Hari ini mapel yang cukup tidak kusukai. Iya, matematika. Matematikaku sebenarnya tidak terlalu bagus, bego banget malah. Hehe. Tapi disinilah aku. Im forever grateful.
Mrs Melody memberikan kami tugas yang menurutku menyusahkan. Jadi aku memutuskan untuk tidak menyelesaikan tugas ini sendirian. Dengan kata lain, meminta bantuan teman.
Sebut saja Sia yang dapat dikatakan siswi dengan otak ter-ncer dalam pelajaran ini, tengah bergulat dan terfokus dengan segala pertentangan argumen yang berperangan di otaknya berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan² hidup yang dihadapinya
Lebih tepatnya persoalan matematika.
Aku memilih untuk tidak mengganggunya dan mencari teman lain yang sedikit lebih 'santai'. Panggil saja dia Amelie.
"Amelieee"
"Iyaa" Jawabnya
"Ngerjain bareng yuk"
"Kuyla"
1-2 soal telah terlewati. Menginjak soal ketiga, kami menemukan perasaan bingung yang lumayan menyiksa. Tetapi Dewi Fortuna sepertinya sedang berada di pihakku hari ini.
Meja siswa tercerdas di antara kami ber-25 ternyata berada tepat di belakang Amelie. Tanpa segan gadis itu membalikkan badannya dan bertanya
"Vin, no. 3 gimana nih"
Alvino pun beranjak dan memindahkan kursinya ke samping bangku Amelie, yang berarti tepat di depanku
Lalu dengan detail ia memberikan pencerahan mengenai beberapa soal yang kami temukan suram.
"Ngerti, ga?" Tanya Alvino memastikan
"Ngerti" Sahut kami berbarengan
Beranjak ke soal berikutnya, rasa semangatku yang sedari tadi membara perlahan lenyap oleh kesulitan soal² yang semakin kebalakang semakin tidak berperike-Alyssa-an ini.
Entah memang soalnya yang sulit atau hanya otakku saja yang bekunya melebihi es di arktik. Hanya tuhan yang tau.
Selesai mengerjakan tugas miliknya sendiri, Alvino lalu mengecek perkerjaanku dan tertawa dengan nada mengejek yang membuatku sedikit kesal.
"Bukan gini caranya, Ssa"
"Kok ketawa sih, ajarin makanya."
"Gini,"
Lelaki itu kemudian mengambil bolpen dari genggamanku dan mulai menjelaskan secara rinci. Ia bahkan sesekali menuliskan langsung di bukuku agar aku lebih cepat memahami apa yang dimaksud.
"Udah ngerti?"
"Hehhe iya udah" Jawabku cengegesan
Tak lama setelah itu, terdengar suara familiar yang arah nya berjalan mendekat
"Ecie pedekate" Goda gadis itu santai
"Ebuset pedekate, nanya soal doang dikata pedekate. Anjirlah" Jawabku reflek
"Hahahah santai" jawabnya enteng
Adrianna Juliette a.k.a Anna. Makhluk yang satu ini memang tidak ada bosan-bosannya menggangguku, rasanya jika sehari saja dia tidak menghujaniku dengan ejekan-ejekan menyebalkannya ia akan segera berpulang ke hadapan ilahi
Tetapi bagaimanapun, perempuan gila ini jugalah yang senantiasa mendengar segala suka cita dan keluh kesahku di setiap harinya.
"Yoe" Balasku mengiyakan. Malas saja jika berdebat untuk hal-hal yang tidak penting
Sementara yang satunya lagi (Alvino) hanya tertawa tidak jelas mendengar ejekan yang dilontarkan Anna. Kurasa karena Anna merupakan salah satu teman dekat Alvino, maka ia tidak akan merasa risih jika Anna mengejeknya
KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Consequences
Teen FictionIni cerita pertama aku. Jadi maaf klo tata cara penulisannya masih berantakan dll. Saran dan kritik sangat d butuhkan. Semoga kalian suka ♡'・ᴗ・'♡ • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • Pepatah bilang, "Jika kamu menyuka...