Menjadi seorang kesatria itu ternyata sulit.
Jaehyun kira, ia sudah cukup kesatria saat mau mengantar jemput Winwin setiap harinya. Jaehyun juga mengira, bahwa ia sudah cukup kesatria saat mau menemani Winwin tiap orang tuanya pergi ke luar kota karena tugas dinas luarnya.
Tapi ternyata, tugas kesatrianya yang paling berat adalah saat ia harus bertanggung jawab terhadap dua garis merah dalam testpack yang Winwin tunjukkan selepas kelas selesai sore itu.
****
"Jaehyun!"
Jaehyun yang tengah memasukkan buku catatan, buku paket, dan alat tulisnya ke dalam tas ranselnya langsung mengalihkan atensi ke sumber suara yang datang dari arah pintu kelasnya. Bibirnya tersinggung lebar saat mendapati seorang lelaki manis bertubuh tinggi yang sudah seminggu ini jarang berinteraksi dengannya di sekolah.
"Winwinieee! Kangen aku ya?"
Ia beranjak dari kursinya dan mengabaikan "semangat pulang ke rumah" hanya untuk memeluk sosok manis yang ia rindukan itu. Tak ia pedulikan deheman keras Minggyu yang sedari tadi mendumel sebal dengan sapu di tangannya.
"Lho, kok malah nangis? Tulangmu patah ya karena kupeluk?"
Biasanya Winwin akan memukulnya sekuat tenaga saat ia menyinggung soal tulang dan semua ucapan bermakna "oh-sial-kau-terlalu-kurus-sayang". Tapi kini justru pukulan mautnya itu terganti menjadi linangan air mata yang membuatnya panik bukan main.
"Winwin-ah, ada apa? Yuta Hyung mengintip lagi ya?"
Winwin tak menjawab pertanyaan bodoh Jaehyun, sama seperti Jaehyun yang tak menanggapi teriakan heboh Minggyu. Jaehyun baru saja akan menendang bokong teman berkulit gelapnya itu jika saja tangan Winwin tak menarik atensinya untuk menatap sebuah benda yang berada di apitan antara ibu jari dan jari telunjuknya itu.
"Ini benda apa?"
Jaehyun bertanya polos sembari mengambil alih benda itu, sementara Winwin berusaha untuk menghentikan tangisnya dan mengatur suaranya selirih mungkin sekarang.
"Testpack."
"Oh."
Jaehyun menjawab enteng sembari masih mengamati dua garis merah dalam alat yang ia kira termometer itu. Namun saat kewarasan otaknya kembali, ia tak bisa untuk tidak membuka matanya dan berteriak heboh sekarang.
"WINWIN, KAMU HAMIL?"
Dan setelahnya, pukulan maut Winwin yang tertunda benar-benar menerjang tubuhnya sampai hampir tersungkur ke belakang.
****
Bertanggung jawab dengan menikahi kekasihmu dan berjanji akan menjadi ayah yang baik adalah dua hal kompleks yang akan menjadi "tidak ada apa-apanya" setelah kau mampu melewati satu ujian kesatria yang memacu jantungmu agar tidak lepas dari tempatnya.
Itu adalah saat kau harus memberitahu orang tuamu dan orang tua kekasihmu soal kesalahan fatal kalian berdua.
"Papa...."
Dan Jaehyun merasakan itu sekarang. Ia memilih untuk merasakan ujian pembukanya lebih cepat daripada menunda-nunda dan menjadi beban tak kasat mata baginya.
"Bagaimana....?"
Jung Yunho masih diam mematung sembari mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja marmer kafe yang dipilih sang anak. Sementara di sampingnya, sang istri terlihat gusar sembari sesekali melempar pandang ke arah dua orang berumur awal paruh baya di hadapannya.
Pertemuan keluarga yang Jaehyun atur di kafe langganannya, dalam rangka menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk--baku hantam, misalnya--berubah menjadi perang dingin yang mungkin siap pecah kapan saja.
"Aku menyetujui pernikahan kalian, seperti Tuan Shim."
Suara berat papanya terdengar bak nyanyian dari surga di telinga Jaehyun. Remaja tujuh belas tahun itu menghembuskan napasnya yang sempat tertahan selama hampir dua puluh detik. Begitu pun dengan sang kekasih yang tanpa sadar menerbitkan senyum manisnya sekarang.
"Tapi dengan satu syarat."
Senyum Jaehyun yang baru saja akan ia ciptakan untuk menyeimbangi wajah manis calon istrinya langsung pudar, terganti menjadi wajah tegang yang ia yakini pasti sangat terlihat jelek sekarang.
"A--pa?"
Bayangan soal pemangkasan uang jajan atau penarikan tabungan yang akan ia gunakan untuk membeli mobil terbersit dalam otaknya. Dan jika itu terjadi, Jaehyun bersumpah akan menjambak rambut Minggyu nanti.
Jangan tanya mengapa Minggyu ikut terlibat, karena Jaehyun juga tidak tahu alasannya.
"Kau harus menjadi asisten rumah tangga di kediaman Tuan Shim agar uang jajan dan tabunganmu utuh."
Mendengar ucapan calon besannya membuat Shim Changmin sedikit bereaksi. Ia kemudian membuka mulutnya setelah cukup lama menyerahkan pengalihan situasi ke calon mertua putra manisnya itu.
"Apa maksud Anda, Jung-ssi?"
Yunho tersenyum tipis dengan pandangan yang sulit dimengerti. Senyuman yang terlihat aneh sekaligus menyeramkan di mata Jaehyun.
"Aku hanya ingin ia belajar menjadi kepala keluarga yang baik. Karena Jaehyun masih bersekolah, maka satu-satunya sumber penghasilannya adalah kami selaku orang tuanya.
Oleh karena itu, Aku sudah memutuskan bahwa ia akan menerima uang dariku setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik di rumah Anda, Tuan Shim."
Shim Changmin tidak mengerti maksud perkataan besannya itu, tapi kemudian ia tetap menerima jabatan tangan pria bermarga Jung tersebut dan ikut menyunggingkan senyum bodohnya.
"Bukankah Anda akan sangat terbantu dengan memiliki Jaehyun sebagai seseorang yang akan melayani kebutuhan putra Anda dan calon cucu kita?"
Kali ini Jaehyun yang dibuat bingung. Lelaki itu memberanikan diri untuk menatap dua pria dewasa yang kini saling memandang dengan senyum aneh di wajah mereka.
Pikiran Jaehyun kemudian berkelana jauh. Kata "pelayan" dan "melayani" membuat ia membayangkan dirinya sendiri berpakaian bak Upik Abu dengan sapu injuk dan baju lusuhnya, menyapu pekarangan rumah dengan makian sang ibu tiri yang menyuruhnya mengerjakan pekerjaan lain.
Apa papanya berniat menjadikan ia sebagai seorang Cinderella, dan Winwin-nya sebagai ibu tiri yang kejam?
Tbc ( bakal dilanjut kapan-kapan:v )
Guys kalian tertarik ngga kalau aku bikin ff nct bertema horror? Pairnya ( salah satunya ) bakal tetep Jaewin, tetep bxb, and also ( buat yang suka ) bakal tetep ada male pregnancy-nya hehe☻
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome To My Playground [ JJh × DSc ]
Fanfiction+ If you wanna play with me, you'd better come here now + Jung Jaehyun × Dong Sicheng