuaskan rasa sukamu?"
Ia terdiam.
"Sudahlah, Kim. Aku tahu kalian sudah beberapa kali bertukar sapa, jadi apa lagi? Pergi dan nyanyikan lagu itu untuknya."
"Lagu?"
"Kau bahkan masih berpura-pura bodoh, hah?" Merasa tak tahan, lelaki berpostur setengah jengkal lebih tinggi itu akhirnya mendaratkan pukulan, "Lagu yang kau tulis beberapa pekan lalu! Kalau bukan untuknya lantas untuk siapa lagi? Kau tidak mungkin berminat mengencaniku, bukan?"
Giliran lelaki berinisial Kim itu melabuhkan pukulan. Sejenak, ia lantas memikirkan.
Benar juga. Jika tidak sekarang, maka lagu itu mungkin akan terbuang percuma.
"Pergilah! Kalau menulis lagu serumit itu saja kau sanggup, maka mengutarakan perasaanmu jelas bukan apa-apa."
Kim menelan ludah. Bukan apa-apa, tapi ia bahkan gemetar untuk sekadar menjinjing keluar ransel gitarnya.
Lantas ia kunjungi senyawa indah di sudut ruang, sembari berusaha mengembang senyum dengan level tampan paling maksimal.
"H-hai..." Meski lelaki itu yakin pula bahwa lafal terbata telah menghancurkan skenario terbaiknya.
Atau mungkin tidak, sebab gadis di hadapan balas mengulum senyum yang tak kalah ranum. Ia mengangguk, sebagai respon yang tidak bisa dibilang buruk.
"Apa kau... sedang sibuk?" Kim berusaha melanjutkan bincang, lagi, mengungkap tanya yang tak bisa dibilang pintar.
Gadis itu hanya diam, sembari irisnya beralih memandang ransel gitar Kim di belakang.
"Ah, ini..." Sekejap lelaki itu menyadari, turut mengalihkan fokus pula pada ransel gitarnya.
"Tadinya aku ingin menunjukkan sesuatu. Tapi... kurasa tidak hari ini." Lelaki itu lantas buru-buru beralih pada saku celana, mengeluarkan sehelai lipatan kertas---atau lebih tepat disebut amplop---sewarna kelopak sakura.
"Untukmu." Kemudian memberikannya dengan terlampau canggung pada lawan bicara.
Gadis itu terhentak sejenak, sebelum lantas menerima, langsung membuka isinya. Dan manik terangnya sekali lagi membulat.
"Sampai bertemu, besok." Sedang Kim mengulas lengkuk manisnya---lagi---tanpa basa-basi, pergi sambil setengah berlari.
Meninggalkan gadis itu bersama lengang, bersama rasa terkesiapnya yang tak kunjung hilang. Maniknya lekat memperhatikan isi amplop.
Sebuah tiket pertunjukan musik.
Ia hanya yakin, esok hari, hubungan mereka takkan pernah sama lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/161700894-288-k914618.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CATATAN KECIL
ФанфікиHanya selarik catatan kecil untuk 16 Januari, 28 April, 25 Agustus, 15 September, dan 19 Desember. *Keterangan: One shot. Selamat membaca^^ ----- Sukoharjo, 14 September 2018. -Rotijahe- Copyright in cover: Day6 "Beautiful Feeling" MV Lyrics.